2. What the Hell (?)

1.2K 38 28
                                    

Happy Reading ^^

Pagi itu, Jisoo terbangun dengan perasaan aneh, kamar yang ia tempati terasa asing. Dinding dengan lukisan abstrak yang tidak ia kenali, tirai jendela yang panjang dan berat menutupi sinar matahari, membuat ruangan itu sangat gelap. Jisoo mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam dan dimana ia berada saat ini.

Kepalanya terasa sedikit pusing dan badannya begitu lelah, seolah-olah ia baru saja menjalani aktivitas yang sangat melelahkan.
Detak jantungnya mulai meningkat, dan perasaan cemas melandanya saat menyadari bahwa ia tidak berada di kamarnya sendiri. Jisoo memandang sekeliling, mencari petunjuk tentang di mana ia berada, tepat saat itu ia menoleh ke samping dan melihat seseorang yang tertidur di sebelahnya.

Mata Jisoo membelalak saat menyadari bahwa orang itu adalah Jin. Jin yang masih tertidur nyenyak, dengan wajah damai dan napas yang teratur. Pemandangan itu membuat Jisoo tersentak kaget. "Aaaah!" teriak Jisoo tanpa sadar, menghamburkan suaranya yang memecah kesunyian pagi itu. Ia menutupi mulutnya dengan tangan, berusaha menahan teriakannya, namun usahanya sia-sia.

Jin terbangun dengan terkejut, matanya terbuka lebar dan tubuhnya tersentak, setengah sadar dan kebingungan.
Jisoo menepi ke sisi ranjang, menjauh dari Jin, sambil menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan. "Kenapa... Kenapa kita tidur bersama?" tanyanya dengan suara gemetar, matanya berusaha mencari penjelasan di wajah Jin.

Jin mengusap wajahnya, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang masih tersisa. Dia menatap Jisoo dengan tatapan serius. “Maaf Jisoo”

Jisoo seketika menjadi bingung dan panik. Namun, melihat ketenangan di wajah Jin, ia mencoba menenangkan dirinya, mungkin saja Jin bercanda. Sungguh tidak mungkin. "Aku... aku tidak ingat apa-apa," katanya pelan, menundukkan kepala.
“Aku akan cari sarapan lalu mengantarmu pulang”


=====


Jin kembali ke apartemennya dengan membawa dua bungkus McDonald's untuk sarapan. Ia membuka pintu perlahan, berharap tidak mengganggu Jisoo yang mungkin masih tertidur. Namun, ketika ia melangkah masuk, ia mendengar suara tangisan pelan dari arah kamar tidur.

Jin segera mendekati kamar dan melihat Jisoo masih duduk di ranjang sembari menangis. Jin merasa sedikit bersalah melihat Jisoo seperti itu. Lantas Jin meletakkan kantong berisi sarapan di meja samping dan duduk di tepi ranjang dan duduk di dekat Jisoo.

"Jisoo," panggil Jin lembut. "Aku bawa sarapan"

Jisoo menggelengkan kepala, air matanya masih terus mengalir. "Aku... aku tidak tahu harus bagaimana, Jin” katanya dengan suara terisak.

Jin menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum menenangkan Jisoo. Ia mengambil tangan Jisoo dengan lembut lalu menggenggamnya erat. "Jisoo, dengarkan aku. Aku akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan tidak akan ada yang tahu tentang ini" ujarnya mencoba menenangkan.

Jisoo mengangkat wajahnya, menatap Jin dengan mata yang masih basah. "Tapi bagaimana dengan keluargamu? keluargaku? Teman? Sekolah? Atau mungkin pacarmu?" tanyanya dengan suara penuh kekhawatiran.

Jin menggeleng pelan. "Aku tinggal sendirian di sini, aku tidak nyaman di rumah keluarga angkatku. Terlalu banyak peraturan dan tuntutan. Lagi pula, aku jomblo sekarang, jadi tidak ada yang perlu kita khawatirkan tentang ini" jelas Jin dengan nada yang menenangkan.

Kata-kata Jin mulai meresap di pikiran Jisoo. Ia menghapus air matanya dengan punggung tangan dan menghela napas panjang. Meskipun hatinya masih diliputi kecemasan, kata-kata Jin memberinya sedikit ketenangan. "Kau yakin tidak akan ada masalah?" tanyanya sekali lagi, ingin memastikan. “Apa mungkin pria sepertimu jomblo?”

