Chapter 01

27 2 0
                                    

Happy Reading!

"Jangan tertipu cover,"

Jam empat dini hari, dan Zahra baru pulang dari perkumpulannya. Hidupnya terkesan bebas, tak ada hambatan sama sekali, tapi itu hanyalah ekspektasi dari orang-orang diluaran sana realitanya mungkin jauh dari apa yang mereka pikirkan.

Kaki jenjangnya melangkah menaiki tangga menuju lantai dua, ke kamarnya. Gadis itu mendorong pintu kamarnya lalu merebahkan diri di kasur over size-nya, Zahra merogoh sakunya mengeluarkan sebuah amplop tebal dari saku jaket hitam berlambangkan star black.

Gadis itu mendudukkan diri, bersandar disandaran tempat tidur, ia mulai membuka amplop tersebut, mengeluarkan uang kertas bewarna merah dari sana. Ia tersenyum miring menatap uang-uang tersebut, hasil dari balapannya malam ini. Lumanyanlah, untuk uang jajannya selama seminggu. Bukannya kekurangan uang saku dari orang tua, tapi Zahra memang tak mau memakai uang yg masuk kedalam rekeningnya.
Selama ini hidupnya bergantung hanya dari balapan motor yang ia ikuti. Dan untungnya lagi, Zahra tak pernah kalah di arena balapan.

***

Sinar matahari yang masuk melalui jendela yang tak tertutup, membuatnya terbangun dari tidur sekilasnya. Gadis itu mengecek jam yang ada di benda pipih-nya. Ia telat kesekolah, jam sudah menunjukan pukul 08.15 buru-buru Zahra mengumpulkan nyawa dan bergegas untuk ritual paginya.

Memakai seragam, lalu melajukan kuda besinya dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia membelokan motor nya kekanan lalu memarkirkannya ke sebuah labirin gelap.

Zahra mulai mengotak-atik handphone mahal di tangannya, mencari beberapa digit nomor untuk dihubungi dan beberapa detik setelahnya panggilan tersambung.

"Dikelas ada guru?"

"Ada, lo dimana?"

"Gua minta, suruh guru itu pergi gimana pun caranya."

"Makanya jangan telat!"

"Bacot! Awasin jalan gua, bentar lagi gua sampe dilapangan sekolah,"

Tut.

Panggilan diputuskan Zahra secara sepihak. Zahra mulai merubah penampilannya, ia membuka ikatan rambut untuk diuraikan, menata rambutnya yang berantakan. Lalu mulai melangkah secara anggun saat mulai memasuki area SMA Garuda bangsa. Raut wajah sinis berubah menjadi senyum manis.

Sekarang, Zahra bukan lagi Zahra beberapa jam yang lalu, bukan Zahra seorang pemimpin geng star black yang dikenal kejam, tapi kini ia adalah Zahra yang terkenal sebagai siswa teladan, berprestasi, ramah, dan polos yang tentunya sangat jauh berbeda dari karakter aslinya.

Lewat kode mata seorang pemuda berjalan melewatinya. Zahra yang paham dengan kode tersebut berjalan lebih cepat untuk sampai kedalam kelas.

Begitu masuk kedalam kelas, hanya ada tiga orang laki-laki didalam nya, yang membuat Zahra bernafas lega.

"Galaska ngajakin balapan antar ketua," ucap Vian. Si cowok dingin berprestasi di SMA Garuda bangsa.

Zahra menarik bangku untuk ia duduki, tiga cowok lainnya pun ikut bergabung duduk di kanan kiri dan juga didepan.

"Menurut gua, mereka cuma pengen tau siapa pemimpin star black," balas Ricky. Cowok yang Zahra hubungi tadi.

Cowok dengan badan besar tegap yang duduk di bangku depan melemparkan tutup botol kearah muka Ricky, "Aelah! Itumah, bukan menurut lu, tapi dari opini Vian! Plagiat lu!" semprot Bram.

"Menurut gua juga gitu!"

"Dih, plagiat nggak mau ngaku salah,"

Zahra yang jengah dengan adu mulut antara keduanya menggebrak meja cukup keras, "Diem! Jangan adu mulut kalo lu berdua laki,"

Suara handphone yang saling berdenting membuat Zahra, Ricky, dan Bram memeriksa benda pipih-nya masing-masing.

Vian:
Bersikap biasa aja, kita diawasin!
08.56

Mereka berempat mulai melakukan aktivitas tanpa saling berbicara satu sama lain. Zahra membuka buku novel miliknya, melanjutkan untuk membacanya. Bram keluar untuk ke kantin, sementara Ricky bermain game di ponselnya. Dan Vian? Tak melakukan aktivitas apapun, ia hanya mendengarkan airphone dengan mata yang terpejam.

Zahra menajamkan indera pendengaran nya, ia seolah-olah sedang berfikir dengan mata yang bergerak kesana-kemari dan dapat!
Ada seorang pemuda yang tengah memperhatikan mereka diam-diam, dibalik kaca jendela. Di dalam hati Zahra tersenyum mengejek, mereka terlalu mudah untuk diketahui, terus mencari tau siapa ketua star black tanpa ada curiga sedikit pun kepadanya. Dan dengan hal tersebut membuatnya terasa lebih mudah bagi mereka.

Zahra memilih keluar dari dalam kelas, tujuannya adalah ke toilet. Kakinya melangkah keluar, saat satu belokan lagi langkah kakinya terhenti saat melihat adegan kekerasan tepat didepan mata. Seorang cowok yang menampar si cewek, dan si cewek yang menangis tersedu-sedu sambil memegangi pipinya yang memerah.

"Fuji?!" Zahra menarik tangan Cewek tersebut. Ia baru menyadari jika itu adalah Fuji, teman sekelasnya.

"Kita pergi aja, jangan disini. anggap aja lo nggak liat apa-apa,"

"Tapi, kamu ditampar!" balas Zahra. Didalam lingkup sekolah ia akan memakai kosa-kata aku-kamu.

Fuji mengusap air mata yang membajiri pipinya. "Udah, gua gapapa."

Ini yang Zahra benci, ia tak suka jika diperlakukan tidak adil, ia tak suka kekerasan yang melibatkan wanita, kenapa tidak berani melawan? Tangannya serasa gatal ingin menonjok pria yang tersenyum sinis dibelakang mereka.

"Jangan sampe ngadu! Kalau ngadu awas aja!" peringat cowok tersebut.

Zahra berbalik badan, ia menatap dari bawah sampai atas cowok didepannya ini. Apa yang harus ia pukul terlebih dahulu? Haruskah ia mematahkan tulang tangan manusia tak tau diri seperti ini? Atau tulang rusuknya sekaligus? Zahra menghembuskan nafasnya kasar, berusaha mengontrol emosi yang meluap-luap.

"Minta maaf!" ucap Zahra dingin.

"Maaf?" tanya cowok tersebut. "Gila gua, kalau sampe minta maaf, lagian gua nggak salah,"

"Udahlah Zah, kita pergi aja!" Fuji masih berusaha menarik tangan Zahra.

"Nggak salah? Nggak tau diri!"

Cowok tersebut kelihatan tersinggung dengan kata yang dilontarkan seorang Zahra Anindya tangannya terayun ingin menampar, tapi sudah lebih dulu tangan kekar menahannya.

"Jangan mulai, kalau nggak mau babak belur!" orang yang menahannya adalah Vian, wakil
ketua star black yang sudah dikenal dimana-mana.

"M-ma-maaf, gua ga sengaja, gua bakalan pergi," cowok tersebut terbata-bata saat melihat wajah seorang viansyah slavin.

"Eitss, nggak semudah itu!" Ricky menghentikan langkah cowok yang tadinya semena-mena berubah menjadi cupu dalam sekejap.

"Dapetin balasan, berlutut, terus pergi, and ... Selesai!" jelas Sahid. Salah satu anggota inti star black.

TBC!

Tinggalkan jejaknya wahai para pembaca!

See you!


Bad girl Star blackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang