Satu Hari di 2021

54 5 5
                                    

Hari dimana kita bersama sudah berlalu. Kau dan aku sudah mati dari kata Kita. Tempat-tempat itu juga sudah kehilangan sepasang turis yang pernah datang untuk mengukir kenangan mereka disana. Ya.... itu kita. kita yang awalnya baik-baik saja. kita yang berjalan dengan mulusnya. kita yang merasakan hal yang sama. sampai pada akhirnya aku memilih untuk meninggalkanmu.

Apa kau tau?.. dari perpisahan itu, bukan kau saja yang sakit. Tapi aku juga merasakannya.  Aku gila akan materi katamu? aku yang mencari selingan dibelakang katamu? Brengsek!!!
Rasanya aku ingin memakimu saat meneriakiku hari itu. Menamparmu dengan keras agar kau tau yang aku rasakan lebih dari yang kamu rasakan. Ya..salahku memang tak pernah menjabarkan alasan-alasan yang membuatku akhirnya menyerah pada kita.
Dan biarlah alasan dari perpisahan kita menjadi rahasia yang tetap aku simpan sendiri. Menguburnya dalam dalam walapun aku tau. Rasa bersalah yg timbul juga tak menutup betapa terlukanya aku mencoba merelakanmu. Aku berusaha mencoba terlihat baik-baik saja. Aku juga memposting foto wajah tersenyum dan konyolnya aku masih memikirkan mu saat itu. bagaimana jika kamu sakit hati karena aku terlihat baik-baik saja setelah melepasmu? bagaimana jika kamu sangat terluka dan aku masih tak bisa berbuat apa apa disini? Padahal aku tau hatiku pun terluka tapi aku tak bisa jika tak memikirkan perasaanmu.

Dan ternyata benar, yang dekat juga akan terlihat jauh bukan karena berjarak dengan semesta, tapi karena memilih merelakannya untuk tidak terluka lebih dalam dari sebelumnya. Kadang aku merasa menyalahkan sesuatu akan bagus sebagai pengalihan. Namun ku urungkan niatku itu. Karna aku tau, itu akan lebih memperburuk keadaan. Ketika aku pergi dengan temanku saat itu aku tau kau pasti memikirkan hal-hal lainnya. Tanpa mengatakannya pun aku sudah tau soal itu. Dan yang aku lakukan dengannya hanya sebatas mencari udara segar karna aku yg sudah muak dengan ucapan yang mereka lontarkan. Berbincang selayaknya teman karna benar benar sebatas teman. Tapi kau malah tidak mempercayaiku, seolah aku mempermainkan perasaanmu, aku tak perduli perasaanmu, aku diam-diam mencari selingan baru di belakang mu, Keparat!!!! Aku benar-benar ingin memakimu. Tapi semua itu akan sia-sia. Karena aku sendiri pun tak punya cukup keberanian untuk memberitahumu alasan mengapa aku melepasmu dan memilih pergi. Hari ini aku tak bisa menahan hujan yang jatuh membasahi pipiku sendiri. Aku menangis sejadi jadinya. Dan kau tau?  tangis yang paling menyakitan adalah tangis yang tak pernah kau dengar suaranya. Seolah dipaksa membisu padahal hatimu meledak, layaknya bom atom yang jatuh bersamaan di jantungmu. Sesak sekali. Tapi masa-masa itu sudah berakhir. layaknya kisah yang mencapai klimaks, juga akan reda pada akhirnya bukan.

Aku tau ini tak akan mudah bagimu dan kau sangat terluka saat aku memilih pergi. Aku minta maaf untuk itu. Ketakutanku tentang luka yang akan kamu terima lebih dalam saat bersamaku memaksaku untuk melakukan ini. Biarlah terluka saat ini, dan mungkin nanti kau akan menemukan orang yang akan menyembuhkanmu . Karna aku tau, kau adalah orang yang pantas untuk segala perjuanganmu. Kau baik,dan aku tau itu. Terimakasih untuk kenangan kenangan saat kita bersama dulu. Aku pergi...

Aku Adalah RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang