Kalo ada hal yg paling ga bisa dilakuin oleh Joa itu adalah bangun pagi. Ia harus menyetel alarm mulai dari jam 3 pagi, dan baru bisa bangun jam 6 pagi. Itu sebabnya kalo di rumah udah pasti mama bangunin dia pake disiram air segayung dulu. Syukur-syukur cuma diciprat-ciprat aja bisa bangun.
Tapi saat ini ga ada orang di dekatnya yg bisa bangunin dia. Sendirian di kosan yg baru kemarin ditempatinya benar-benar kesalahan. Apalagi ini hari pertamanya. Hari pertama ia masuk sekolah.
"Anjir. Ini udah jam setengah 7 pagi." Buru-buru ia bangun dari kasurnya seakan kasur itu berpegas.
Bisa mati gue! Pikir Joa. Masa iya telat di hari pertama masuk sekolah. Mana dia murid pindahan. Bisa-bisa dapet nilai minus ini sih. Kabarnya sekolah barunya cukup ketat dan disiplin. Makin paniklah Joa menghadapi hari pertamanya ini (T-T)
Tanpa berpikir lebih lanjut, ia langsung cuci muka dan ganti baju. Ga akan sempat mandi. Ia berharap siapapun yg nanti duduk sebangku dengannya ga akan mual atau yg lebih buruk lagi, pingsan. Meskipun badannya ga pernah ngeluarin bau yg aneh-aneh tapi siapa tau nanti teman sebangkunya punya alergi bau, ya kan?
Ia memandang dirinya untuk yg terakhir kali di cermin kamarnya sebelum keluar dari kamar kosannya yg cukup lapang untuk ukuran dirinya. Ya kan dia ngekos sendiri, jadi ukuran kamar 4x5 meter (kamar mandi di dalam) udah cukup lah buat dia guling-gulingan kalau mulai gabut.
Begitu keluar, ia bingung harus ke arah mana. Ia menyesal ga tinggal seminggu dulu di kosannya buat liat-liat kondisi sekitar, minimal buat tau rute dari kosan ke sekolah barunya gitu. Tapi waktu yg mendadak dan kepindahannya tiba-tiba, membuatnya ga sempat melakukan itu. Yaudah, ikutin insting aja! Langsung diambil hapenya dan dengan segera ia memesan ojek onlen. Abang ojek emang penyelamat di segala kondisi. Gue padamu bang!
Ga lama abang ojek pun datang. Dengan sigap Joa langsung naek ke jok belakang. "Ke SMA Ashfield ya bang! Ngebut!"
"Ashiap!"
Ojek itu melaju dengan kecepatan 75km/jam. Dan di sela-sela itu sang abang ojek ga berenti buat ngajak Joa ngobrol. Serius, dengerin si abang ojek ngoceh rasanya kek ujian masuk sekolah, harus konsentrasi tingkat dewa. Tapi ada hal lain yg harus dipikirkan oleh Joa, jadi maap-maap aja ya bang, situ cuap-cuap juga ga akan di dengerin oleh Joa. Ia cuma ngangguk-ngangguk sambil berdehem untuk merespon ocehan si abang ojek.
Setelah terlihat gerbang sekolah bercat hitam dari jauh, hati Joa makin tak karuan. Ocehan si abang ojek makin ga terdengar di telinganya. Hatinya berdetak makin kencang ga karuan.
"..ya namanya saya orang kecil pasti ikutin apa kata aturan pemerintah ya, biar ga kenape-kenape. Soalnya kalo ga kerja nanti anak istri saya makan apa. Jangan sampe ini lapangan kerjaan dibaned sama pemerintah. Bla bla bla."
"Bang, berenti di sini aja. Udah sampe." Joa langsung turun dan berlari ke arah pintu gerbang. Terlihat udah banyak banget anak yg senasib dengannya. Kesiangan.
"Jangan lupa bintangnya ya dek!" Teriakan abang ojek dari jauh hanya di bales anggukan oleh Joa.
Kerumunan di depan pintu gerbang itu ternyata lumayan banyak. Ada sekitar 10 orang anak yg telat. Muka mereka terlihat muram tapi ada juga yg masa bodo dan ada beberapa yg terlihat malah main game di hape.
Tak lama terlihat seorang bapak-bapak berjalan dari dalam gedung di samping kirinya ada seorang satpam dan seorang perempuan. Pikir Joa mereka adalah guru di sekolah ini.
"Kalian ini tau sekarang jam berapa?" Tanya bapak itu. "Udah tau ga boleh telat dateng, malah masih aja banyak yg dateng telat. Kalian lagi-kalian lagi yg telat. Bapak sampe bosen liatnya."
"Yaudah langsung boleh masuk aja ya pak," kata sebuah suara dari belakang.
"Masuk gundulmu! Isi dulu surat terlambat kalian dan terima hukuman dari guru BK." Bapak ini garang bgt. Pantesan ditaro di depan gerbang, pikir Joa.
Akhirnya mereka mengisi surat terlambat itu dengan nama mereka masing-masing. Joa yg anak baru di sekolah ini ikut-ikutan mengisi karena ia tak tau harus bagaimana.
"Lho, kamu siapa? Saya kok kayak ga pernah liat." Bapak itu memperhatikan Joa dari atas ke bawah. Terlihat id cardnya bernama Isman. Well, nama bapak itu adalah Pak Isman. Dan kini semua orang di sana ikut memperhatikannya. Agak ga enak juga diliatin kek gini.
"Saya anak baru pak," jawab Joa pelan dan agak malu-malu. Ia sedikit menunduk karena salting diliatin. Please atuh lah jangan lama-lama liatnya, batin Joa.
"Nama kamu siapa?"
"Joa Faiz Arya."
"Oke, Joa, kamu langsung ke ruang guru. Biar Bu Amy yg antar."
"Ayo kamu ikut saya." Guru perempuan itu memgajak Joa untuk mengikutinya. Joa berjalan beriringan dengan Bu Amy sambil melihat-lihat sekolah barunya. Sekolah ini bergaya lama. Seperti bangunan jaman penjajahan. Karena aslinya memang sebuah bangunan kuno yg dijadikan sekolah. Sekolah ini besar dengan bangunan yg mengotak di sekelilingnya. Ditengah terlihat sebuah bangunan kecil dan dua buah lapangan yg sangat luas. Sekolah ini adalah sekolah khusus laki-laki. Ga akan pernah menemukan makhluk cantik di sini, ya kecuali makhluk itu seorang guru di sini.
"Kamu asalnya dari mana?" Tanya Bu Amy memecah kesunyian.
"Dari Surabaya Bu."
"Wah jauh juga ya sekolahnya sampe ke Jakarta gini. Tinggal di mana?"
"Saya ngekos di deket sini Bu."
Bu Amy keliatan agak terkejut. "Kamu tinggal sendirian di sini?"
"Iya Bu, orang tua saya masih di Surabaya." Joa agak kikuk jadinya.
"Wah, mandiri ya. Kalo gitu bertemanlah yg banyak biar ga kesepian."
"Oke Bu." Joa tersenyum membayangkan ia akan mempunyai banyak teman dan menemukan teman lamanya di sini.
"Nah, kita udah sampe di ruang guru. Kamu langsung ngadep Pak Martin aja. Kayaknya beliau guru kelas kamu." Bu Amy menujuk ke seorang bapak dengan rambut berwarna putih yg menandakan umurnya sudah lumayan tua meskipun keriputnya masih terlihat samar. Bapak itu tampak lagi bicara dengan seorang murid.
"Selamat pagi Pak, saya anak baru yang pindah ke sekolah ini," kata Joa memberanikan diri menyela di antara mereka.
Pak Martin menolehkan wajahnya dan memandang Joa kaget. "Ah iya, kamu Joa si anak baru." Ia menepuk pundak Joa, khas seorang bapak guru banget.
"Iya Pak. Saya Joa Faiz Arya."
"Kebetulan ini Tzian temen sekelas kamu. Tzi, tolong ajak Joa ke kelas ya. Dan bangku di sebelah kamu sementara lagi kosong kan? Duduk di situ dulu aja untuk hari ini."
"Baik Pak." Suara cowok itu terdengar agak berat. Wajahnya keliatan kalem dibalik kacamatanya yg bertengger anggun. Ia lebih tinggi daripada Joa, mungkin hanya selisih 5cm aja. Sepertinya akan jadi teman sekelas yg baik, pikir Joa.
Kemudian mereka berjalan bersama menuju ruang kelas di lantai 2 gedung sebelah kanan. Sepanjang jalan mereka hanya diem-dieman aja. Joa yg gatal ingin berteman memberanikan diri bertanya.
"Emang kenapa bangku di sebelah lo kosong?"
"Sakit."
"Sakit apa?"
"Panas."
"Namanya siapa yg sakit?"
"Jean."
Oke. Keknya nih anak ga terlalu suka ngobrol. Jawabannya singkat banget. Sampe bingung mau nanya apa lagi. Untung ga terlalu lama mereka berjalan. Begitu sampe di kelas, semua mata langsung memandangi Joa. Kaget ada anak baru masuk ke kelas barengan sama Tzi.
"Eh, lo anak baru?"
"Wuih ada anak baru!"
"Eh eh, nama lo siapa?"
"Asal lo dari mana?"
"Tinggal di mana bro?"Seketika semua anak langsung merubungi meja Tzi seperti semut yg merubungi gula. Dari sudut matanya Joa bisa ngeliat kalo Tzi agak ga nyaman dengan situasi ini. Tapi untung ga lama ada seorang guru masuk. []
*******
[070321]
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Impian [BL]
Fiksi RemajaSebuah kisah klasik tentang seorang teman yg mencari teman lamanya. Joa, adalah seorang cowok yg sedang mencari teman masa kecilnya. Let's see how his journey lead him to his dream. __ Ini bukan cerita yg lurus, jadi kalo homophobic dari awal, bette...