Empat

60 3 4
                                    

Kyeongnam High School

Dowoon menatap kosong bangunan yang berdiri megah di hadapannya. Dengan gontai, ia melangkah masuk menuju ruang kelasnya. Menapaki sepanjang selasar, banyak siswi berbisik-bisik sambil menatapnya terkagum-kagum, bahkan nyaris tanpa kedip.

Days Gone By memang bukan yang paling terkenal seantero negeri. Akan tetapi, ketampanan para punggawanya--termasuk sang penggebuk drum--sudah sering menjadi buah bibir di sana-sini.

Dowoon sendiri tidak begitu peduli.

Baginya, musik adalah nafas. Selama ia bisa bebas bermusik, ia bisa bebas bernafas. Ketenaran di matanya bukanlah prioritas.

"Yoon Dowoon-ssi!"

Dowoon menoleh ke arah sumber suara. Ah, anak itu lagi.

Dari ujung koridor, Kim Minkyu melambaikan tangannya dengan riang. Dengan tergesa, ia berlari menghampiri sang idola. Naas, tali sepatu kirinya tak sengaja terinjak sehingga ia terjerembab ke depan.

"Aduh!"

Dowoon refleks menahan tawa.

Minkyu berusaha bangkit sambil merutuk dalam hati. Sungguh tidak elit sekali nasibnya di hadapan sang idola. Pertama kali berjumpa, ia dalam keadaan basah kuyup seperti gembel. Kali ini, bisa-bisanya pula ia terjatuh hingga jadi bahan tertawaan seisi selasar.

Kraakk...

Sepasang converse mulus yang tampak mahal hinggap tepat di atas benda kecil putih lalu menginjaknya hingga benda itu hancur berkeping-keping. Sang pemilik menatap angkuh sosok malang di hadapannya yang masih dalam posisi setengah berdiri. Minkyu meraba telinganya dan menyadari bahwa benar hearing aid-nya telah terlepas.

"Pagi-pagi sudah sial saja, Tuli?" Kang Hyungu--siswa berconverse mahal itu, semakin bernafsu menginjak hearing aid Minkyu. Hearing aid yang dibeli Younghyun dengan merelakan puluhan kali gaji bulanannya yang tak seberapa. Sambil menatap pasrah benda bodoh yang sekarang sudah tak berbentuk itu, Minkyu benar-benar ingin menangis saja rasanya.

Dowoon masih menyaksikan pemandangan beberapa meter di hadapannya itu dengan tatapan masa bodoh. Termasuk ketika Kang Hyungu berjalan ke arahnya dengan dagu sengaja diangkat. Bahkan ketika melewati Dowoon, ia dengan sengaja menyenggolkan pundaknya keras.

"Senang berkenalan dengan Anda, anak baru," bisik Hyungu sinis tepat di telinga Dowoon.

Dowoon hanya mengedikkan bahu tak acuh.

*

Sepanjang pelajaran berlangsung, Minkyu tidak bisa berkonsentrasi. Ia sibuk memikirkan bagaimana ia harus memberi tahu Younghyun perihal kejadian yang sebenarnya sudah berulang kali terjadi ini. Kakaknya jelas sudah sangat bosan membuang gajinya untuk membelikan hearing aid baru yang paling lama hanya mampu bertahan beberapa minggu.

Yoon Dowoon--sang idola yang kini ditakdirkan menjadi teman sebangkunya--sedikit banyak terusik dengan tingkah gelisah Minkyu. Tetapi pada dasarnya memang ia tidak berminat memperhatikan pelajaran, ujung-ujungnya ia hanya bersikap masa bodoh. Melipat kedua tangannya di meja sambil memasang headset di kedua belah telinga, ia memutuskan untuk tidur saja.

After the day ends and I come back home
I wish there was someone
Who would tell me, good job

When I leave tomorrow morning
I wish there was someone
Who would tell me, have a good day


Lagu All Alone milik Days Gone By mengalun melankolis di telinga Dowoon. Ia sungguh merindukan Sungjin dan Wonpil, dua orang yang hingga detik ini masih dianggapnya rumah untuk pulang. Orang-orang yang jauh lebih sevisi maupun semisi dengannya dibandingkan dengan keluarganya sendiri. Sejujurnya, Dowoon benar-benar tidak sanggup membayangkan hari esok selama tujuh tahun lamanya tanpa kehadiran mereka.

Meski kini ia pulang ke rumahnya, hati dan pikirannya masih mengembara entah di mana, bersama mimpi yang hari demi hari semakin jauh dari genggamannya.

Sayup-sayup, lagu bernada sendu itu bertambah sendu dengan terdengarnya isakan seseorang.

Dowoon mengintip dari balik celah sikunya yang terlipat di meja. Bahu teman sebangkunya tampak naik-turun, tak peduli Pak Lee Giwook--guru Fisika mereka--masih serius menjelaskan materi momentum dan impuls di depan kelas.

"Kim Minkyu!" bentak Pak Lee, agaknya terganggu dengan suara isakan anak itu. Guru tersebut sebenarnya bukan guru killer--terserah siswa-siswanya hendak memperhatikan pelajaran atau tidak, bahkan tidur sekalipun dipersilahkan, asalkan jangan berisik dan mengganggu jalannya pembelajaran.

Minkyu masih bertahan dengan tangisannya. Tepatnya, anak malang itu tidak mendengar bentakan gurunya barusan. Hearing aid remuk dalam genggamannya masih menyita perhatian seluruh sel-sel otaknya.

Sekalipun Minkyu mampu mendengar, sepertinya ia tetap akan menangis keras. Minkyu benci suara bentakan. Suara itu menggelegar seperti halilintar dan selalu mengingatkannya pada kemarahan Younghyun. Kakaknya memang amat penyabar dan jarang marah-marah. Artinya, jika ia sudah marah, pemicunya berarti sudah melewati batas toleransinya.

Ah, lagi-lagi Minkyu benci memikirkannya.

Dowoon sebetulnya tidak mau ambil pusing, toh apa untungnya mengasihani orang lain? Ia bahkan tidak bereaksi apapun ketika Pak Lee dengan sangarnya mendatangi tempat duduk mereka dan memarahi teman sebangkunya itu karena telah mengganggu ketenangan kelas.

Namun, entah mengapa sosok pembully Minkyu bernama Kang Hyungu itu tiba-tiba muncul di otaknya. Mereka tidak berada di kelas yang sama, sehingga Dowoon belum begitu mengenal sifat-sifatnya, entah itu sifat baik ataupun sifat buruk. Entahlah, Dowoon tidak bisa langsung menyimpulkan baik-jahatnya seseorang hanya dari pertemuan singkat. Ia sudah melewati fase remaja tanggung dan bertemu banyak orang dengan beragam karakter, yang ternyata sifat aslinya jauh berbeda dengan kesan pertama yang ditunjukkan mereka pada awal jumpa.

Tapi, menghancurkan dengan sengaja barang pribadi yang vital milik orang lain, bukankah sudah amat keterlaluan?

Ada satu sisi dari diri Dowoon--entah hati atau otak--yang tanpa disengaja tergerak memikirkannya. Ada masalah apa sebenarnya di antara Kang Hyungu dan Kim Minkyu sehingga mereka masing-masing berakhir menjadi penindas dan yang ditindas?

*

Bukan sampai di situ rupanya hal yang tak sengaja dipikirkan seorang Yoon Dowoon membuat tubuhnya tergerak bak autopilot. Sepulang sekolah, entah mendapat dorongan dari mana, ia mampir sebentar ke sebuah bangunan mirip ruko. Pusat alat bantu dengar, demikian yang tertulis pada papan nama di depan bangunan tersebut. Tak lama ia masuk dan menanyakan beberapa pertanyaan sebentar, satu set hearing aid baru yang persis seperti milik Minkyu telah ada pada genggamannya. Entah berapa nominal isi kartu debitnya yang telah ia kuras untuk membayar benda tersebut, Dowoon tidak begitu peduli.

Keluar dari tempat tersebut, sebuah pemandangan tak asing melintas di hadapannya. Yoon Bomi duduk manis menyamping di boncengan sebuah sepeda butut, yang dikayuh oleh kekasihnya yang berpakaian tak kalah butut.

Tak peduli akan status sebagai putri bos dan karyawan biasa, mereka tampak begitu bahagia.

Dowoon tak begitu mengenal Younghyun, selain dari nama dan pekerjaannya. Seperti biasa, ia memilih untuk tidak peduli.

*

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stop The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang