Teror Dalam Kardus

1 1 0
                                    

Aku membuka mataku perlahan. Cahaya redup menusuk retinaku kuat. Aku mengerjap beberapa saat sampai kemudian mataku terbiasa dengan cahaya sekitar.

Tempat ini, rasanya tidak asing bagiku. Aku melihat dinding di sekitarku lembab, suara tetesan air terdengar dari atap ruangan. Aku bergerak, tapi kemudian sadar kalau tubuhku terikat kencang pada sebuah kursi kayu.

Sinar lain tiba-tiba menyorotku, aku memicingkan mata silau, kemudian menatap titik merah yang berkedip-kedip pada sebuah kamera yang terpasang beberapa meter di depanku, yang menandakan bahwa aku sedang berada dalam siaran langsung.

‘Siaran langsung?
 
Kelopak mataku seketika terbuka lebar. Aku tahu sekarang di mana diriku berada. Tubuhku pun seketika bergerak gusar, mencoba melepaskan diri dari ikatan tali yang sialnya terikat sangat kuat. Aku ingin berteriak, tapi tidak, aku mengurungkan niatku untuk bersuara. Karena, aku tahu, suara melengking pun tak akan pernah bisa membuatku selamat.

Ruangan ini seperti sebuah penjara bawah tanah. Pengap, lembab, dan aku yakin pastilah kedap suara. Karena aku ingat dengan jelas bagaimana pria dalam siaran langsung yang aku tonton malam itu melengking sangat kuat. Namun, seolah tak ada yang mendengarkan jeritannya. Yang mendengarnya hanyalah para penonton siaran langsung itu, dan aku yakin mereka bukannya kasihan tapi malah tertawa kegirangan.

Lalu sekarang. Aku lah yang menjadi pria itu, pria yang terikat dalam kursi kayu, pria yang menjadi tontonan para monster berdarah dingin. Psikopat. Apa yang mereka mau dariku? Bagaimana aku bisa ada di sini? Sial.

Suara langkah kaki tiba-tiba terdengar. Saat itu juga jantungku berdegup kencang. Keringat dingin mengalir deras dari celah pori-poriku yang seakan terbuka lebar. Hatiku mendesah cemas. Aku diselimuti oleh rasa takut yang meletupi benakku. Bahkan rasanya aliran darahku terasa dingin, membuat tubuhku gemetar dan bibirku terasa kering, memucat. 

Tap.

Langkah kaki itu berhenti. Tepat di hadapanku. Aku tak berani mendongak, hanya fokus menatap ke depan, walau sebenarnya mataku melirik pada pisau tajam yang seolah tengah menyeringai padaku.

“Siapa pun boleh masuk ke dalam situsku, tapi tidak satu pun anggota yang sudah masuk diizinkan keluar, jika ada anggota yang keluar, maka dia akan mati,” kata pria di hadapanku itu.

Tubuhku seketika membeku, sadar kalau kalimat itu terasa sangat familier dalam benakku. Sebuah kalimat yang aku baca pada aturan situs itu. Astaga, aku pikir itu hanya sebuah lelucon. Aku memang bodoh, tidak seharusnya menganggap semua yang ada di dunia ini adalah lelucon menyedihkan.

Pada akhirnya, pisau dalam genggaman pria itu mulai mengayun di udara. Seketika itu, aku menutup mataku rapat, pasrah dengan apa yang akan terjadi padaku. Sampai kemudian aku merasakan sesuatu yang tajam menembus dadaku, tepat di bagian ulu hatiku berada.

Jeritanku pun terlontar, meski sudah sekuat tenaga aku mencoba menahan diri untuk tidak membuat suara agar para monster yang menontonku merasa kecewa. Namun, rasa sakit ini benar-benar sulit untuk dibungkam.

Aku tak kuasa, napasku melemah, seakan sebuah mesin vakum menyedot habis seluruh udara. Dunia pun terasa berputar, membuatku kehilangan arah dan terjatuh. Aku mengerang, merasakan sakit pada sebagian tubuhku. Kemudian, mataku seketika terbuka dan aku sadar kalau tubuhku baru saja jatuh dari atas tempat tidur.

Perlahan, aku bangkit dan berdiri tegak, lalu menatap seluruh tempatku berpijak. Ini kamar kosku. Jadi, tadi itu hanya mimpi?

Aku mengembuskan napas berat. Kemudian duduk di pinggir kasur sambil mengusap wajahku kasar. Astaga. Setelah aku berpikir bahwa aku akan mati dalam ketakutan. Tapi ternyata semua itu hanya mimpi. Apa semua ini lelucon? Kakiku bahkan masih terasa lemas mengingat semua kepingan kejadian itu. Tadi itu sungguh seperti sesuatu yang nyata. Aku bahkan masih ingat dengan jelas bagaimana rasa sakit dari pisau yang menusuk dadaku. Apalagi saat seluruh oksigen seolah hilang dari jangkauan hidungku. Sesak dan tak berdaya.

I Can See You: Dark LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang