"ALANA!"
Gadis yang sedang menggendong tas abu-abu di bahu dan menjinjing totebag berisi buku paket itu menghentikan langkahnya, lalu segera berbalik badan menuju asal suara sambil cengengesan. Sial, mampus nih gue!
Terlihat Bu Endang yang terkenal tegas dan galak itu sedang berjalan mendekat ke arahnya. "Jangan kabur! Diam di sana!" teriaknya menggelar.
"Bagus ya, telat lagi!" ujar Bu Endang tepat ketika baru sampai di hadapan Alana, tangannya meraih telinga Alana untuk menjewernya.
Alana meringis. "Sakit Bu," ucapnya sambil menunjukan wajah memelas yang membuahkan hasil. Bu Endang melepaskan jeweran telinganya. Namun meskipun melepaskan jewerannya, Bu Endang masih tetap berkacak pinggang sambil mengambil ancang-acang untuk mengomeli Alana.
"Iya Bu maaf saya telat, soalnya tadi kucing saya sakit," cetus Alana cepat sebelum omelan Bu Endang keluar yang sering kali tanpa ada hentinya itu.
Bu Endang geleng-geleng kepala semakin terlihat kesal. "Kemarin kucingmu hilang, kemarinnya lagi kucingmu sakit juga, padahal waktu itu kamu bilang kucingmu meninggal, kok hidup lagi?"
"Saya kan punya lima kucing Bu, kemarin meninggal yang namanya Bejo, jadi sekarang tinggal sisa empat," ujar Alana ngeles berusaha meyakinkan.
Bu Endang menyipitkan matanya, mencari kebohongan pada Alana yang terlihat mencurigakan. "Yang bener kamu?"
"Suwer deh Bu, takewer-kewer. Serius kok saya," ucapnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah berbarengan membuat huruf V. Tapi boong hahay papale papale, lanjutnya diam-diam bernyanyi dalam hati.
"Ah saya ngga percaya! Udah berapa kali kamu telat? Udah banyak poin yang kamu punya gara-gara kamu telat Alana! Dasi kamu juga kemana ini?!" Omel Bu Endang, "kaos kaki kamu juga pendek, warna hitam lagi! Ayo ikut Ibu ke ruang BK!" lanjutnya sambil menarik tangan Alana untuk membawanya ke ruang BK.
"Dasi saya ada kok Bu di tas, nanti saya pakai deh," ujarnya, "kalo kaos kaki, saya ngga ngeuh, tadi perasaan saya ambil kaos kakinya yang panjang warna putih, tapi tiba-tiba kok jadi gini ya?" lanjutnya pura-pura kebingungan. Bukan Alana namanya kalo ngga jago ngeles! Ya meskipun ngelesnya ngga nyambung juga sih.
Bu Endang kembali berkacak pinggang, "Saya sudah dengar alasan perihal kaos kakimu itu dua hari yang lalu!"
Alana menepuk jidatnya lalu cengengesan. Sial, Alana lupa kalau alasan itu memang sudah dipakai hari Selasa kemarin.
"Sudah! Sekarang ikut Ibu ke ruang BK saja!" perintah Bu Endang.
"Tapi--" belum sempat Alana melanjutkan ucapannya, Bu Endang lebih dulu memotongnya. "Ngga usah tapi-tapi, ayo cepat!" ujarnya sambil menarik tangan Alana kembali, membawanya menuju ruang BK. Pasrah deh gue, batinnya.
Beruntungnya belum sempat Alana sampai di ruang BK, Ia melihat Genta Pratama, teman sekelasnya. Sedang berjalan menuju ke arahnya. Sepertinya Genta akan pergi ke ruang guru, mengingat dia adalah Ketua Kelas. Alana senyum-senyum nyengir, kayaknya gue bisa lolos kali ini, batinnya.
Betul saja, Genta mendatangi Alana dan Bu Endang. Mengucapkan salam kepada Bu Endang, dan geleng-geleng kepala melihat Alana. "Bantuin gue!" ucap Alana yang hanya menggerakan mulutnya tanpa suara. Seolah pura-pura tidak mengerti, Genta hanya memasang wajah kebingungan dengan satu alis yang diangkat. Bikin kesel aja nih orang satu! Sabar-sabar, dia pasti bantuin gue.
"Mau kemana kamu Genta?" tanya Bu Endang dengan nada suara yang jauh lebih baik dibandingkan ketika sedang berbicara dengan Alana.
"Saya mau nyusulin Alana Bu," jawab Genta yang membuat Bu Endang kebingungan, sedangkan Alana sudah menyengir lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL
Teen FictionMata teduhnya benar-benar membuat jantung gadis dengan rambut sebahu itu berdegup begitu kencang. Sekelilingnya terasa terhenti sejenak, seolah hanya ada pemilik mata teduh yang sedang mengamatinya seksama dengan senyum tipis yang hampir tidak terli...