Kemungkinan besar, pembunuhnya ada di antara kalian, ucap salah satu penyelidik. Salah satu di antara kami, berarti pembunuhnya adalah seorang teman. Teman yang sudah berteman sejak bertahun tahun lamanya.
Cahya, adalah seorang anak presiden yang ha...
Semua orang yang ada di sana meloncat kaget. Barang bukti yang tertancap di perut Cahya adalah pisau, dan ada sidik jari Haikal di pisau tersebut.
"... Bang ... ga mungkin, Bang ..." ucap Haikal ragu dengan badan yang bergetar hebat. Kepalanya sangat pusing menerima kenyataan-kenyataan aneh ini.
"Dari jejak kaki yang ada di kamar Ilham, kemungkinan pelakunya ada dua orang. Dan mungkin, salah satunya adalah Haikal." jelas Jeffry dengan nada yang serak namun ia berusaha berbicara dengan normal. Bagaimanapun juga, Haikal adalah adiknya sendiri.
Haikal yang masih bergetar itu langsung terduduk saat mendengar bahwa namanya masuk ke dalam daftar tersangka. Walaupun masih belum terpampang dengan benar bahwa ia yang melakukannya, namun menjadi salah satu dari orang-orang yang di curigai adalah hal yang mengerikan.
Marka yang sedari tadi diam dan berusaha se-normal mungkin atas semua kenyataan yang telah di ucapkan berusaha meluapkan isi kepalanya yang hampir pecah itu.
"Pelakunya ... ada dua? ... Tapi barang bukti yang ada cuman satu, Bang ..." ucap Marka dengan suara yang bergetar, ucapan Marka tersebut membuat semua orang yang ada di sana terdiam berfikir.
"Kita bakal menyelidiki ini lebih lanjut, silahkan lakukan introgasi kembali." ucap Jeffry yang langsung melenggang keluar tanpa berfikir makna dari ucapan Marka tadi.
Perkataan Jeffry tadi membuat empat orang yang masih kalut dengan pikirannya kembali duduk. Mereka tidak mengatakan sepatah kata pun dalam waktu lima belas menit lamanya. Hingga akhirnya suara pintu terbuka membuat mereka mengalihkan pandang secara bersamaan.
"Bang ..." itu sapaan dari Naja dan Renja.
Melihat sang adik yang ada di sana, membuat Doya sedikit terkejut sekaligus merasa aneh. Apakah adiknya ini akan memberikan sebuah pernyataan?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" ... Jadi ... Maksud Bapak ... saya harus menyerahkan diri sebagai pelaku pembunuhan Cahya ... ?"
"Ya."
" ... Tapi, saya tidak melakukannya ..."
"Kamu melakukannya atau tidak, tetap saja. Turuti perintah saya jika kamu masih mau hidup." ucap pria itu yang langsung mematikan sambungan telephonenya secara sepihak.
Pria itu sedikit menyunggingkan senyumnya. Ia merasa negara ini akan segera terguncang lebih hebat lagi setelah pria tua tadi mengakui perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.
"Ck ck ck. Cahya lo udah mati masih aja ngerepotin ya." pria itu masih tetap duduk di bangkunya sembari memainkan handphone hitamnya itu.
Sekretaris yang sejak tadi tetap berdiri tegap di samping meja kantor pria itu mulai membuka suaranya, ia merasa perlu untuk menyampaikan ini.
"Pak, Bapak presiden masih kekeh untuk bertemu dengan anda." setelah kalimat itu terucap, pria jangkung itu langsung berdiri dari duduknya meletakkan tangannya di atas meja dengan keras.
"Bilang saja, saya sudah pulang ke Bandung. Setelah itu, siapkan mobil kita pulang hari ini juga."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"... Jadi kalian datang ke sini untuk memberikan kesaksian?" tanya Juwa memastikan setelah ia mengizinkan Marka dan Haikal untuk pulang.
"Iya Bang ⎯ eh Pak." ucap mereka berdua serempak.
"Oke, silahkan katakan." ucapan Juwa membuat ke tiga orang yang ada di sana menegang. Terutama Doya.
Sesering apapun dia bertengkar dengan Renja, baik itu hanya adu mulut. Ia tidak pernah melihat sisi Renja yang berani membunuh seseorang. Renja terlalu lembut untuk hal seperti itu.
Sejak Renja datang, Doya mulai berdoa di dalam hatinya agar adik kecilnya ini tidak terlibat terlalu jauh. Dia tidak ingin melihat adiknya keluar - masuk kantor polisi walau itu hanya sekedar memberikan kesaksian.
"Saya Naja. Saya adik kembar Noja. Saya tidak hadir ke acara ulang tahun Cahya tadi malam karena pasien saya harus melakukan operasi, dan operasi itu berlangsung dari jam 11 malam sampai jam 5 pagi ini."
"Anda memulai operasi jam 11 malam. Marka adalah orang pertama yang datang ke rumah Ilham, dan dia datang pukul 8 malam. Mengapa anda tidak pergi ke rumah Ilham terlebih dahulu hanya untuk mengucapkan selamat kepada Cahya? Apakah terjadi perselisihan di antara kalian?" pertanyaan yang sudah Naja tunggu sejak tadi, akhirnya keluar dari mulut Juwa.
"Saya menghantarkan saudara saya, Noja. Karena dia akan pergi ke Jakarta pukul 8.20 tadi malam. Maka dari itu saya membantu dia merapikan semua peralatan yang dia perlukan. Dia itu sedikit ceroboh."
Pernyataan yang di ucapkan Naja mengundang tanda tanya bagi Juwa.
"Berarti anda ada di rumah sampai jadwal operasi anda?"
"Tidak."
"Setelah anda menghantarkan Noja, anda pergi ke suatu tempat?" pertanyaan itu membuat tanda tanya di kepala Renja mulai tumbuh kembali. Dia memperhatikan pria yang duduk di sebelahnya ini. Naja dengan wajah datar andalannya mulai membuka bibirnya dan mengatakan hal yang membuat tanda tanya semua orang membesar.
"Saya mengikuti Noja. Noja pergi ke rumah Ilham, dan sampai di sana pukul 8.05 malam. Dia memakai kemeja putih dengan jaket kulit hitam andalannya."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⎯ Hayoo, menurut kalian Noja ngapain ke rumah Ilham?