Who?

4 1 0
                                    


Elang duduk di sebuah ruang interogasi. Seorang pria yang duduk di sebarangnya tampak bangkit dan pergi keluar dengan raut menahan emosi.

"Apa dia masih diam saja?" tanya seorang wanita di ruangan sebelah, tempat Elang diawasi dari sana.

"Saka bahkan sampai terlihat kesal menghadapinya," ucap pria berperut buncit.

"Aku akan mencobanya," ujar si wanita sembari menatap ke arah Elang dari kamera pengawas. Setelah itu, ia melangkah pergi menuju pintu keluar, di sana dia berpapasan dengan pria bernama Saka.

"Mau ke mana?" tanya Saka. Namun, wanita itu diam tak menjawab. Tangannya tampak merampas dokumen berisi catatan tersangka dari tangan Saka.

"Lisa," panggil Saka.

"Dia ingin menginterogasi pria itu," sahut pria bertubuh buncit, Pak Aryo—seorang AKP—atasan Saka.

***

Di dalam ruang interogasi. Elang tampak diam membisu. Awalnya—saat baru sampai di kantor polisi—Elang masih mau bicara beberapa penggal kalimat. Tapi, kemudian dia mulai bungkam saat beberapa jam yang lalu Pak Aryo—pria buncit di ruangan sebelah tadi—memukul kepalanya ketika Elang berusaha untuk berkata jujur. Pikir Elang, percuma saja ia bersuara jika setiap perkataan yang keluar dari mulutnya selalu dinilai dusta. Karena itu, Elang memilih bungkam selama beberapa jam terakhir ini.

"Elang Orlando?" panggil Lisa yang telah duduk di depannya.

Elang menengadahkan kepalanya, menatap wanita itu tanpa minat. Sama seperti sebelumnya, ia hanya diam memandangi orang yang duduk di seberangnya.

"Aku Elisa, panggil saja Lisa."

Elang tak menanggapi.

"Elang, aku akan mengajukan pertanyaan padamu. Jadi, tolong kerjasamanya, ya," cakap Lisa. Wanita itu menghela napasnya sejenak, sebelum kemudian melontarkan pertanyaannya. "Menurut kamu ... Winda itu orangnya seperti apa?"

"Kamu bisa katakan semuanya padaku. Aku akan mendengarkanmu," lanjutnya, setelah beberapa saat tidak mendapatkan respons dari pria itu.

Elang masih diam. Pria itu sepertinya benar-benar mengunci mulutnya rapat. Lisa harus memutar otaknya untuk mencari tahu bagaimana cara dia menemukan kunci agar Elang mau membuka mulutnya kembali. Setidaknya, Lisa butuh sedikit saja gerakan tubuh Elang agar ia bisa menilai pria itu.

"Aku dengar dari para tetangga, sejak kecil kamu diperlakukan tidak adil oleh orang tua angkatmu. Apa itu benar?" tanya Lisa, lagi. Namun, Elang masih mengunci rapat mulutnya.

Lisa mengembuskan napasnya berat, wanita itu menatap Elang sekilas, lalu melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang dan pria di depannya itu sama sekali tidak mengeluarkan satu kata pun.

"Baik, kalau tidak ada yang ingin kamu katakan. Kita istirahat dulu selama satu jam. Setelah itu, aku akan kembali ke sini dan melanjutkan obrolan kita," ujar Lisa.

Wanita itu dengan terpaksa bangkit dari duduknya. Tangannya terlihat mulai merapikan berkas-berkas berisi catatan investigasi dan latar belakang Elang.

Elang diam memperhatikan gerakan tangan wanita di depannya itu. Sorot matanya terfokus menatap berkas berisi catatan tentang dirinya. Sampai kemudian, kepala Elang tampak mendongak menatap ke arah Lisa.

"Untuk apa kalian ingin tahu tentang penilaianku pada perempuan yang sudah meninggal?" Elang akhirnya bersuara.

Seketika itu, Lisa menghentikan gerakan tangannya. Wanita itu menatap Elang lekat, menunggu Elang mengatakan kalimat selanjutnya.

I Can See You: Dark LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang