Bab 2

9 10 21
                                    

"Entah sudah berapa juta detik yang aku habiskan hanya untuk sesekali memandang wajahmu"

____________

Genio ingin bertanya, apa yang dipikirkan Hanna hingga membuat gadis itu terlihat seperti sedang meratapi sesuatu.

"Lo kenapa?" Akhirnya Genio memberanikan diri untuk bertanya.

"Hanna lupa bawa charger, sama baru inget kalo duit Hanna habis buat beli makanan."

Tuk.

"Pakai charger gue."

Genio menyerahkan sebuah charger, dan kembali menatap ponselnya tanpa mengindahkan tatapan kagum Hanna. Gadis itu tersenyum bahagia.

"Geno baik banget! Makasih ya!"

"Hm."

Tak lama kemudian, guru memasuki kelas. Senyum Hanna pun belum luntur dari wajah cantik itu, ia tetap tersenyum dan semangat mengikuti pelajaran meskipun sesekali bingung dengan apa yang diucapkan guru di depan, tetap saja ia murni gadis Jepang. Dan baru menetap di Indonesia beberapa bulan.

°°°

"Han, yok ke kantin." Ajak Elly diiringi dengan ketiga gadis dibelakangnya, Hanna berdecak malas.

"Duit gue habis."

"Karena apa?"

Hanna mengangkat kantong plastik besar berisikan banyak makanan disana, "kalian aja, gue juga masih kenyang."

Itulah kenyataan. Sebenarnya Hanna ingin hemat, namun melihat banyak makanan tetap saja bisa meruntuhkan imannya untuk hemat dari sekarang. Hanna tidak akan ragu-ragu memborong gorengan di kantin.

Hanna tetap mengunyah makanannya santai, sejak tadi dan hingga kini ia masih betah memakan berbagai makanan dengan rasa yang berbeda-beda.

Ditengah keasikan itu, Hanna sampai tak menyadari bahwa Genio sudah duduk disampingnya sejak tadi. Lelaki itu juga tampak acuh.

"Uhuk..uhuk! Anjir keselek."

Melihat Hanna yang kesusahan, sontak Genio langsung memberikan botol minum yang baru beberapa detik ia buka. Hanna mengambilnya dan meneguk habis isi botol itu.

"Astaga." Keluh Genio pelan, Hanna kembali melahap gorengan di mejanya.

Tanpa ada beban sedikitpun setelah insiden keselek tahu itu berakhir. Genio pikir, Hanna benar-benar gadis yang tidak bisa di tebak.

"Yah, gorengannya habis. Geno ada uang gak? Beliin Hanna dong, besok Hanna ganti deh."

Genio menatapnya sekilas, dan berdiri.

Lelaki itu tak peduli, dan Hanna agak meratapi kepergiannya. Ia benar-benar masih lapar, padahal besok ia bisa ganti uang Genio.

"Nih."

Sebungkus gorengan mendarat di mejanya. Hanna mendongak dengan mata berbinar, Genio tidak benar-benar mengacuhkannya. Lelaki itu diam-diam masih memperdulikan Hanna meskipun bersikap seolah-olah acuh.

"Geno baik, makanya Hanna suka."

"Uhuk!"

Kini giliran Genio yang keselek. Semudah itu gadis satu ini mengatakan hal yang menurutnya memalukan. Genio balik menatap Hanna serius.

"Lain kali, kalo ngomong dipikir dulu Hanna."

Genio tahu, Hanna tidak polos. Hanya saja, gadis itu belum memahami kondisi di Indonesia. Wajar di Jepang, hal seperti itu sudah lumrah jika Hanna terang-terangan mengatakannya. Ini beda lagi!.

"Salahnya dimana?" Tanya Hanna bingung.

"Lo! Ah, lupakan."

Hanna berdecak. Ia mengatakan menyukai Genio hanya sebagai ungkapan kagum, bukan suka beneran juga. Tapi, kalo dilihat-lihat Genio ganteng juga hehe.

"Lo kenapa gangguin gue mulu?"

"Hah? Emang Hanna gangguin Geno?" Beo Hanna, ia merasa tidak pernah menganggu Genio. Dia dan Genio kan teman, sudah biasa kan jalan bersama?.

Ah, Hanna paham. Mungkin Geno risih?.

"Oh itu toh. Enggak, Hanna cuma pengen temenan sama Geno. Soalnya nyari disini terlalu mudah, orangnya ramah banget, jadinya Hanna susah milih. Terus, pas ketemu Geno dan kayaknya Geno gak punya temen, makanya Hanna mau temenan sama Geno."

Agak menjijikan sebenarnya mendengar gadis blak-blakan seperti Hanna menyebut namanya sendiri seperti itu. Namun sudahlah, lama-kelamaan sikap sok imutnya akan modar.

"A-ah? Gak punya temen?"

Genio terkekeh, "gue emang gak punya temen sih."

°°°
Give me vote and comment ^^

To be continued
I hope you always happy

Hannaya || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang