Bagian dua.

1.7K 284 120
                                    

"Samlekom!"

"Samlekom!"

"Ini rumah gede doang, isinya zonk," gumam Mia yang lelah berteriak.

Bodohnya ia tidak menyadari kalau ada bel yang bertengger di sebelah pintu utama rumah tersebut.

Ya, meskipun dia menyadari ada bel pula, Mia tetap tidak bisa menjangkaunya karena letaknya terlalu tinggi sedangkan badannya pendek.

Mia menghembuskan napas kasar. Kesal.

Ceklek ...

Suara kunci dibuka membuat Mia menegapkan badannya. Sejujurnya ia was-was untuk tahu siapa yang membukakan pintu.

Lima detik Mia menunggu, akhirnya pintu besar itu terbuka dan langsung menampilkan wajah pria tua dengan rambut sudah memutih seluruhnya.

"Assalamualaikum," kata pria tua itu, mengoreksi ucapan salam Mia yang salah.

"Eh?" Mia nyengir. Baru sadar kalau pria tua itu baru saja mengoreksi ucapannya. "Waalaikumsalam, Akhi," lanjut Mia.

Pradana—pria tua itu menggelengkan kepalanya ketika melihat kelakuan anak muda yang kini berdiri di hadapannya.

"Siapa yang datang, Opa?" Seorang perempuan datang dari balik punggung Pradana.

"Nggak tau."

"Ah, aku lupa memperkenalkan diri." Mia berbicara lagi, lalu menjulurkan tangannya pada perempuan yang baru saja datang. "Namaku Mia, calon pacar Yoga."

Mendengar penuturan Mia, perempuan yang baru datang itu langsung tergelak sambil menyambut uluran tangannya. "Gue suka gaya lo!"

"By the way, nama gue Syanin—kakak Yoga," lanjut perempuan itu. "Yang sebelah gue ini Opa Pradana—kakek Yoga."

"Salam kenal," ujar Mia ramah, disambut anggukan oleh Pradana dan Syanin.

"Ya sudah, Syanin ajak Mia masuk ke dalam. Opa mau balik ke atas lagi." Pradana lebih memilih menjauh dari kedua orang itu. Dia tidak ingin ambil pusing dengan bergabung karena sejak awal berinteraksi dengan Mia tadi, ia langsung tahu karakternya. Heboh.

"Ayo masuk!" Suara Syanin masih bisa didengar oleh Pradana saat ia baru menaiki tangga rumahnya untuk menuju ruang keluarga di lantai dua.

Syanin langsung mengajak Mia duduk di ruang tamu rumah itu. Ruang tamu yang sangat luas dengan lampu gantung raksasa di atasnya.

"Sayang banget Yoga lagi nggak di rumah, sore gini biasanya dia belum pulang, malas-malasan dulu di sekret. Sok banget anak organisasi satu itu." Syanin membuka obrolan.

"Emang sok dia, Kak! Sok ganteng mentang-mentang banyak yang suka!" ujar Mia menggebu-gebu, membuat Syanin tertawa lagi.

"Percuma banyak yang suka kalau nggak bisa milih mana yang pantas dijadiin pacar."

"Setuju. Eh, tapi nanti dia pilih aku kok, Kak."

"Aih, jadi nggak sabar lihat adek gue bucin," gumam Syanin kemudian.

"Kak, sebenarnya aku ke sini bukan mau cari Yoga." Mia mengalihkan pembicaraan ke inti permasalahan. Dia memang bukan datang untuk Yoga, melainkan untuk Syanin.

"Loh? Terus?" tanya Syanin bingung.

"Kemarin tuh aku kesal sama Yoga karena dia nggak balas chatku, jadi aku mau samperin ke fakultas dia. Eh, nggak sengaja ketendang kaleng, kalengnya kena mobil kakak yang lagi dibawa Yoga. Maaf ya, Kak?" Mia menjelaskan ulang kejadian kemarin.

Terima kasih, Yoga. (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang