Kita Hanya Sebatas Angin Yang Ingin Singgah

24 2 2
                                    

      Aku masih ingat bagaimana pertemuan kita kala itu. Kebetulan yang membuatku merasa berdebar. Aku yang jatuh pada caramu berbicara bersama orang lain. Tapi Hanya bisa menatapmu dari kejauhan. Coba kupalingkan tatapanku untuk sesaat yang menatapmu. Namun entah bagaimana cara Tuhan untuk membujukku untuk mengarahkan pandanganku dan menatapmu sekali lagi. Sial… wajahku memerah beriringan dengan degupan jantung yang rasanya ingin meledakan semesta saat matamu dan mataku tak sengaja saling beradu. Kau tersenyum padaku. Aku hanya bisa melarikan diri karna terlalu gugup menahan rasa malu.

      Pada hari lainnya teman-teman berkumpul ditempat rahasia kami dimana saling berbagi. Ah.. terkejutnya aku ketika melihatmu berada diantara mereka. Apakah ini kebetulan? atau apakah ini efek dari aku yang terlalu berdebar hingga bayanganmu mencoba berada di antara teman-temanku? Tidak!. Aku mencubit lenganku dan itu terasa sakit. Salah satu temanku memanggilku untuk ikut bergabung dan membiarkan perkenalan kita terjadi. Senyumanmu saat itu masih sama. Setelah hari itu, kita semakin dekat. Kau memberanikan diri untuk mengajakku berbicara, dan aku yang dengan setengah gagap karna terlalu malu ikut masuk dalam obrolan itu. Hari-hari berikutnya sangat menyenangkan. Tapi aku juga takut, aku takut aku terjebak rasa nyaman yang terjadi.

   Hingga salah satu temanku memberitahuku jika ia menyukaimu. Aku terdiam. Berusaha terlihat seperti tak terjadi apa-apa denganku. Padahal aku tau hatiku saat itu terluka. Aku tau jika diantara kita tak memiliki hubungan apapun saat itu. Tapi hatiku seakan campur aduk. Aku juga tidak mau membuat temanku kecewa. Dan akhirnya memutuskan untuk menjodohkanmu denganya saat itu. Ya aku tidak apa-apa. Dan memilih menghindarimu hingga hari kelulusan. Setelah pengakuan dari temanku,aku tak mengabarimu lagi. Mencoba menghilang dari teman-temanku dengan alasan ingin serius masuk kampus favoritku. Setelah pengakuan itu aku tak pernah lagi mendengar tentang hubunganmu dan temanku. Tidak mengapa jika yang pernah terjadi diantara kau dan aku hanya sekelebat cahaya.

Dua hari sebelum kelulusanmu, teman-teman mengajakku untuk bergabung dengan mereka. Awalnya aku menolak, tapi mereka memaksa dan menarikku untuk ikut dengan mereka. Aku tak punya alasan untuk bisa menolak. Kita dipertemukan kembali. Rasa yg aku rasakan pertama kali saat bersamamu kembali saat aku menatap matamu lagi. Setelah beberapa  waktu mencoba mengasingkan diri darimu. Kau menatap mataku. Sialnya aku masih terhanyut dalam obrolan kita. Dan aku akhirnya tau jika kau dan temanku tidak pernah menjadi kekasih selama aku pergi. Hanya butuh dua hari kita menjadi intens dan kembali dekat lagi. Sudah aku coba untuk tidak menaruh harapan dan perasaanku dalam kedekatan kita. Tapi aku tidak bisa.

    Dan hari kelulusanmu tiba. Aku dan teman teman lainnya datang mengucapkan selamat atas kelulusanmu. Memotret satu sama lain untuk dijadikan kenangan. Semua orang bahagia hari itu. Kau mengajak aku dan teman teman untuk merayakan kelulusanmu. Keliling kota,mampir ditempat-tempat bagus, hingga menetap di satu taman karna kelelahan. Aku masih ingat saat salah satu dari mereka membawa gitar.  Kau mulai mengambil gitar itu darinya, memainkannya, mulai menyanyikan lagu dan semua bernyanyi sesuai alunan gitar yang kau mainkan waktu itu. Aku? Jangan Tanya, karna aku sudah terhanyut bersama suasana dari dua hari lalu saat bersamamu kala itu. Senja akhirnya datang juga, dan kita saling menuju rumah masing-masing. Aku dimabuk asmara hari itu. Hari-hari masih sama awalnya. Kita masih berkomunikasi dengan baik hingga kau mengirimkan pesan padaku. Dan foto itu fotomu bersama wanita lain yang tak aku kenal. Aku tau tidak baik baik saja waktu itu. Tapi aku bisa menahannya. Hingga rekaman suara yang kamu kirimkan padaku membuatku percaya bahwa itu adalah pasanganmu. Ia memakiku karna telah menggangu hubangnnya denganmu. Ah sial pipiku memanas tapi aku tak berteriak atau memakimu dan kekasihmu saat itu. Aku tak berhak marah karna aku bukan siapa-siapa, dan siapa siapa tak memiliki hak untuk mejadi apapun. Seolah aku yang jahat disini padahal aku pun terjebak dalam skenario yang kau buat. Aku marah , aku kecewa, aku terluka, tapi aku pun tak bisa apa-apa. Ya, mungkin kalimat rasa nyaman adalah jebakan itu benar. Sekarang aku terjebak di rasa nyamanku sendiri. Dan setelah aku sadar, aku menyadari betapa bodohnya aku dulu pernah mempercayaimu sekeras itu. Namun kenyataannya kisah kita hanya sebatas angin yang  ingin singgah, bukan sebagai tempat untuk pulangnya rasa.

Aku Adalah RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang