8

15 2 0
                                    

Rin duduk bersedekap mengingat seseorang yang tidak sengaja ia temui di gramedia. Entah mengapa ia merasa gadis tersebut sangat mirip dengan ibunya. Bukan hanya itu, dia juga merasa sangat berkaitan dengan gadis itu.


***

Erna memasak berbagai macam lauk dan membuat puding, ia pun nampak lebih cantik dari biasanya. Ia sedang mempersiapkan kedatangan Reza yang sudah ia nanti-nanti. Sementara itu, Bram sibuk menghubungi Ara, putrinya itu belum pulang.

"Mas, nanti kalau Reza datang usahakan tidak ada pertengkaran. Aku tidak mau kalau sampai anakku tidak nyaman."

"Kamu tidak pernah memikirkan perasaan Ara ketika memicu pertengkaran."

"Aduh! Mas jangan mulai deh!"

"Apa? aku tidak memulai pertengkaran."

Erna berusaha menahan mulutnya agar tidak mengeluarkan kalimat kasar. Ia melirik Bram dengan kesal, untungnya Bram hanya fokus untuk menghubungi teman-teman Ara. Beberapa saat kemudian, Reza muncul di ambang intu. Senyum pemuda gagah itu membuat kekesalan di hati Erna memudar seketika. Ia menyalami kedua orang tuanya dengan lembut. Bram tersenyum sembari menepuk-nepuk pundak Rein, ia bangga melihat Rein kecil tumbuh menjadi pria idealis.

"Di mana Ara?"

"Belum pulang, kamu istirahat dulu." Bram mempersilahkan.

"Tidak, Pa. Aku mau tunggu Ara," tolak Rein.

"Makan dulu, Nak." Nia menyediakan piring.

"Ayo," ajak Bram. Namun, Reza menggeleng mantap.

"Aku tunggu Ara."

"Oh, itu dia!" seru Erna menunjuk sosok Ara yang baru saja masuk.

Ara yang sedikit merunduk sedari tadi, langsung meluruskan pandangannya. Bersamaan dengan Reza yang menoleh. Mata mereka bertemu, Ara tidak menyangka, pemuda tampan yang ia temui kemarin siang di gramedia adalah Reza.

"Sudah kuduga." Reza tersenyum.

"Ara, ini Reza." Erna memeluk lengan putranya.

"Kamu dari mana saja, Nak?" Bram mengalihkan pandangan Ara.

"Aku ... Aku dari rumahnya Sahnas, belajar untuk persiapan ujian." Ara menjelaskan dengan sedikit gugup.

"Ya sudah, kamu mandi dulu, baru makan." Erna kembali mempersiapkan piring.

Ara mengangguk, sesekali ia kembali melirik Reza yang tengah duduk bersama Ayahnya. Beberapa saat kemudian ia bergabung di meja makan, walaupun yang lain sudah selesai makan dan sedang bercerita sambil sesekali menyantap puding. Beberapa kali Reza menangkap Ara meliriknya penuh canggung. Reza merasa janggal dengan pribadi Ara yang jauh berbeda dengan Ara kecil yang ia kenal. Ara yang sekarang nampak lebih teduh dan tenang dibanding Ara kecil yang ceria dan cerewet.

***

Rin melompat ke atas sofa dan mengejutkan Riko, "Ayah!" soraknya.

"Astaga." Riko mengelus dada sembari menggeleng perlahan.

"Aku mau tanya sesuatu, boleh?" Rin memasang senyum ala permohonan.

Cinta & TahtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang