Chapter 1

449 50 6
                                    

Sakura menatap jengah kearah kakek mertuanya, yang tengah duduk bersantai sambil menyesap kopi hitam kapal selam di dalam rumah. Semua kegugupannya saat perjalanan menuju kampung halaman suaminya hilang tertiup angin kala Madara mulai memperlakukannya dengan tidak berperikeUchihaan. Setelah resmi menikah 3 hari lalu, Suaminya langsung memboyongnya ke kampung halamannya. Cukup terkejut karena tindakan suaminya itu dinilai terburu-buru. Daripada berdebat dengan suaminya di awal tahun pernikahannya lebih baik ia mengalah dan menuruti keinginan suami keras kepalanya itu.

Dan disinlah Sakura, berdiri di tengah kebun yang luasnya melebihi dahinya sendiri dibawah teriknya sinar matahari. Ia baru saja sampai, lalu kakek mertua "tercintanya" itu langsung menyuruhnya untuk "berkebun", memanen semua rumput liar yang mulai tumbuh di halaman belakang rumahnya. Dia pikir perjalanan kesini semudah membuang angin, yang hanya tinggal ngeden langsung keluar?. Hell... No, Sakura sampai harus tidur dengan posisi duduk karena memakan waktu setengah hari. Belum lagi perasaan cemas yang berlebihan karena akan bertemu keluarga besar suaminya untuk pertamakali.

Semua bayang-bayang keramahtamahan yang ditanamkan di rumah mertuanya hilang sudah. Sakura merasa sangat istimewa saat berada disana. Karena ia tidak perlu melakukan apapun disana. Sebelum berangkat Sasuke suaminya yang mukanya datar sedatar talenan dapur mengatakan pada Sakura agar menganggap ini sebagai honeymoon mereka. Suaminya bilang tempatnya sangat nyaman untuk bersantai, jauh dari keramaian kota, dan ada banyak tanaman hijau yang akan menyejukkan mata. Saking banyaknya tanaman hijau, berhasil membuat Sakura tidak bisa bersantai. Benar- benar semanis honey dan seindah moon.

"Hey, caramu mencabut rumputnya salah" Alis Sakura berkedut. Dilihatnya Madara sudah berdiri dengan dagu sedikit dinaikkan di depan pintu. Memangnya ada aturan dalam mencabuti rumput liar?. Adakah teknik khusus yang harus ia lakukan supaya tidak merusak kelestarian dari keberlangsungan hidup rumput liar?.

"Lalu aku harus mencabutnya bagaimana, kek?" tanya Sakura mencoba seramah mungkin.

"Aku tidak akan pernah mengakuimu sebagai istri Sasuke selama tanganmu masih halus. Kau pasti tidak pernah melakukan perkerjaan rumah" ughh... Sakura memegangi jantungnya. Ucapan Madara begitu menohok, hatinya bagai dibanting dari langit oleh kakek mertuanya sendiri. Memang benar adanya jika Sakura tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga. Alasannya, bukan semakin rapi rumahnya malah akan semakin hancur jika wanita itu yang menanganinya.

"Aku akan mendisiplinkanmu. Jangan melamun saja cepat bekerja, pekerjaanmu bukan itu saja"

"Baik" jawab Sakura dengan suara lemah. Madara kembali melenggang masuk menempati tempat yang ia duduki sebelumnya. Hatinya berteriak mendengar kalimat terakhir yang Madara ucapkan. Sepertinya selama berada disini ia harus banyak berdoa, agar bisa pulang kembali ke Konoha dalam keadaan utuh.

Sudah tiga puluh menit Sakura berjongkok, ia mulai merasakan nyeri disekitar pinggangnya. Ia berdiri dan merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Emeraldnya bergulir menatap sekitarnya, menghitung berapa banyak lagi sisa pekerjaan yang harus ia kerjakan. Sakura membuang napasnya kasar. Ia bahkan belum menyelesaikan setengah dari luas halaman tersebut. Dalam hati merutuki kekayaan tanah yang dimiliki keluarga Uchiha. Dengan kesal ia mencabuti rumput liar tersebut sambil menatap jengkel kearah Madara.

Bisa-bisanya kakek tua itu duduk di bawah naungan atap, jauh dari sengatan sinar matahari, sambil memantau pekerjaan Sakura dengan kopi yang tinggal ampasnya saja diatas meja. Membuat Sakura teringat kata pepatah "tua tua keladi, makin tua makin jadi". Kesal dengan kakek beruntung itu. Kenapa kakek semenyebalkan itu bisa memiliki umur lebih dari setengah abad. Mungkin Sakura akan menjadi menantu kurang ajar yang akan bersyukur dihari kematiannya.

Ujian Cinta Eyang MadaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang