Akhirnya aku menikmati waktu. Duduk di hamparan rumput, di tengah keramaian seraya menatap mentari terbenam. Saat aku melihat mentari perlahan terbenam, aku merasa damai, tetapi sendu.Dengan terbenamnya aku merasakan betapa banyak jiwa yang pergi bertahun-tahun lalu.
Nyaman, merasakan setiap hembusan angin menerpa baju panjangku yang menutup seluruh tubuh hingga kaki. Matahari sudah tak terlihat, tetapi cahayanya masih terpancar di balik bayang awan. Mungkin pula itu salah satu alasan mengapa aku menyukai senja—karena aku selalu meratapi kepergian. Namun, aku senang.
Di tempat ini banyak orang yang tersenyum—dengan alasannya sendiri. Rasanya aneh aku menulis kisah ini di tengah keramaian. Padahal tiap aku menatap senja, air mata jatuh dari pelupuk mata.
Terkadang beberapa pasang mata menatapku heran. Ya, aku aneh. Menangis diantara mereka yang tersenyum hanya dengan menatap matahari terbenam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Ketikan Sederhana
Short StoryKetikan sederhana dari curahan rasa dan imajinasi.