Tatapan menghujamnya. Menghakimi tanpa bertanya. Menyalahkan sebagai pelampiasan. Menuntut agar ia adalah biang penyebabnya.
'Rumahku istanaku' salah satu frasa penuh lelucon yang pernah didengarnya. Yang seharusnya tempat penghilang penat, malah kebalikannya.
Ia tak ingin disalahkan, ia juga tidak ingin dihakimi hanya karena ia ada. Jika saat itu semesta mengambilnya, bukan malaikat kesayangannya, ia menerimanya dengan segenap hati. Tapi, kenapa semesta memilih sosok ini tetap bertahan?
"Istriku pergi karena anak sepertimu lahir! Ya~!"
Terlalu menyakitkan, menyangkal pun tak bisa, menatap lantai adalah pilihan yang tepat. Kenapa saat itu hanya dia yang bertahan? Kenapa? Jika semesta membiarkannya, seharusnya semesta bertanggung jawab akan pilihannya itu.
Prank!
Botol kaca itu menghantam kepalanya, ia merunduk penuh rasa sakit. Mental atau fisik, semuanya terasa perih baginya. Sedikit terhuyung karena cairan berwarna merah itu keluar padahal mereka tak bersalah. Terpaksa keluar karena sang pemilik tubuh membiarkannya keluar.
Bocah yang baru masuk menyadari sebuah adegan drama yang paling menyedihkan. Meneriaki sebuah nama, memecah kegaduhan sang kepala keluarga yang terlalu kekanakan. Mencemooh, menghina, menyalahkan, ia tahu, sang ayah terlalu cinta hingga buta akan cinta tersebut, terlalu sayang hingga lupa akan kasih sayang yang akan diberikan kepada kedua anaknya.
"Dobby!!! Kepalamu! Apa yang kau lakukan, kau ayahnya bukan?!!!!" Junkyu memeluk Doyoung, menekan darah yang mengalir karena hantaman itu berusaha melindungi si bungsu. Ia menyaksikannya dibalik pintu, ia pikir akan ada pembelaan dari Doyoung, walaupun ia tahu, tubuh ringkih Doyoung tak akan pernah membelanya, tapi hanya ada penyesalan didalam benaknya. Bunda sebagai korban, namun, tak jauh beda dengan sang adik. Mereka berdua adalah korban, tetapi sang ayah mengubah fakta bahwa Doyoung adalah biang dari segalanya.
"Hey! KIM JUNKYU~ kenapa kau kesini!? Haish~ PERGI KALIAN!!!! ADIK KAKAK SAMA SAJA!"
Junkyu langsung menarik Doyoung jauh dari ayahnya. Kali ini mereka dibiarkan. Walaupun Doyoung terkena kali ini. Setidaknya kali ini ia selamat, dan bisa fokus membersihkan luka Doyoung. Sering kali Junkyu terluka karena perdebatan. Dan Doyoung menjadi satu-satunya anak yang merasa bersalah. Terkadang Junkyu berpikir untuk tidak menambah beban perasaan akan kesalahan Doyoung, namun pria itu terlalu keji untuk menghukum Doyoung yang notabenenya tidak salah.
Junkyu bingung, membela tapi dengan tidak sengaja menambah rasa bersalah atau diam tapi membiarkan sang adik sendirian.
Junkyu menggendongnya.
"Kita pergi!"
Ucap Junkyu. Tapi tidak berpindah tempat untuk berpulang. Mau bagaimana pun, sang ayah akan melakukan kekerasan jika alkohol mengontrolnya. Jika tidak, maka orang itu akan diam tak ingin berbicara pada mereka. Junkyu tidak salah, hanya saja ia memasukinya.
"IYA~ PERGI SANA! JANGAN KEMBALI LAGI"
Ketika kaki melangkah melalui pintu, membatasi dunia luar dan dalam, seketika itu pula aroma alkohol hilang akan udara luar, memutar balikkan fakta bahwa dunia luar adalah tempat yang kejam, namun berbanding terbalik dengan kedua bersaudara itu hadapi.
Junkyu berlari, terus menekankan kata-kata agar Doyoung tetap membiarkan binarnya tetap terbuka. Seragam yang mereka pakai, bukanlah seragam yang bersih akan noda sekarang.
"Bang, pusing"
Hanya dua kata saja, dada Junkyu terasa teriris. Harusnya ia tidak hanya menyaksikan saja, tapi menjadi pembela sosok ringkih yang ia sayangi. Ia salah.
"Hari ini, Bang Ajun selamat. Maafin Dobby yang bunuh Bunda"
Junkyu tetap diam, darah Doyoung, ia tak tahu sebanyak apa yang keluar. Tapi hantaman itu cukup membuat darah Doyoung tidak berhenti mengalir semenjak dua menit ia berlari menggendongnya.
"Dobby rindu Bunda"
Sesak. Itu yang Junkyu rasakan.
Hingga apotek yang berdiri tegak pun terlihat. Junkyu menaruh Doyoung di kursi tunggu, membiarkannya terbaring mencegah banyaknya darah yang keluar.
Pusat perhatian, hal yang paling Junkyu kesali. Namun, dihadapannya ada nyawa yang sedang ingin ia lindungi. Ketika kakinya beranjak ingin membeli, sang apoteker bergerak lebih dulu.
"Adiknya kenapa dek?" Tanya sang apoteker dengan wajah khawatir.
"Kak, to.."
Belum saja Junkyu menyelesaikan kalimatnya, sang apoteker membantu tanpa pamrih.
Hari itu, luka terparah yang digoreskan oleh sang kepala keluarga kepada si bungsu tanpa rasa bersalah. Meninggalkan bekas luka yang terlihat dibalik helaian poninya. Menutupi agar semesta merasa bersalah memilihnya untuk tetap tinggal.
______
KAMU SEDANG MEMBACA
Your brother | Treasure
FanficTeruntuk semesta yang memintanya untuk tinggal. Seolah menuntut untuk bertahan, menaruh ketidakadilan padanya. Ia berucap... "Topeng yang indah" Kim Doyoung ⚠️Slowupdate