Degub suara musik dalam mobil Ella bersaing dengan hujan lebat yang memutihkan pandangan. Hari masih pagi dan hujan tak mereda dari subuh tadi. Jalanan lenggang, ia pun menyetir tanpa mengenal batas kecepatan menuju kampusnya. Ia dan tiga temannya –Juno, Fani dan Riska –terhanyut dalam obrolan mereka sembari tertawa kencang.
Mereka berempat sudah berteman sejak SMA dan kini dipersatukan dalam satu kampus meski berbeda jurusan.
"Udah, Jun abis lo lulus, kawinin aja si Fani, pacaran udah kayak kredit rumah lu pada," kata Riska sambil terbahak.
"Nikah dulu, Ris, baru kawin," jawab Juno tergelak.
"Ntar gue mau jadi brides maid yah. Gue mau dandan paling cantik biar bisa gaet bokapnya si Fani."
"Gila, lo, Ris."
Satu mobil terkekeh.
"Kencengin aja nyetirnya, La. Jalanan sepi ini. Orang naik motor juga jarang kalau hujan," ujar Riska.
"Lu sarkas, Ris," sahut Fani.
"Enggak, sengaja aja biar cepet nyampe kampus."
"Iya...iya....mau gue kencengin kek pembalab F1." Celetuk Ella.
Ella terdiam sejenak ketika melihat trotoar. Ia mendapati seorang lelaki mengenakan seragam SMA dan membuka payung lebar-lebar. Lelaki itu berjalan dengan hati-hati sembari memegangi celananya untuk menghindari basah.
"Eh lihat, deh, culun banget," kata Ella.
"Orang susah kali, ke sekolah jalan kaki." Tambah Riska.
"Kerjain aja, La," Fani menyahut.
"Lihat saja ini," Ella tersenyum menyeringai.
Lantas, ia menginjak gas dan meningkatkan kecepatan. Mobil yang melaju kencang, menekan air tenang pada kubangan. Tekanan dari roda mobil Ella, cukup kuat untuk melemparkan air kubangan membasahi sebagian tubuh lelaki itu.
"Gila, parah banget, kalian," kata Juno sambil tertawa.
Mereka terkekeh sembari menoleh ke belakang. Memeriksa.
Lelaki itu hanya terdiam dan memandang mobil Ella melaju cukup jauh.
"Eh, La, lampu merah," ujar Fani.
Ella berhenti. Penghitung waktu pada lampu lalu lintas menunjukkan mereka harus berhenti selama empat puluh lima detik.
"Tuh orang nyamperin kagak, ya?" Riska bertanya-tanya.
"Kagaklah, orang tadi seragamnya basah. Paling dia balik lagi ambil seragam baru. Lagian jarak lampu merah sama dia jalan tadi cukup jauh."
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ketukan dari kaca mobil Ella.
Mereka mendapati lelaki itu berdiri dilindungi payungnya, sembari menatap dari balik kaca pintu kemudi.
"Eh, itu orang psycho ya? Gimana dia bisa nyampe sini? Cepet banget. " Fani mulai panik.
"Udah, La, nggak usah dibuka kacanya. Lagian hujan ini, nanti airnya masuk." Tambah Riska.
Lelaki itu kembali mengetuk.
"Gila, tuh orang. Syuh....syuh," Riska mengayunkan tangannya, memberi isyarat mengusir.
"Itu orang ege, bukan ayam," Juno berpendapat.
"Udah, tenang aja, biar gue yang hadapi," Ella menengahi.
Ia membuka kaca mobilnya setengah.
Lelaki itu hanya tersenyum ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katarsis
Mystery / ThrillerTerkadang, kematian tak pernah cukup untuk menghanguskan dendam.... Kesakitan adalah obat mujarab penuntas amarah yang terpendam....