Part 1

10.8K 685 45
                                    

Di dalam hidup ini Lorra tidak meminta banyak hal. Ia ingin menjalani kehidupan yang tenang tanpa terlibat masalah yang akan membuat kepalanya sakit.

Lorra memiliki pekerjaan yang stabil. Ia merupakan seorang perawat magang di rumah sakit ternama yang mengontraknya selama tiga tahun.

Sudah satu tahun Lorra bekerja di sana. Gaji yang ia dapatkan dari tempatnya bekerja cukup untuk menunjang kebutuhannya sehari-hari. Ia juga bisa menyisihkan sebagian uangnya untuk keperluan adik-adiknya.

Meski terkadang pekerjaannya dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.

Teman sekolah Lorra pernah berkata padanya kenapa ia sangat ingin menjadi perawat yang pekerjaannya terkadang membersihkan kotoran pasien, mengganti popok pasien, memandikan, membantu mengenakan pakaian dan memberi pasien makan. Dengan kecerdasan Lorra di bidang akademis, Lorra bahkan bisa menjadi seorang dokter yang hebat. Temannya mengatakan bahwa Lorra menyia-nyiakan kepintarannya.

Tidak hanya teman sekolahnya, ada tetangga ibu Lorra yang mengatakan bahwa perawat hanyalah pembantu dokter.

Namun, Lorra tidak begitu mengambil hati apa yang dikatakan orang-orang tentang pekerjaannya. Selama ia menyukainya maka ia akan terus menekuninya.

Lagipula apa yang orang katakan tidak sepenuhnya benar. Perawat bukan pembantu dokter, tapi mitra dokter.

Memang benar terkadang ia membersihkan kotoran, memandikan dan menyuapi pasien, hal-hal seperti itu tidak bisa ia hindarkan karena menyangkut dengan kebutuhan pasien.

Merawat berarti memelihara dan mengurus, jadi itu memang bagian dari tugasnya.

Pekerjaan Lorra stabil dengan gaji yang cukup besar. Ia juga memiliki cukup banyak kesabaran dan kecakapan dalam merawat orang lain, jadi tidak ada alasan baginya untuk tidak menyukai pekerjaannya. Melihat pasien sembuh dari penyakitnya membuat Lorra merasa senang.

Mobil sedan Lorra berhenti di parkiran apartemen. Di gedung itulah ia tinggal selama beberapa tahun terakhir ini.

Lorra keluar dari mobilnya. "Syukurlah aku tidak pulang terlalu larut," serunya sembari melirik arloji di tangannya yang menunjukan pukul 9 malam.

Di jam seperti ini kekasihnya pasti belum tidur. Pria penggila kerja itu pasti akan tenggelam di ruang kerjanya.

Lorra melangkah masuk ke lobi apartemen, lalu kemudian ia menekan tombol lift. Menunggu beberapa detik, pintu lift terbuka. Lorra masuk ke dalam sana.

Jari telunjuk Lorra yang ramping menekan angka 10 di mana lantai apartemennya berada.

Ketika lift berhenti, Lorra keluar dari sana. Di lantai itu hanya terdapat empat unit apartemen, salah satunya milik Lorra dan kekasihnya.

Apartemen itu memiliki dua lantai, untungnya Lorra membayar cicilan apartemen itu tidak sendirian, jadi tidak terlalu berat untuknya. Ditambah kekasihnya merupakan putra dari seorang pengusaha, ia memang membutuhkan tempat yang cukup luas untuk ia tinggali.

"Kebiasaan yang tidak pernah berubah." Lorra menghela napas melihat pintu yang tidak terkunci. Ini bukan pertama kalinya Altair lupa mengunci pintu. Mungkin pria itu sudah terlalu lelah dengan banyak pekerjaan di perusahaannya hingga tidak fokus.

Tangan Lorra meraih kenop pintu lalu ia mendorong pintu itu hingga terbuka. Lorra melangkah menuju ke kamar Altair tanpa mengeluarkan suara, ia ingin memberikan Altair kejutan.

Seharusnya ia pulang besok pagi, tapi ia tidak tega meninggalkan Altair terlalu lama. Kekasihnya itu sering melupakan makan malam dan sarapan jika ia tidak mengingatkannya.

In Bed With The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang