🍁Semangat hijrah🍁

6 1 0
                                    

*Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh*

*MEMBINGKAI SYUKUR DENGAN QANA'AH*

Dalam salah satu hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat _qana’ah_ (merasa cukup dan puas) dengan rizki yang Allah berikan kepadanya.”

(HR. Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)

Dari hadits tersebut telah ditunjukkan besarnya keutamaan seorang muslim yang memiliki sifat _qana'ah._ Karena dengan sifat tersebut, seorang hamba Allah Azza wa Jalla akan meraih kebaikan dan keutamaan di dunia dan akhirat, meskipun harta yang dimilikinya tidak seberapa banyak...

Seorang yang _qana’ah_ tentu akan  bersyukur kepada-Nya atas rizki yang diperoleh. Sebaliknya barangsiapa yang memandang sedikit rezeki yang diperolehnya, justru akan sedikit rasa syukurnya, bahkan terkadang dirinya berkeluh-kesah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun mewanti-wanti kepada Abu Hurairah,

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا، تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَكُنْ قَنِعًا، تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ

“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang _wara’_ niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang _qana’ah,_ niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling bersyukur.”

(HR. Ibnu Majah: 4217)

Seorang yang berkeluh-kesah atas rizki yang diperolehnya, sesungguhnya tengah berkeluh-kesah atas pembagian yang telah ditetapkan Rabb-nya. Barangsiapa yang mengadukan minimnya rizki kepada sesama makhluk, sesungguhnya dirinya tengah memprotes Allah Azza wa Jalla kepada makhluk. Seseorang pernah mengadu kepada sekelompok orang perihal kesempitan rizki yang dialaminya, maka salah seorang di antara mereka berkata,

“Sesungguhnya engkau ini tengah mengadukan Zat yang menyayangimu kepada orang yang tidak menyayangimu.”

(Uyun al-Akhbar karya Ibnu Qutaibah 3/206)

_Qana’ah_ mempunyai ikatan erat dengan syukur. Keduanya, seperti dua sisi mata uang yang tidak mungkin berpisah. Syukur membuahkan _qana’ah._ Dan _qana’ah_ memunculkan syukur. Seperti itu korelasinya. Tidak ada _qana’ah_ tanpa syukur. Tidak ada syukur tanpa _qana’ah._

Syukur tanda kita menikmati keadaan yang mungkin dirasa masih kurang. _Qana’ah_ buah kesyukuran yang membuat kita tenang. Batin yang tenang karena menerima keadaan, kondisi hati yang stabil karena tidak dibenturkan harapan yang tidak tercapai, keadaan jiwa yang menyenangkan karena tidak mengeluh dan menggugat keadaan yang tidak sesuai keinginan. Itulah keberkahan yang Allah Azza wa Jalla berikan...

Syukur dan _qana’ah_ adalah dua sikap yang tak mungkin dipisah. Orang yang _qana’ah_ hidupnya senantiasa bersyukur. Makan dengan apa adanya akan terasa nikmat tiada terhingga jika dilandasi dengan _qana’ah_ dan syukur. Sebab, pada saat seperti itu ia tidak pernah memikirkan apa yang tidak ada di hadapannya. Justru, ia akan berusaha untuk membagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, saudara, kerabat, teman atau pun tetangganya...

Meski demikian, orang-orang yang memiliki sikap _qana’ah_ tidak berarti menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang yang hidup _qana’ah_ bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan...

Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikan dari mengingat Sang Maha Pemberi Rizki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap _qana’ah_ nya dan mempertebal rasa syukurnya...

Ibrahim bin Adham, berkata dalam do’anya,

“Ya Allah, jadikan aku orang yang ridha dengan keputusan-Mu. Jadikan aku orang yang sabar menghadapi cobaan dari-Mu dan karuniailah aku rasa syukur atas berkah-Mu.”

