5.00 pm
"Kerja bagus semuanya! Kalian boleh langsung pulang dan membawa sisa makanan hari ini."
Semua pegawai bersorak senang saat suara Kaeya-san memenuhi langit-langit ruangan. Dia tersenyum lebar lalu menepuk bahuku yang terlihat melamun sambil menatap ke arah piano.
"Aku tahu kalau piano itu terlihat cantik jika dilihat dari sini. Tapi benda itu tidak akan bersuara kalau kau hanya menatapnya saja kan?"
Aku tersenyum kaku lalu mengalihkan perhatianku ke arah lain. Aku tidak mau dia melihatku menitikkan air mata tanpa sebab. Akan jadi sebuah masalah kalau semua orang juga jadi melihatnya.
"Sepertinya kau kelelahan. Pulang dan beristirahatlah. Aku sudah bilang pada salah satu pegawai kalau kau ingin menukar jam kerja dan dia menyetujuinya. Kau bisa pergi ke kontes musik temanmu tanpa khawatir akan terlambat lagi," ujarnya sambil tertawa kecil lalu segera berlalu dari hadapanku. Aku membungkuk lalu mengucapkan terimakasih.
Entah karena gerakan refleks atau memang ada yang salah dengan urat leherku, kepalaku menoleh lagi ke arah piano itu. Semakin lama menatapnya, semakin besar rasa rindu dan keinginanku untuk menyentuhnya.
Aku memejamkan mata lalu
menggeleng pelan dan segera berjalan menuju tempat ganti pakaian. 5 menit berkutat dengan kain-kain dan ruangan pengap itu, akhirnya aku bisa menghirup udara bebas. Aku menoleh sekali lagi dan melambaikan tangan pada Kaeya-san yang masih mengurusi beberapa hal di dalam.Mataku melirik ke arah benda di sudut ruangan. Lampu yang meneranginya kini padam. Menyisakan gelap dan suasana dingin yang entah kenapa terasa sampai ke tubuh. Aku menoleh kembali ke depan.
Telingaku berdenging saat suara-suara yang menggangguku kembali lagi. Aku memejamkan mata lalu mengeratkan peganganku pada tali ransel. Kakiku melangkah cepat meninggalkan cafe.
Aku ingin segera pulang.
🎵🎵🎵
Pintu rumah terbuka. Suasana gelap dan mencekam langsung terasa saat aku menatap tempat bernaungku selama tiga tahun terakhir. Setelah membuka sepatu, aku segera masuk ke dalam lalu menyalakan saklar yang menempel di dinding sebelah pintu masuk.
Cahaya terang langsung terpancar dan menerangi seisi rumah. Hal serupa yang aku rasakan saat pertama kali masuk ke dalam cafe kembali terjadi. Aku menyapukan pandangan pada seisi ruang tamu yang jadi terlihat sempit. Dan mataku membulat saat melihat benda itu kini berada di sudut ruangan, menggantikan vas bunga besar milik ibu!
Bagaimana mungkin piano putih itu bisa ada di rumahku?!
Aku berjalan pelan ke arah benda besar berwarna putih itu. Setelah menatapnya cukup lama dan meyakinkan diri bahwa aku tidak sedang berdelusi, aku menekan tuts yang menghasilkan suara berdenting lembut.
Aku tertegun. Piano ini sungguh nyata. Kenapa bisa ada di sini? Siapa yang mengirimnya?
Aku buru-buru mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi Kaeya-san. Dia harus tahu kalau piano di cafe nya sekarang berpindah tempat ke rumahku.
"Riri? Kenapa kau menghubungiku? Apa ada sesuatu yang tertinggal di sini?"
"Ma-maaf kalau aku mengganggu waktumu Kaeya-san. A-aku tidak tahu bagaimana caranya benda itu bisa terbang atau berjalan, tapi yang jelas, pianomu ada di rumahku sekarang."
"Pianoku? Piano apa? Mana mungkin orang sepertiku bisa membeli piano."
"Piano putih yang kau ambil di depan cafe tadi siang dan menjadikannya sebagai pajangan di sudut ruangan! Entah bagaimana caranya piano itu sekarang bisa berada di rumahku! Di ruang tamuku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Harmony
Fantasy"Entah bagaimana aku menyampaikannya padamu, bagaimana aku meyakinkanmu, dan menjelaskan semua hal yang selama ini tidak pernah terucap. Aku hanya bisa berharap, musik dan harmoni yang ku mainkan akan tersampaikan padamu. Mewakili semua kelu dan ras...