Haikal yang baru terbangun dari tidurnya sedikit merasa pusing, matanya berat seperti minta untuk tidur kembali. Tetapi tidak bisa, karena sang kakak ⎯ Jeffry sudah berteriak heboh di depan pintu kamarnya. Tidak biasanya Jeffry masih ada di rumah, karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul 8.00 pagi dan seharusnya Jeffry sudah di kantor sekarang.
"Apa si bang?" misuh Haikal sembari mengucek matanya yang masih buram.
Tidak di jawab pertanyaan tadi, Jeffry langsung menarik tangan Haikal dan membawanya ke ruang TV. Di sana ada Johnny dan Ibunya yang sedang fokus menonton siaran berita.
"Liat" perintah Jeffry.
"... Tak sadarkan diri di kamar tidur temannya yang berinisial I. Di ketahui C sedang bermain seperti biasa di rumah I bersama dengan M. Sekarang C masih diautopsi oleh pihak rumah sakit, dan para polisi sudah mendatangi rumah I untuk di selidiki." ucap sang pembawa acara.
Mendengar penjelasan singkat dari sang pembawa acara. Haikal langsung membelalakkan matanya kaget.
"C? Siapa C bang?" tanya Haikal memastikan.
"Cahya. Akara Cahya" balas Johnny sembari mengambil jasnya.
"Ayo Jeff" ajak Johnny yang lalu di angguki oleh Jeffry.
Haikal diam. Haikal masih mencerna dan mengingat-ingat kejadian semalam. Sang Ibu yang juga masih sama kaget nya dengan Haikal, langsung menatap anak bungsunya yang sedang merenung tanpa ekspresi.
"Kamu samperin temen temenmu ya, bantuin mereka sebisamu." ucap sang Ibu yang langsung melangkahkan kakinya ke kamar.
Haikal langsung menangguki perintah Ibunya. Ia pergi ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka dan menyikat giginya. Dan menyambar jaket yang di gantung di belakang pintu kamarnya.
Ia pergi menaiki sepeda motor kesayangannya. Si Hitam namanya. Dengan kecepatan yang tidak normal, Haikal memotong jalanan Bandung yang ramai.
Disisi lain, Renja yang baru saja keluar dari ruang operasi langsung meregangkan badannya yang kaku sambil bibirnya terus melafalkan umpatan karena kelelahan.
Renja segera melepas pakaian operasinya dan pergi ke kantin rumah sakit. Ia tidak berhasil sarapan, karena jadwal operasi yang harus di percepat mendadak.
Ia menyusuri lantai rumah sakit yang ramai seperti biasanya, tetapi mendadak ia menghentikan langkah kakinya dan bersembunyi di balik dinding.
Ia mengamati pasangan suami istri yang ia kenali itu. Wajah mereka seperti sehabis menangis. Renja tidak tahu mengapa mereka ada disini dengan keadaan acak-acakan seperti itu. Renja tetap mengamati pasangan tersebut sampai akhirnya mereka di antar oleh seorang suster ke lantai atas. Lantai khusus autopsi.
"NAJA NAJA NAJAA WOIII" teriakan Renja dari belakang berhasil membuat sang Dokter Bedah itu membalikkan badannya dengan kesal. Di dapatinya seseorang dengan profesi yang sama dengannya tengah berlari dengan terus menyebutkan namanya.
"Apasih Ren?" kesal Naja.
"Itu... hhhhh... Itu... CAHYA! ORANG TUA CAHYA DI SINI JAA!" Panik Renja yang membuat tanda tanya muncul dibenak Naja.
"Terus kenapa kalau ada orang tua Cahya?"
"Mereka ngapain coba ke ruang autopsi? Gua liat tadi. Mereka kaya habis nangis Ja!" penjelasan Renja yang singkat namun bisa membuat tanda tanya Naja semakin besar.
Tanpa aba-aba, Naja langsung berlari ke lantai atas ⎯ lantai khusus autopsi. Renja yang sudah kehabisan nafasnya, secara mau tidak mau langsung mengikuti Naja.
Rumah yang menjadi saksi bisu kematian seorang Cahya menjadi tujuan utama Haikal. Ia segera membuka pagar rumah tingkat dua tersebut. Ramai. Kediamannya Ramai oleh para polisi dan penyelidik, bermeter-meter tali dipasangkan sebagai tanda bahwa tempat itu sedang di selidiki.
"Marka!" teriak Haikal yang membuat sang empu menoleh pasrah. Haikal dapat melihat wajah Marka yang hilang harapan, namun sekarang ia tidak peduli dengan itu.
"Lo apain Cahya brengsek!" kesal Haikal sembari menarik kerah baju Marka. Sedangkan, sang tuan hanya diam tidak menjawab. Air mukanya terlihat sangat lelah dan sedih. Tapi Haikal tidak ingin percaya kepada air muka yang bisa saja menyembunyikan sesuatu itu.
"JAWAB BRENGSEK!" teriak Haikal yang akhirnya mengalihkan perhatian kakaknya - Jeffry.
"Kal udah kal, diem dulu." sebuah penenangan yang di berikan oleh Jeffry, berhasil membuat Haikal mundur beberapa langkah. Haikal masih tidak bisa berfikir jernih, ia masih kalut dan bingung dengan apa yang terjadi dalam waktu satu malam saja.
"Kita lagi berusaha menyelidiki dan mendapatkan bukti, Marka dan Ilham bakal kita bawa ke kantor. Lo tolong diam ya dek, jangan memperkeruh suasana. Tolong." ucap Jeffry tegas, lalu kembali ke pekerjaannya.
Haikal masih tetap menatap Marka. Menatapnya penuh tanda tanya. Yang ditatap hanya diam, menatap balik dengan tatapan tanpa arti. Adu tatap yang sengit itu berhasil dihancurkan oleh Doya.
Doya, adalah salah satu penyelidik yang juga merupakan teman baik Jeffry. Dia menghancurkan tatapan sengit itu dengan sebuah pertanyaan.
"Haikal, lo tadi malem ada di sini juga kan? Gue nemuin video dari kamera CCTV yang menangkap jelas bahwa lo ada di sini. Masuk ke rumah ini juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Betrayal The Biggest Lie.
Misteri / ThrillerKemungkinan besar, pembunuhnya ada di antara kalian, ucap salah satu penyelidik. Salah satu di antara kami, berarti pembunuhnya adalah seorang teman. Teman yang sudah berteman sejak bertahun tahun lamanya. Cahya, adalah seorang anak presiden yang ha...