Ridha, sabar dan syukur merupakan tiga unsur yang membuat seorang Mukmin menjadi _qana’ah,_ yaitu selalu merasa cukup atas semua pemberian-Nya. Dari ketiga sifat tersebut, ridha merupakan unsur yang paling penting dalam pembentukan sifat _qana'ah._ Karena orang yang sudah merasa ridha terhadap sesuatu, otomatis dia akan bersabar menghadapi sesuatu yang terjadi pada dirinya, baik manis maupun pahit. Apabila sifat ridha dan sabar sudah tertanam kuat dalam diri seseorang, niscaya itu akan mengangkatnya pada tingkat syukur dan lalu lahirlah sifat _qana’ah._

Kenapa kita harus bersyukur? Karena sebenarnya ketika kita terlahir dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa. Lantas, Allah Azza wa Jalla memberikan kita berbagai macam kecukupan...

Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

"Sungguh beruntunglah orang masuk kedalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan merasa cukup dengan apa yang Allah berikan".

(HR. Muslim no. 1746. Ahmad no.6284)

Prof Hamka menerangkan tentang Sifat _qona’ah_ di dalam bukunya yang berjudul Tasawuf Modern. Bahwasannya sifat _qana’ah_ itu mengandung lima hal di antaranya, pertama, menerima apa yang ada dengan rela. Kedua, memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar diberi tambahan yang pantas, dibarengi dengan usaha. Ketiga, menerima ketentuan Allah Azza wa Jalla dengan sabar. Keempat bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla. Dan kelima tidak tertarik oleh tipu daya dunia...

Syaitan selalu menggoda manusia untuk tidak _qana’ah_ terhadap dunia. Akibatnya manusia selalu merasa kurang terhadap apa pun yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla. Memang sifat _qana’ah_ itu tidak jatuh dari langit dengan sendirinya kepada manusia, tetapi harus diasah dan dilatih. Hanya dengan sikap ridha dan sabar bisa menumbuhkan sifat _qana’ah._ Ridha dan sabar untuk senantiasa berusaha merasa puas terhadap apa yang didapatnya...

Dengan sifat Qona’ah ini, orang akan selalu merasa bersyukur, sehingga mudah baginya untuk berbagi kepada orang lain dan dapat menghilangkan sifat serakah dalam hati...

Imam As-Syafii rahimahullah berkata,

ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎ ﻛُﻨْﺖَ ﺫَﺍ ﻗَﻠْﺐٍ ﻗَﻨُﻮْﻉٍ ... ﻓَﺄَﻧْﺖَ ﻭَﻣَﺎﻟِﻚُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳَﻮَﺍﺀُ

*Jika engkau memiliki hati yang selalu _qana’ah…_ maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia*

Orang yang _qana’ah_ benar-benar telah mengumpulkan banyak amalan-amalan hati yang sangat tinggi nilainya. Ia senantiasa ber _husnudzan_ kepada Allah Azza wa Jalla, bahwasanya apa yang Allah Azza wa Jalla tetapkan baginya itulah yang terbaik baginya. Ia bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyerahkan segala urusannya kepada Allah Azza wa Jalla, sedikitnya harta di tangannya tetap menjadikannya bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla, ia lebih percaya dengan janji Allah Azza wa Jalla daripada kemolekan pesona dunia yang menyala di hadapan matanya. Orang yang _qana’ah_ tidak terpedaya dengan harta dunia yang gemerlap mengkilau, dan ia tidak hasad kepada orang-orang yang telah diberikan Allah Azza wa Jalla harta yang berlimpah ruah. Ia menerima semua keputusan dan ketetapan Allah Azza wa Jalla. Bagaimana orang yang sifatnya seperti ini tidak akan bahagia? Orang-orang mungkin mencibirkan mulut tatkala memandang seorang yang _qana’ah_ yang berpenampilan orang miskin, karena memang ia adalah seorang yang miskin harta. Akan tetapi sungguh kebahagiaan telah memenuhi hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ ﺍﻟْﻌَﺮَﺽِ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟْﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲِ

Bukanlah kekayaan
dengan banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan yang haqiqi adalah kaya jiwa (hati)

(HR Al-Bukhari no 6446 dan Muslim no 1050)

Maka orang yang _qana’ah_ meskipun terlihat miskin namun pada hakikatnya sesungguhnya ialah orang yang paling kaya...

*Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa mampu membingkai syukur dengan _qana'ah_ untuk meraih ridha-Nya*
*Aamiin*🤲

RANGKAIAN KATA ISLAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang