Mendadak Dufan

432 30 15
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi. Suasana hening di kelas 11 IPS 2 langsung digantikan dengan gumam panik anak-anak yang belum menyelesaikan ulangan ekonomi hari ini. Materi indeks harga dan inflasi memang cukup sulit, perlu hafal rumus, dan ada hitung-hitungannya.

Otak Mega yang sudah mogok kerja dari setengah jam yang lalu dipaksa kembali berfungsi.  Terlihat juga upaya jiwa-jiwa putus asa lainnya masih berusaha mendapatkan jawaban dari sana-sini.

"Yang tidak mengumpulkan dalam hitungan sepuluh, Ibu anggap tidak mengikuti ujian," seru Bu Supni, sang guru ekonomi.

"Satu."

Keadaan kelas semakin ricuh. Beberapa anak akhirnya mulai mengumpulkan soalnya ke meja guru, sedangkan beberapa mulai terang-terangan bertanya dengan yang lain. Suasananya terlalu kacau tapi Bu Supni gak gentar. Beliau gak pernah gentar.

"Dua." Sambil memainkan cincinnya, Bu Supni terlihat menikmati kegaduhan yang beliau sebabkan.

Mega mencoba mengingat-ingat kembali materi yang dipelajari bersama teman-temannya saat istirahat siang tadi. Saat ini masih ada empat soal belum terjawab dan dua di antaranya adalah soal isian yang punya bobot nilai lebih besar!

"Lima."

Stres. Mega stres berat. Sebelah kakinya menginjak bumi, seperti tukang jahit, dengan kecepatan tinggi. Mejanya jadi bergetar seperti kena gempa bumi. Farah, teman sebangkunya, sampai pindah ke meja sebelah yang sudah kosong agar bisa menulis dengan tenang.

"Tuj—" 

"BU TUNGGUIN! SEDIKIT LAGI!" Yohana berteriak, sambil tetap kebut menyalin jawaban Brigitta. 

Bu Supni bersiap-siap dan membereskan tas serta kertas-kertas ulangan yang sudah dikumpulkan. "Sembilan."

'Aduh, teuing! Bodo amat, deh, dua soal belum diisi. Kalo nilainya di bawah KKM tinggal ikut remedial,' pikir Mega sambil bergegas mengumpulkan hasil ulangannya ke meja guru. 'Daripada dapat nilai nol.'

"Sepuluh," kata Bu Supni bertepatan dengan diterimanya lembar jawaban Mega. "Ya, sudah semua, ya, anak-anak. Ibu cukupkan kelas hari ini. Sampai minggu depan, selamat berakhir pekan," ucap Bu Supni sambil berjalan ke luar kelas.

🎡🎡🎡

Setelah ulangan ekonomi yang hasilnya sudah diyakini gak akan memuaskan, Mega cuma ingin pulang dan menonton kelanjutan drakor yang sedang diikutinya —Lovestruck in the City. 

Karena hari ini harus pulang sendiri, Mega pun menyalakan HP yang selama jam pelajaran wajib dimatikan untuk memesan ojek online. Begitu HP-nya aktif, langsung muncul beberapa notifikasi panggilan tak terjawab dari kakak sulungnya, Mas Agung. 

Mega baru akan menelepon kakaknya kembali saat panggilan tersebut kembali datang.

"Kenapa, Mas?" Mega bertanya setelah mendengar sapaan kakaknya.

"Udah pulang, belum?"

"Udah, baru aja. Kenapa emang?" Sambil berjalan santai di koridor depan kelas, perempuan berusia 16 tahun itu sesekali tersenyum dan menganggukkan kepala saat berpapasan dengan teman-temannya.

"Ke Dufan, mau?"

"Hah? Gimana, Mas?" Mega pikir ia salah mendengar pertanyaan kakaknya.

"Kamu mau ke Dufan, gak?" Mas Agung mengulang pertanyaannya. "Aku ada tiketnya, nih, tapi cuma ada dua."

"Ih, mau, Mas!!" seru Mega yang antusias banget. "Untuk kapan tapi?"

"Sekarang. Aku jemput, ya? Kamu masih di sekolah, kan?"

Rumah Nomor 8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang