2. Pesta Akhir Musim Semi

105 22 33
                                    

Keisha terpaksa hadir di bangunan putih tiga lantai bergaya klasik itu, dan dia tahu dia telah membuat keputusan yang tepat.

Rumah keluarga Carter, seperti yang dirumorkan, memang indah dengan tanaman berbunga sebagai pagar alami di depan tamannya yang luas, serta pilar berpilin cantik di teras. Keisha menyukai sekelompok kupu-kupu warna-warni dan capung yang bermain di bunga tepi kolam di samping teras, tepat di sudut jalan setapak kecil menuju pekarangan luas di belakang rumah yang ditanami anggur. Masuk ke dalam rumah, keluarga Carter memiliki semacam aula beratap tinggi, tempat para pelayan memeriksa gadis-gadis yang hadir dan memutuskan apa yang boleh dan tidak boleh mereka kenakan ke dalam.

"Kenapa ada razia segala?" gumam Keisha, yang berbaris di samping Anna. Barisan yang panjang membuat mereka memutuskan berpencar supaya menghemat waktu.

"Taruhan, keluarga Carter diam-diam punya musuh mafia, jadi takut ada yang menyamar dan membawa pistol," balas Anna berbisik.

"Punya musuh gelap dan mengadakan pesta besar. Masuk akal." Keisha mendengus, tapi sepertinya Anna tidak menyadari komentar sinisnya. Adiknya sibuk merapikan rambut yang ia gulung susah payah ke belakang, seakan takut tiba-tiba ikatan pita perak yang serasi dengan gaun lengan panjangnya lepas.

Keisha mengedarkan pandangan, entah kenapa merasa gelisah. Ke mana pun matanya tertuju, ia hanya melihat barisan tamu dengan berbagai model gaun—dari gaun terpendek yang tidak akan disetujui kepala sekolah di acara prom sampai gaun mengembang semata kaki dari abad ke-19. Undangan Elwin tampaknya sudah menyebar hingga ke luar sekolah, karena ada banyak sekali wajah-wajah yang tidak familier. Tidak ada satupun laki-laki di ruangan ini selain tiga penjaga jangkung yang mengenakan jas formal dan sarung tangan putih tebal.

"Kalung besi tahan karat," desis salah satu penjaga di tengah, tepat di barisan Keisha. Dia mengangkat benda perak berkilau redup sambil meringis seakan itu menjijikkan. "Sudah dua orang. Tidakkah kalian membaca peraturan di undangan, bahwa tidak boleh ada satu pun pernak-pernik rendahan seperti ini?"

Sebagian besar para tamu yang berbaris terkikik mengejek, membuat gadis di depan Keisha yang tengah diperiksa itu menunduk dengan wajah merah padam. Keisha bergerak tidak nyaman saat gadis itu terisak dan keluar dari ruangan, meninggalkan dengung tawa yang masih menggema. Tiba gilirannya, Keisha menatap tajam penjaga jangkung itu. Dia menepis tangan si penjaga yang mulai menyentuh area pinggangnya.

Alih-alih marah, si penjaga malah tersenyum puas, lalu mempersilakannya masuk.

Keisha tidak percaya apa yang baru terjadi. Sambil menunggu Anna yang diperiksa, dia mengamati gadis-gadis lain, heran karena mereka mau saja dijamah pria dewasa asing. Senyumnya sedikit mengembang saat penjaga memergoki seorang gadis yang membawa ponsel dan membuangnya jauh ke lantai. Itu adalah gadis menyebalkan yang tertawa paling keras tadi, dan Keisha tidak begitu menyukainya yang selalu pamer karena dia satu-satunya murid yang punya telepon genggam model lipat.

Setelah Anna selesai diperiksa, Keisha mengutarakan pemikirannya, tapi Anna hanya menjawab sambil mengangkat bahu.

"Konon katanya, kalau kita memasuki area rahasia yang terlarang, memang seperti itu, kok."

Keisha menggeleng tidak paham. Ruang tamu, yang kini disulap menjadi ruang dansa megah, sama sekali tidak terlihat seperti area rahasia terlarang. Tempat ini juga memiliki atap tinggi, diapit dua tangga lebar melengkung yang terhubung ke balkon lantai dua. Ada kandelir kristal besar yang menghiasi atap berukir halus, kemudian lampu dengan model serasi terpasang berderet di dinding, di antara jendela tinggi dan lukisan kain bergambar makhluk aneh.

Di dekat tangga, ada sekelompok grup musik yang asyik berbincang. Mereka memegang alat musik senar mirip harpi dan berbagai instrumen senar yang Keisha tidak pernah lihat sebelumnya, serta ada beberapa instrument yang kelihatannya ditiup dan dipukul. Tepat di depan kelompok itu, terdapat sebuah podium lingkaran yang besar setinggi setengah meter. Lantai marmer podium diukiri corak emas yang rumit.

The Curse of the Half Blood ElfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang