🌸 Vingt Sept

4.4K 972 97
                                    

Warn : mentioning childhood trauma, harsh words

Seungyoun meluk kamu sampe tangisanmu reda, kepalamu rasanya sakit karena kebanyakan nangis. Jadi kamu milih bahunya Seunyoun sebagai tempat bersandar, kayaknya juga si cowok ini enggak keberatan sama sekali. Karena lengannya dibawa melingkari bahumu terus jatuh di kepalamu, ditepuk-tepuk lembut. Seungyoun tau, kamu enggak akan nangis sebegininya kalo masalahnya sepele, dan hal yang menyangkut keluarga serta trauma masa kecil. Mana berani, dia, ngebahas suatu hal sakral yang kayaknya mau kamu lupain aja kalo bisa.

Jadi sebagai pendengar yang baik, Seungyoun cuma diem dan nunggu. Sampe kamu siap untuk jelasin segalanya dengan rinci.

Di otaknya Seungyoun sekarang lagi muter kata-kata yang kamu ucapin selagi nangis. Ada apa sama Mama? Kenapa kamu cuma sama Sowon? Kenapa soal kepercayaan dan cinta? Ada apa sebenernya?

"Yon, haus..." kamu berujar serak. Tenagamu kesedot habis waktu nangis, mau bergerak juga rasanya enggak mungkin jadi satu-satunya cara ya minta tolong Seungyoun.

Yang lebih tinggi ngelirik mangkuk di meja, dessert beku mereka tadi udah jadi jus. Sedikit banyak nyesel belum dihabisin soalnya enak banget smootie bowl buatannya Sowon. Mungkin habis ini dia harus minta Sowon buatin satu mangkuk lagi—atau besok karena kayaknya Sowon udah istirahat.

"Smoothie bowl tuh, udah jadi jus, sih," kata Seungyoun.

Kepalamu menggeleng pelan. "Air dingin aja, gue gak ada mood mau minum begituan."

"Yaudah, minggir dulu."

Kamu bergerak untuk bikin jarak sama badannya Seungyoun jadi cowok itu bisa jalan ke dapur dan ngambilin kamu segelas air dingin. Kelopak matamu rasanya makin berat, ini besok pagi kayaknya bakal bengkak banget dan kamu gak bisa buka mata.

"Nih." Seungyoun balik duduk di samping kamu bersama segelas air dingin di tangannya yang diulurin ke kamu.

Kamu ngeraih gelas di tangan Seungyoun dan minum isinya perlahan. Rasanya jauh lebih baik.

"Lo gak mau nanya?" kamu bersuara lagi tanpa noleh ke arah cowok di sampingmu.

Yang bikin kaget adalah Seungyoun ngegelengin kepalanya—kamu bisa liat gerakannya dari ujung matamu. Kamu pikir Seungyoun bakal minta kamu untuk cerita, atau minimal nanya ini-itu. Taunya cowok itu milih diem, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya bikin hatimu terasa jauh lebih ringan dan hangat.

"Hak lo mau cerita atau enggak ke gue, Cil. Gue mana pernah mau maksa lo buat numpahin segalanya di detik setelah lo cerita? Kalo lo nyaman ya gue siap jadi pendengar, kalo enggak—ya begini juga cukup. Lo butuh bahu, gue siap sedia."

Kamu bersyukur kenal sama Seungyoun.

"Nanti, kalo gue siap," kamu bersuara lagi, "Gue cerita semuanya, ya."

Seungyoun ngangguk, ngusap kepalamu lembut sambil ngasih satu senyum paling adem—menurut dia sendiri.

"Gue gak akan kemana-mana, Cil. Gue di sini."

Iya, Seungyoun gak akan kemana-mana.

Begitu pula Sowon.

Tapi—apa Baekhyun juga gak akan kemana-mana?

🌸

"Mau ke mana?"

Baekhyun noleh ke arah Bunda selagi dia ngeraih kunci motor di atas meja ruang tamu. Bunda bingung soalnya ini udah jam sembilan, apa Baekhyun mau beli makan? Tapi kok bawa helm?

"Ke rumah, (Y/n)," jawab Baekhyun sekenanya. Dari tadi setelah teleponan sama Junhui dia jadi mikir, masalah ini emang gak akan selesai kalo gak diobrolin. Jadi mungkin Baekhyun akan gerak duluan.

Bunda berdecak, sebel kayaknya. "Udah malem, Mas. Gangguin Sowon sama (Y/n) tidur, lho, ah."

Tapi Baekhyun ngegelengin kepalanya. Udah kepalang pengin pergi, harus bisa selesai atau dia gak bisa tidur malam ini.

"Sebentar, Bun. Penting."

Tanpa nunggu jawaban Bunda, Baekhyun ngeraih tangan Bunda dan ngasih satu kecupan di punggung tangannya sebelum lari ke luar rumah sambil pake helm. Bunda mau marah juga percuma, Baekhyun udah duluan lari begitu.

Selama di perjalanan Baekhyun mikir, apa aja yang perlu diomongin, ya? Mulai dari mana? Nesa juga perlu dibahas, kah?

Dan begitu sampe di depan rumah kamu, Baekhyun malah diem. Kok pintu depannya kebuka? Ada tamu atau apa? Pagernya juga belum dikunci. Baekhyun ngebiarin motornya di depan rumahmu setelah motor kesayangannya dikunci stang dan ngebuka pager rumahmu perlahan.

Alisnya naik sebelah begitu liat ada sepasang sepatu di teras.

"Assalamu'alaikum," Baekhyun ngucap salam, nunggu disahutin salamnya sambil mikir tiga kemungkinan. Antara kamu yang jawab, Sowon, atau—

"Waalaikumusalam."

—Seungyoun.

"(Y/n) mana?" tanya Baekhyun langsung. Kayaknya pertanyaan itu bikin Seungyoun keusik, karena setelahnya cowok yang ditanya malah natap Baekhyun skeptis.

"Lo emang gak bilang mau ke sini?" tanya Seungyoun balik.

Baekhyun berdecak pelan, dia lagi gak mau ngulur waktu.

"Jawab aja, gak usah nanya balik," kata Baekhyun sambil natap Seungyoun sengit.

"Tidur," jawab Seungyoun sekenanya. "Mau ngapain lo?"

Jujur, Baekhyun enggak pengin sama sekali berantem sama Seungyoun. Sama sekali. Karena tujuannya cuma ketemu dan ngobrol sama kamu. Kalo kamu udah tidur, kenapa Seungyoun ada di sini? Dari jam berapa? Kenapa—

"Kubur pikiran negatif lo, jangan mikir aneh-aneh." Seungyoun naikin sebelah alisnya. "Lo mau ngapain ke sini gue tanya?"

"Ngobrol."

"Ngobrol apaan malem-malem begini?"

"Bukan urusan lo."

Seungyoun muak sama sikap pongahnya Baekhyun kalo lagi kumat. Demi Tuhan semesta alam, kenapa ya ada manusia begini?

Berusaha jadi pihak yang tetap tenang, Seungyoun akhirnya narik napas dalam dan dihembuskan perlahan.

"Mending ngobrolnya besok aja soalnya—"

"Lo gak perlu ngajarin gue buat ngelakuin hal yang mau gue lakuin, Yon."

Anjing, umpat Seungyoun dalam hati.

"Anaknya abis nangis, bangsat," kata Seungyoun penuh penekanan. "Gue gak tau ada hubungannya atau enggak sama lo, tapi dia nangis sambil ngeracau dan ada nama lo di dalem racauannya. Kasih dia waktu—"

"Sampe kapan? Sampe kapan harus diulur terus begini? Gue mau ngobrol supaya jelas harus berhenti atau enggak!"

Seungyoun diem. Kaget sama kata-kata yang keluar dari mulutnya Baekhyun.

"Niat lo sebenernya apa, sih, Yon? Mau ngerebut cewek gue apa gimana? Kenapa lo jadi sering sama dia gini? Lo mau jadi pacar keduanya?"

"Ngaco lo, anjing," balas Seungyoun sengit. "Lo mikir gak sih, ngomong kayak gini? Tolol tau gak?"

Sekarang Baekhyun yang diem. Kepalanya penuh banget, dadanya kerasa beneran sesak dan Baekhyun butuh bebannya keangkat. Dia gak tahan harus begini, udah berapa lama berantem sama kamu dan ngobrol secara proper aja belum pernah.

"Pulang aja, ngobrol lagi besok. Gue gak mau dia nangis lagi, suasana hatinya jelek dari tadi pagi," titah Seungyoun.

"Kalo gak ada kesempatan lagi, gimana, Yon?"

Seungyoun natap Baekhyun serius. Dia gak mau jatuh terlalu dalam di permasalahan ini, karena bukan haknya, bukan ranahnya. Tapi mungkin ngasih sedikit masukan boleh, kan?

"Kesempatan itu akan selalu ada, Baek. Lo yang ciptain kesempatannya."

🌸

Semoga hari ini bisa up banyak huhu jangan lupa istirahat kaliaaa!!

Husband Series - Februari 2019

-muffinpororo

[Husband Series] | Byun BaekhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang