[Permata Hijau, South Jakarta - 3 August 2015, 06:30 AM]
KRING! KRING! KRING!
Suara nyaring dari alarm jam weker menggema di kamar bernuansa soft pink and beige milik Adellynn Juliette Hedwig. Namun, gadis remaja itu tetap terlelap, seolah-olah bunyi keras itu hanyalah angin lalu. Wajahnya tampak damai, tersenyum kecil seperti sedang bermimpi indah.
Padahal, ini adalah hari pertama Adellynn di sekolah barunya-hari yang seharusnya membuatnya lebih semangat. Tapi, jangankan bergegas bangun, menyadari alarm yang terus berbunyi saja ia tidak.
Di lantai bawah, seorang asisten rumah tangga bernama Inem mulai merasa cemas. Suara alarm yang tak kunjung berhenti membuatnya naik ke kamar Adellynn dengan tergesa-gesa. Sesampainya di sana, Inem langsung mematikan jam weker dan mendekati sang majikan kecil.
"Mbak Adel... Mbak Adel, bangun, Nak," ujar Inem sambil menggoyangkan tubuh Adellynn dengan lembut.
"Hmm... ada apa, Bi?" jawab Adellynn dengan suara serak, matanya masih tertutup rapat.
"Astaga, Mbak Adel, ini udah siang! Ayo bangun, nanti terlambat ke sekolah baru," desak Inem panik.
Adellynn perlahan membuka matanya, lalu menggeliat malas. "Hah? Jam berapa sih, Bi? Bukannya ini masih jam 4 pagi? Aku kan biasanya setel alarm jam 5," katanya santai, sambil menarik selimut lagi.
"Ya ampun, Mbak! Ini udah jam setengah 7!" balas Inem sambil menghela napas. "Alarm-nya daritadi bunyi, mungkin Mbak-nya terlalu nyenyak jadi nggak dengar. Ini tadi Bibi yang matiin."
Mendengar itu, mata Adellynn langsung terbuka lebar. "APAAAA?! SETENGAH 7?!" serunya histeris.
"Iya, Mbak Adel. Cepetan bangun, mandinya jangan lama-lama. Bibi udah siapkan sarapan, tapi udah dingin sekarang," jelas Inem sambil menggelengkan kepala, merasa gemas.
"Aduh, terus Papa sama Kak Tristan, Bang Kevin? Udah pada bangun belum?" tanya Adellynn sambil melompat dari tempat tidur.
"Tuan udah berangkat ke Surabaya jam 4 pagi tadi, Mbak. Mas Tristan juga udah ke sekolah, dan Mas Kevin baru aja berangkat ke kampus sepuluh menit yang lalu."
Adellynn langsung melongo. "KENAPA NGGAK ADA YANG BANGUNIN AKU?!" teriaknya sambil berlari ke balkon untuk mengambil handuk.
"BI, AKU MANDI DULU! TOLONG SIAPIN SERAGAM, TAS, SAMA SEPATU BARU, YA! POKOKNYA SEMUANYA HARUS SIAP!" teriaknya sebelum menghilang ke kamar mandi.
Inem hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil melihat tingkah majikannya. "Dasar, Mbak Adel, ada aja ulahnya tiap pagi," gumamnya sambil mulai menyiapkan perlengkapan sekolah Adellynn.
Inem sangat menyayangi Adellynn. Ia sudah menganggap gadis itu seperti anak kandungnya sendiri. Apalagi setelah kehilangan ibunya, Adellynn kerap menunjukkan sisi rapuhnya, meskipun ia berusaha tegar di depan keluarganya.
Ibunda Adellynn telah meninggal dunia ketika Adellynn baru duduk di bangku kelas satu SMP. Tragedi itu terjadi saat sang ibu dalam perjalanan pulang dari Singapura, tempat ia bertugas selama dua bulan. Malangnya, sebuah kecelakaan parah merenggut nyawa sang ibu di tempat kejadian. Ia tak sempat mendapatkan pertolongan medis karena kehabisan darah.
Kehilangan tersebut menjadi luka terdalam bagi keluarga Hedwig, terutama bagi Adellynn. Kala itu, ia sangat menantikan kehadiran ibunya untuk bisa memeluk dan mencurahkan rasa rindunya. Namun, takdir berkata lain. Ia bahkan tak sempat mendengar ucapan terakhir dari ibunya.
Momen paling menyayat hati adalah ketika Adellynn memeluk peti mati sang ibu. Ia berharap bisa merasakan pelukan hangat itu kembali, namun yang ia temui hanyalah keheningan dingin yang tak akan pernah terbalas. Tangisannya pecah, dan sejak saat itu, dunia Adellynn tak pernah sama lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
BRACELET
Fanfiction[18+] harsh words, violence, bullying, sexual abuse there are two people meant to be together, caused of the bracelet that has brought them. and fate will bring them together to share their love. but their lives are given many trials to see the str...