Chapter 2 - Yang Pergi, Kembali

23 0 0
                                    

Di hari yang sama, setelah menyelesaikan sesi interview aneh dengan Sultan, Rama langsung disambut hangat oleh Roma. Keduanya berjanji untuk menyesap secangkir kopi di deli dekat kantor. "On me," tambah resepsionis berkulit sawo matang yang selalu berjalan dengan irama 'tak... tok... tak... tok...' yang stabil & mengintimidasi. 

"Chill," pesan Roma sambil menepuk bahu Yusuf berusaha menenangkan saat pertama kali bertemu di Deli. Roma seolah tak bisa menahan tawa melihat wajah Yusuf yang kencang sejak keluar dari ruangan Sultan. Sebagai orang yang sudah bertahun-tahun kerja bareng sosok legendaris Sultan Fitzgerald, Roma tahu bagaimana mengatasi bosnya lebih dari siapapun di Whakaaro House.

"Saya cuma bingung," tutur Yusuf dengan dahi yang berkerut sejak keluar dari ruangan Sultan.

"You have all time to figure it out," respons Roma santai. "Sultan itu sosok yang susah dihadapi. Tapi, ilmunya luar biasa banyak. Saya enggak pernah kenal orang kreatif dan visioner yang bisa melampaui ide-ide gilanya sejauh ini."

"Kenapa London?" tanya Yusuf tiba-tiba kepikiran kenapa ada orang Indonesia yang membuka kantor di luar negeri dengan sebagian besar pegawai juga orang Indonesia.

"Kenapa?" tanya balik Roma. Bingung dengan maksud pertanyaan Yusuf.

"Maksud saya, kenapa enggak di Indonesia, Mbak?" jelas Yusuf.

"Ini bukan soal Indonesia atau London, Kasep," ucap Roma menghadirkan logat Sunda di akhir kalimatnya.

"Sultan tergila-gila sama jalan ini. Kantor, tempat tinggal, deli ini. Dia presisi sama apa yang dia inginkan. Kamu pernah dengar ada orang rela bayar gaji puluhan kali lipat, urus dokumen mahal-mahal, dan tanggung akomodasi cuma buat bawa resepsionis ikut pindah ke luar negeri?"

"Mbak dari Indonesia?" tanya Yusuf. "Maksudnya dibawa Pak Sultan dari Indonesia?"

Roma mengangguk. "Ada dua orang lain yang dibawa Sultan dari Indonesia waktu dapat tawaran kerja di Manuale. Besok pagi kamu bakal ketemu Subur. Nanti malam, kalau beruntung bisa ketemu Praja dalam keadaan sadar."

"Nanti malam?"

"Iya. Kamu tinggal satu apartemen bareng Praja. Tadinya mereka berdua tinggal bareng. Cuma sekarang Subur tinggal bareng pacarnya," jelas Roma.

Yusuf menggigit bibir bawahnya. Mengecap kalimat yang akan ia lontarkan pada Roma. "Mbak, apa yang bikin saya diterima di Manuale?"

"Esai kamu, kan? Bukannya seleksinya dari esai, ya?" tanya balik Roma. "Memang menurut kamu apa, Cup?"

"Cup?"

"Iya. Yusuf, Ucup, ya sama, aja. Yang penting kamu tahu saya manggil kamu, kan?"

"Jauh-jauh ke London malah dipanggil Ucup, ya," gumam Yusuf sambil tertawa tak habis pikir mendapat panggilan di hari pertama singgah di London.

"Apa, Cup? Kenapa menurut kamu bisa masuk sini selain karena esai?" ternyata Roma lebih tertarik pada pendapat Yusuf dalam hal ini.

"Ya, harusnya emang karena esai," sepertinya Yusuf mendapat jawaban atas pertanyaannya sendiri. 'When the storm is coming in but fishing is a life,' batin Yusuf mengeja judul esai yang ia kirimkan sebagai syarat seleksi management trainee tahunan di Manuale.

Setiap tahunnya, program itu berhasil mengumpulkan ratusan bahkan ribuan esai brilian dari fresh graduate di Asia Tenggara. Dan hanya satu penulis esai terbaik yang bisa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program 'training' setahun di Manuale. Uniknya, dari rumor yang beredar, justru hanya program itulah satu-satunya jalur untuk bisa bergabung sebagai redaksi dan bisa bekerja langsung di bawah tangan dingin Sultan Fitzgerald.

Roman Jagat I: Ucap UcupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang