Senja sudah berganti malam. Pertukaran waktu dimulai untuk mengubah aktivitas menjadi kegiatan malam. Begitupun denganku, aku pulang dengan pakaian beraroma keringat dan wajah kotor. Bahkan kulitku terasa kasar akibat pekerjaanku ini.
Tidak ada yang istimewa dengan pekerjaanku. Aku hanya pemuda pemerah susu dengan bayaran rendah. Aku akan mendapat banyak uang jika aku menjual kayu bakar kering ke kota.
Tapi, mencarinya tidaklah semudah kita membayangkannya, mencari kayu bakar yang benar-benar kering harus ke hutan yang paling dalam. Sedangkan di hutan itu terdapat banyak hewan buas yang berkeliaran di alam bebas. Oleh sebab itu, para pencari kayu bakar adalah para pemburu dengan senjata yang siap membunuh hewan buas apapun.
Meski seperti itu kenyataannya, tapi aku tidak takut untuk pergi ke sana. Demi uang yang mampu menyambung hidupku, aku akan melakukan apapun termasuk berhadapan dengan hewan buas. Tentu saja, aku berasal dari keluarga miskin. Hidupku serba berkekurangan. Aku hanya tinggal bersama keluarga petani yang telah membesarkanku sejak bayi. Sebab, aku adalah anak buangan.
Tak diketahui jelas mengapa mereka membuangku. Entah aku anak pembawa sial, atau mungkin anak haram yang terlahir tanpa Ayah. Aku bahkan berpikir mengapa kedua orangtua angkatku begitu tulus membesarkanku. Oleh sebab itulah aku ingin membalas jasa mereka yang luar biasa telah memberikan dunia kepadaku. Apapun akan kulakukan termasuk mempertaruhkan nyawaku.
"Hari ini Ayah ingin makan apa?" tanyaku pagi itu yang akan berangkat kerja untuk memerah susu.
"Ayah akan pulang ke rumah saja Soobin." jawab Ayah.
"Ayah tak perlu pulang ke rumah, aku akan mengantarnya pada Ayah, aku tak mau Ayah kelelahan." nasihatku pada Ayah yang sudah membawa peralatan untuk ke tempat kerjanya.
"Jaga saja Ibumu, dia lebih membutuhkanmu." jawab Ayah lagi sebelum dia menghilang dibalik pintu kayu untuk memulai aktifitasnya, yaitu bekerja.
Aku sedikit kecewa Ayah tak mau menerima kebaikanku. Padahal aku ingin membantunya mengurus kami. Selain bertani, Ayah juga harus bekerja sambilan menjadi penempa pedang sampai pulang malam. Terkadang saat malam Ayah pulang, aku dan Ibu tidak menyambut kepulangan Ayah. Tetapi Ayah tidak pernah marah pada kami.
Bicara soal Ibuku... Ya, Ibuku sedang sakit. Sudah seminggu ini beliau terserang demam yang berkepanjangan. Ahli obat dan tabib sudah didatangkan tapi hasilnya nihil. Ibu tidak pernah sembuh.
Saat aku harus pergi bekerja, aku selalu meminta bantuan teman orangtuaku yang baik. Dia mau merawat Ibu sampai aku kembali. Teman orangtuaku juga menolak untuk menerima upah dari kami. Ketika kutanya mengapa, dia menjawab, karena dia teman orangtuaku.
Benar sekali, aku sangat bahagia saat itu. Dia orang yang benar-benar sangat menjaga hubungan persahabatannya dengan orangtuaku. Seandainya semua orang di dunia seperti dia? Itu mustahil!
*****
Peternakan sapi ini adalah tempat kerjaku. Aku bekerja sampai sore lalu pulang ke rumah. Sekarang ini, adalah bagian jatahku membeli obat untuk Ibu. Aku pulang dengan menghitung perak yang kuperoleh dari hasil jerihku. Aku menghitungnya pelan-pelan. Dan jumlahnya hanya sepuluh perak. Menjadi pemerah susu benar-benar sangat rendah. Untuk membeli obat ke kotapun harganya sudah tujuh perak. Rumahku di pedesaan sederhana yang dimana warganya hanya orang-orang biasa. Dikelilingi hutan dan sungai itulah tempat kami. Untuk pergi ke kota yang penuh bangsawanpun harus melalui perbukitan yang jaraknya 500 yard.
Dan titik permasalahannya adalah obat itu yang tidak ada di desa. Obat Ibu hanya tersedia di kota dengan harga yang mahal. Oleh sebab itulah aku benar-benar bingung, aku harus bisa membeli obat Ibu jika tidak keadaannya akan memburuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend Of Black Sun [Yeonbin, Hyunbin, Doybin]
FantasiMereka bilang aku punya rahasia di dalam tubuhku. Rahasia itu yang akan mengubah dunia dengan dua kekuatan. Kekuatan positif untuk kebaikan, lalu kekuatan negatif untuk kejahatan. Tergantung jatuh kepada siapa kekuatan ini dikendalikan, satu-satun...