Chapter 8

3.1K 509 46
                                    

Kematian ayahnya bukan hal yang wajar.

Haechan tahu itu. Ayahnya tidak mungkin bunuh diri seberat apapun masalah yang membebani hidupnya.

Dan di sinilah Haechan berada. Mencoba berdiri dengan kedua kakinya sendiri meskipun ia merasa lantai yang ia pijak sangatlah rapuh. Dan itulah tugas Mark, dia yang menopang Haechan menatap figura ayahnya yang dikelilingi banyak bunga.

Ya, mereka saat ini tengah berada di sebuah rumah duka. Dengan tamu yang hilir mudik memberikan penghormatan terakhir kepada sosok yang dikenal rendah hati dan penyayang itu.

"Jika kau ingin menangis lagi, menangis lah. Kau sekarang punya aku untuk bersandar" bisik Mark pada sosok Haechan yang seakan berubah 180 derajat.

"Air mataku rasanya kering untuk menangis lagi. Aku tidak akan membiarkan orang biadab seperti pembunuh ayahku hidup dengan bahagia diatas penderitaan orang lain"

"Aku selalu ada di belakangmu, ingat itu" ujar Mark lirih

***

"Ah ibuuuuu~ aku tidak pernah merasa sebahagia ini!" Ujar gadis itu riang seraya menghamburkan banyak lembaran uang itu keatas lalu menari dibawah hujan yang dia buat itu.

Sang ibu tersenyum puas "tentu saja, kau tidak akan memanggilku Han Hyura jika aku tidak bisa mendapatkan uang sebanyak ini"

Sang anak; Han ahjun memfokuskan perhatian pada ibunya itu "tapi bagaimana caranya?"

Hyura tertawa kencang "kau ingat Lee Jun? Pria yang ibu temui beberapa saat yang lalu?"

Ahjun mengangguk lalu ibunya menjawab "dia yang memberikan ibu uang sebanyak ini"

Ahjun mengernyitkan dahinya "tapi penampilannya terlihat biasa saja, tapi kenapa dia punya uang sebanyak itu?"

Hyura menyeringai puas "ibu mendesaknya untuk meminjam uang kepada Mark Lee. Kau tahu, taipan kaya raya itu loh"

Ahjun berdecak kagum lalu kembali dibuat kebingungan dengan semua ini "woah.. tapi kenapa dia bisa menuruti kemauan ibu?"

Sang ibu mendekatkan wajahnya untuk berbisik pada ahjun "dia mantan kekasih ibu dimasa lalu, ibu mengungkit sedikit kenangan indah lama yang kami miliki lalu boom! Dia terperdaya oleh kenangan itu"

"Ahh.. begitu rupanya. Kalau begitu, aku ingin mendekati Mark Lee saja lah. Kehidupan kita bisa terjamin hingga anak cucu kita nantinya" ahjun menangkup kedua pipinya lalu mulai berhalusinasi tentang impian barunya menjadi pendamping Mark Lee.

Hyura tertawa "tentu saja, dia menantu idaman ibu. Tampan, Kaya raya, rumahnya megah dan mobilnya keluaran terbaru berharga mahal"

Ahjun memekik tertahan "aaahh! Aku tidak sabar menjadi istrinya Mark Lee!"



Ahjun memekik tertahan "aaahh! Aku tidak sabar menjadi istrinya Mark Lee!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Kau mau kemana?" Mark mencekal lengan Haechan yang hendak pergi.

Kebetulan Mark ingin menemui Haechan dan ia menemukan bocah itu menuruni tangga dengan langkah berapi-api dan ekspresi wajah yang tidak bisa diartikan.

Haechan menyentak tangan Mark lalu memekik kesal "jangan menghalangiku untuk menghabisi bajingan itu!"

Mark berdecak "sudah ku bilang untuk menunggu bukti yang dikumpulkan anak buahku terlebih dahulu. Kenapa kau keras kepala sekali sih?!"

"Kau tidak akan pernah tahu apa yang aku rasakan karena kau tidak pernah merasa kehilangan!" Akhirnya pecah juga tangisan Haechan.

Mark terdiam menatap kaku Haechan. Tatapannya berubah menusuk dan tajam disaat yang bersamaan.

"Kau salah Haechan. Sejak kecil aku sudah kehilangan segalanya" Mark berjalan menjauh dari Haechan menuju jendela besar yang menghadap langsung ke halaman mansion Mark yang luar biasa luas.

Tubuh tegap itu membelakangi Haechan. Membiarkan sosok yang lebih mungil menebak-nebak apa yang wajah datarnya itu ekspresikan.

Haechan tidak menyangka Mark sendiri yang akan mengangkat topik ini ke permukaan. Haechan kira ia akan seperti orang bodoh disini karena tak tahu apapun tentang sang tuan rumah.

"Ayahku yang bekerja terlalu keras hingga lupa waktu dan ibuku yang kesepian lebih memilih bermain api daripada mengurusi anak kecil yang tumbuh karena didikan keras kakeknya"

Haechan diam. Dia masih ingin mendengarkan sejauh mana Mark ingin didengarkan.

"Semakin lama hubungan antara ayah dan ibuku semakin merenggang. Puncaknya ketika perusahaan ayah mengalami penurunan hingga nyaris bangkrut. Ibuku lebih memilih meninggalkan surat cerai diatas meja ruang tamu kemudian pergi bersama selingkuhannya yang saat itu lebih kaya dari ayah" suara Mark mulai tercekat.

Seakan-akan mengangkat kembali topik ini mampu membuatnya tercekik oleh rasa yang tidak bisa ia jelaskan. Semuanya terlalu abstrak dan menyakitkan.

"Dan kau tahu apa yang lebih menyakitkan lagi? Kekasihku saat itu tahu jika ayahku bangkrut, kemudian dia memutuskan untuk pergi karena mengira aku sudah miskin. Dan aku jelas tidak terima. Lalu malamnya aku memergokinya sedang berhubungan badan dengan lelaki lain dan berteriak kepadaku jika ia tidak menginginkan aku lagi"

Haechan mendekat kearah Mark. Menyentuh lengan kokoh Mark lalu memeluk sosok yang terlihat kuat diluar namun nyatanya dia sangat rapuh dari dalam.

Mark terkesiap mendapatkan pelukan secara mendadak dari Haechan. Namun ia harus menceritakannya hingga akhir agar Haechan tahu, menunggu saat yang tepat untuk membalas semua luka adalah pilihan terbaik ketimbang terburu-buru mengambil tindakan yang pada akhirnya akan menjadi bumerang tersendiri.

Mark menumpuk tangannya diatas tangan Haechan yang mengunci perutnya. Mengelusnya perlahan lalu kembali bercerita. Haechan sangat tahu untuk membuatnya lupa akan semua emosinya.

"Ketika perusahaan ayah mulai bangkit kembali dan berusaha merangkak menuju kejayaan, hal tragis terjadi. Ayahku ditemukan tewas karena kecelakaan yang diduga ada unsur sabotase didalamnya. Setelah kematian ayahku, ibuku kembali dan ia menawarkan kekasihnya untuk take over perusahaan ayah" Mark menoleh lalu memberikan Haechan pertanyaan

"Apa kau tahu siapa dalang dibalik sabotase yang dilakukan pada mobil ayahku?" Haechan menggeleng di punggung Mark, menyembunyikan wajahnya yang entah kenapa Haechan merasa sangat tidak enak dengan Mark karena tingkah gegabahnya itu.

"Tidak, memangnya siapa dia?" Cicit Haechan

Mark melepas rengkuhan Haechan lalu berbalik badan menghadap Haechan. Mark kembali memeluk tubuh Haechan yang lebih kecil darinya. Menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Haechan. Menyamankan diri dengan aroma mawar  berpadu dengan wanginya strawberry yang menguar dari tiap helai rambutnya.

"Dia kekasih ibuku. Mereka berniat mengambil alih segalanya namun gagal karena kakek telah lebih dulu bertindak. Namun sepertinya sampai sekarang mereka masih terobsesi untuk mengambil semua yang aku punya. Apalagi jika perusahaan ayah lebih berkembang dari sebelumnya" racau Mark tidak terlalu jelas

Haechan melingkarkan tangannya ke punggung Mark lalu mengelusnya perlahan untuk memberikan kenyamanan bagi Mark yang dilanda kerisauan itu.

"Tenanglah, aku tidak jadi pergi.  Aku disini, jangan khawatir"

Seakan tersugesti oleh kalimat Haechan, Mark merasa lebih lega dari sebelumnya. Sepertinya menceritakan hal ini pada Haechan bukanlah hal yang buruk. Ia sudah menemukan satu alasan untuk jatuh pada Haechan.

Yakni kenyamanan, bukankah rasa nyaman awal dari semuanya?














ʕ´•ᴥ•'ʔ

Haha lama banget gak update ini

Installment Payment [🔞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang