Follow ig saya Aqiladyna.
Pdf Jejak wa +62 822-1377-8824. atau +62 895‑2600‑4971
Anak pelacur sudah ada di kbm app dan KARYAKARSA silakan baca di sana.
Happy Reading
Kenapa kamu pergi?
Mengingkari janji hingga meninggalkan luka yang dalam."Hentikan tangisanmu Faira!" Benazir berdiri di ambang pintu kamar menatap Faira yang sedari tadi tidak berhenti menangis hanya karena putra Asma di bawa lelaki asing itu. Cengeng sekali. Suara tangisan Faira bahkan mengganggu Benazir tidur padahal ia harus bekerja nanti malam.
"Kalau kamu tidak bisa diam, ibu akan akan menyirammu dengan air." Ancam Benazir berkacak pinggang melototkan matanya pada Faira yang menoleh berurai air mata.
"Kenapa Raqi meninggalkan Faira Bu, kenapa lelaki asing itu membawa Raqi. Dia bukan kerabat Bibi Asma." lirih Faira segukan menghapus air mata yang tak henti mengalir di pipinya.
Benazir menghela nafasnya, memahami Faira dan Azraqi memang sangat dekat namun tidak menyangka Faira sangat mendramatisir kepergian bocah lelaki itu.
"Dia Ayah Azraqi, itu jawaban kamu cari." sahut Benazir mengejutkan Faira. "Asma telah hamil lalu menetap di gang ini usai Azraqi lahir dia baru menjual dirinya. Jadi berhentilah kamu menangis, Azraqi memang harus ikut ayahnya. Asma telah tiada tak ada yang mengurusnya."
"Tapi Ibu bilang dia lelaki bejat."
"Dia memang bejat karena mentelantarkan Asma--- istrinya hingga terpaksa menjual diri dan berhentilah bertanya lagi." Sahut Benazir sembari berbalik keluar dari kamar Faira.
Jadi lelaki asing itu Ayah Azraqi. Ternyata Azraqi bukan darah daging banyak lelaki hidung belang. Azraqi suci hanya Faira---ya hanya dia si anak pelacur itu yang tak jelas siapa bapaknya. Faira membekap mulutnya meredam tangisannya. Hatinya sakit berdentam hebat bahwa nyatanya ia dan Azraqi jauh berbeda.
Ini alasannya kenapa Azraqi pergi tanpa pamit dengannya. Pasti Azraqi tidak sudi berdekatan menjalin persahabatan dengan Faira yang nista, tega melupakan janji mereka. Faira membuka laci mejanya mengambil gantungan kunci beranjak dari ranjang melangkah ke jendela. Gantungan kunci berbentuk hati itu ingin ia lempar keluar, membuangnya jauh, menghilangan kenangan Azraqi. Namun gerakan Faira terhenti, ia malah mendekap gantungan kunci itu ke dadanya menangis sejadinya. Tubuhnya luruh merosot ke lantai.
Kenapa? Masih Faira tanyakan Kenapa Azraqi meninggalkannya meski ia tahu jawabannya sendiri. Karena mereka berbeda. Karena hanya Faira si anak pelacur itu, bukan Azraqi.
'kita akan melanjutkan sekolah bersama sama hingga ke jenjang tertinggi dan mencari kerja di luar kota. Aku dan kamu selamanya Ira.'
Harapan dan janji Azraqi terngiang di ingatannya. Bahkan harapan dan janji itu adalah semangat Faira dalam kepahitan takdir hidupnya. Kini semua hilang melebur menjadi abu melepas harapan semu yang tak akan pernah terjadi sekalipun dalam mimpi.
Selepas kepergian Azraqi, tepat sudah sepekan lamanya gairah semangat hidup Faira seakan hilang--- tujuan hidupnya telah sirna, melangkah sendiri terasa hambar karena tangan yang sering mendorongnya maju tak lagi bersama. Bahkan nilainya semakin buruk di sekolah padahal ujian kenaikan kelas sudah di depan mata. Seperti hari ini sepulang mendapatkan les tambahan Faira di minta menghadap ke kantor, wali kelasnya habis habisan menasehati Faira agar lebih giat lagi belajar. Faira hanya tertunduk tanpa nyawa mendengarkan wali kelasnya.
"Apa kamu masih niat sekolah Faira?" tanya si wali kelas mendesah lelah.
"Masih Bu."
"Lalu kenapa nilaimu semakin anjlok, para guru lain sudah berusaha agar kamu mengerti pelajaran hingga memberikan les tambahan. Undangan ibupun untuk ibumu hadir ke sekolahan ini di abaikan. Ibu tidak mengerti lagi dengan kemauanmu ini."
"Maaf." hanya sepenggal kalimat itu yang mampu keluar dari bibirnya.
Faira akhirnya di izinkan pulang, melangkah gontai menuju parkiran mengambil sepeda ontelnya menyeretnya keluar dari halaman sekolah. Saat Faira melewati jalan sepi di depannya di hadang tiga bocah lelaki yang sering membullynya. Reno, Tio, Lukman. Mereka mengejek Faira dengan sebutan. "Anak pelacur!" Tio mendekat mengambil sepeda Faira lalu menghempaskannya kuat ke tanah. Lukman pun tidak diam merebut tas Faira hingga isinya berhamburan, tubuh Faira di dorong Lukman--- terjengkang ke tanah. Faira hanya tertunduk diam tanpa melawan, tanpa amarah.
"Kenapa diam heh anak pelacur? Sudah hilang nyali kamu, pelindungmu sudah pindah dari sekolah tidak peduli lagi denganmu." kata Tio di sambut tawa Lukman.
"Dasar anak pelacur!" Tio mendorong kepala Faira di ikuti Lukman, mereka begitu kesenangan mempermainkan Faira yang hanya bergeming seperti patung.
Reno yang sedari tadi berdiri terpaku mengerutkan keningnya menatap Faira yang tidak seperti biasanya. Bocah perempuan itu nampak pasrah membiarkan kedua temannya membully. Bukankah Faira sering melempar balasan dengan umpatan dan perlawanan sengit pada mereka.
"Sudah hentikan, ayo kita pergi!" kata Reno lantang hingga Tio dan Lukman keheranan.
"Ada apa denganmu Reno Rayyan Altair?" tanya Tio tidak di gubris bocah lelaki itu yang melangkah laju.
"Aneh, bukankah ini idenya." gerutu Lukman.
"Ayo susul dia." kata Tio menarik Lukman setengah berlari melangkah menghampiri Reno.
Faira perlahan bangkit usai ketiga bocah itu pergi, berdiri membersihkan roknya yang kotor penuh tanah dan memungut buku alat tulis berserakan memuatnya ke dalam tasnya, tanpa Faira sadari dari kejauhan Reno menoleh memperhatikannya sesaat. Langkah Faira tertatih meraih sepeda ontelnya. Untunglah sepedanya tidak rusak karena perbuatan mereka. Meringis menahan sakit di bokongnya Faira menunggangi sepedanya menuju pulang.
Di halaman rumah Faira di penuhi para warga. Faira tidak mengerti apa yang telah terjadi kenapa para warga memenuhi depan rumahnya. Faira menyandarkan sepedanya di sebuah batang pohon, melangkah mendekati halaman. Saat ia ingin menerobos masuk seseorang menahan tubuh kecilnya hingga ia terkesiap, mendongak rupanya Pak Rt yang menyeretnya ke samping keluar dari kerumunan.
"Faira jangan masuk." kata Pak Rt yang tak di mengerti Faira.
Kenapa Faira di larang masuk. Kenapa mereka---para warga begitu ramai berkumpul di sini?
Faira menatap beberapa pria berseragam kepolisian dan berseragam putih datang yang di beri jalan para warga memasuki rumahnya. tidak lama mereka membawa kantong berisi jenazah. Pupil mata Faira membulat. Mungkinkah? Lidah Faira kelu terlebih ia melihat dari dalam rumah Om Ali di giring keluar pihak kepolisian. Pakaian yang Om Ali kenakan penuh bercak darah dan kedua tangannya di borgol ke belakang.
"Pembunuh!" Seru para warga menyoraki lelaki itu, bahkan di antaranya ingin memukul namun polisi segera bertindak cepat mengiring Om Ali memasuki mobil polisi.
Kenapa Om Ali di sebut pembunuh, lalu di mana ibunya? Bukankah mereka sering bersama.
"Ibu." lirih Faira, matanya berkaca-kaca mendengar suara sirene ambulan dan mobil polisi mulai berjalan meninggalkan kawasan gang.
Pak Rt membungkuk menyentuh bahu Faira menatap tepat di manik mata sendu bocah perempuan itu.
"Tabahlah Faira---- Ibumu harus pergi."
Faira lunglai tidak sadarkan diri. Semua terasa gelap, suara bising hilang, jiwanya tenggelam sangat dalam ke dasar duka menyedihkan.
Tbc