Jin mengangguk dengan penuh keyakinan. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, sungguh. Kita bisa melewatinya bersama" katanya sambil tersenyum lembut.

Jisoo merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata Jin. Ia membalas senyuman itu meski masih terselip sedikit kekhawatiran di wajahnya. Dengan perlahan, ia mendekatkan diri pada Jin dan memeluknya. Jin pun ikut memeluk Jisoo dengan hangat, membiarkan gadis itu merasakan ketenangan dalam pelukannya.

Di dalam pelukan itu, Jisoo bisa merasakan kehangatan dan ketulusan dari Jin. Sarapan McDonald's yang dibawa Jin mungkin bisa menunggu sebentar lagi, karena saat itu, yang paling penting adalah menenangkan hati dan pikiran mereka.


=====


Setelah diantar pulang oleh Jin, Jisoo melangkah masuk ke rumahnya dengan perasaan campur aduk. Kegelisahan masih menyelimutinya, dan pikirannya berputar-putar tanpa henti. Ia mencoba menenangkan dirinya, tapi bayangan kejadian semalam terus menghantuinya.

Rumah Jisoo begitu sunyi, hanya terdengar suara lembut kipas angin yang berputar di langit-langit. Jisoo tahu bahwa ibunya sedang sibuk dengan bisnisnya dan seringkali pulang larut malam atau bahkan tidak pulang sama sekali. Sementara ayah tirinya sedang di luar kota entah untuk urusan apa, Jisoo tidak pernah peduli.

Ketika dia memasuki ruang tamu, keheningan rumah yang kosong membuat perasaannya semakin berat. Jisoo pun meletakkan tasnya di sofa dan duduk diam, merenung. Ia masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi padanya. Meskipun Jin sudah berusaha menenangkannya, tapi ia tidak bisa menghilangkan rasa takut dan cemas yang melanda hatinya. Dalam kesunyian itu, air matanya mulai mengalir lagi. Ia merasa begitu sendirian dan tidak tahu harus berbicara dengan siapa.

Sampai senja pun tiba, namun Jisoo masih diam ditempatnya seperti orang gila.

Tiba-tiba pintu depan terbuka dan Jennie masuk ke dalam rumah pulang dari masa pengenalan lingkungan sekolah di SMA barunya. Dia tampak lelah tetapi masih bersemangat dengan seragam sekolah dan rambut yang diikat rapi.

"Jisoo?! Darimana aja?!" seru Jennie sambil menaruh sepatunya di rak dan berjalan masuk. Dia melihat Jisoo duduk di ruang tamu dengan tatapan kosong. "Jisoo lo kenapa? Kemana saja semalam? Tadi gue cari di sekolah juga gaada?" tanyanya penasaran.

Jisoo terdiam sejenak, tidak tahu harus menjawab apa. "Aku... ada urusan, udah ijin kok, sorry ga beritahu dulu" jawabnya singkat sambil menghindari tatapan Jennie.

Jennie mengerutkan kening, merasa ada yang aneh. "Urusan apaan? Terus lo kelihatan sedih, kenapa?" tanyanya lagi, mencoba mencari tahu lebih lanjut.

Jisoo merasa sulit untuk berbicara, apalagi menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ia tahu bahwa Jennie hanya khawatir, tapi ia belum siap untuk membicarakan hal itu dengan siapapun. "Aku lelah, Jennie. Mau tidur dulu," katanya dengan suara pelan.

Jennie masih merasa khawatir, tetapi ia tidak ingin memaksa Jisoo untuk bercerita. "Kalau butuh sesuatu, panggil aja gue" katanya dengan lembut.

Jisoo mengangguk lemah, kemudian bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamar dengan perlahan, kemudian berbaring di tempat tidurnya. Mata Jisoo terpejam, tetapi pikirannya masih penuh dengan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran.

Di kamar yang gelap itu, Jisoo mencoba memejamkan mata dan berharap bisa melupakan sejenak semua yang terjadi. Dengan begitu banyak yang belum terjawab, Jisoo terlelap dalam tidur yang gelisah, membawa serta semua keraguan dan kekhawatiran dalam mimpinya.




To Be Continue ...


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketua Osis  | JinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang