Aku memutuskan untuk menjadi anggota TNI dan setelah selesai mengurus dalam perlengkapan surat-surat, akhirnya aku harus meminta tandatangan kedua orang tuaku. Ayah dan ibuku kaget mendengarnya, dan berkata “ayah dan ibu tidak merestui kamu menjadi seorang anggota TNI, kamu tau kan resikonya apa. Ayah dan ibu tidak mau melihat kamu seperti eyang kamu” lalu aku menjelaskan kepada mereka bahwa aku ingin menjadi orang sukses “yah, bu, aku mohon doa restu dari kalian. Eyang meninggal demi bangsa ini, dia meninggal di jaman penjajahan. Sekarang udah beda jaman yah, bu. Negara sudah aman, tak ada lagi penjajah. Apa ayah dan ibu mau terus melihat Diah selalu menjadi orang susah? Diah udah lolos dalam seleksi ini, tinggal Diah berangkat pendidikan. Diah mohon yah, bu, restui Diah menjadi anggota TNI. Diah udah terima konsekwensinya, apa lagi membawa nama harum bangsa ini, dan membahagiakan semuanya”. Adik-adik pun mendukung dengan karierku, akhirnya ayah dan ibu menandatangi persetujuan tersebut.. aku menjadi apa yang aku inginkan, semua resiko akan aku tanggung sendiri, jauh dengan keluarga, ikut pelatihan, dan siap di tugaskan dimana saja.
1 tahun kemudian…
Suara apel pagi untuk para prajurit, mulai membentuk barisan rapi, dan di beri pengarahan oleh Komandan. Aku di tempatkan dinas di Jakarta Pusat Markas Komando. Aku di tempatkan disini, bekerja di bidang kantornya. Aku dan Mayang di tempatkan di satu ruangan, dia sebagai atasan ku bila di kantor dan memakai seragam militer. Aku membiasakan diri memanggil dia dengan ibu bila di kantor, dan memanggil dia Mayang bila tidak sedang bekerja. Mayang selalu membantuku bila aku kesulitan, dia teman yang baik. Saat SMA kita tidak begitu dekat, hanya sebatas teman say hay saja dan teman sekilas, aku pernah pada waktu itu menolongnya saat dia sedang di bully oleh sekelompok anak-anak yang menyebalkan. Dan akhirnya kita bisa berteman dengan sangat dekat untuk sekarang dan selamanya.
Siang itu sebelum istirahat di kantor, salah seorang pria masuk kedalam ruangan dan bertanya kepada saya, “apa yang kamu kerjaan pada saat ini”. Saya menjawab dengan tegas, “Siap, saya sedang mengerjakan tugas dari komandan”. Dia tersenyum dan berbicara untuk melanjutkan tugas saya, dia berjalan-jalan di ruangan dan bertanya kepada setiap para prajurit yang berada disana. Lalu pergi keluar ruangan, karena dia berasal dari kalangan perwira, aku harus mengormati beliau sebagai atasan ku. Aku melanjutkan tugas ku, dan waktu istirahat sudah datang. Aku dan Mayang segera menghampiri mushola untuk sholat dzuhur dan selesai sholat kami pun melangsungkan makan siang jauh dari kantor, karena kami sedang malas untuk makan siang di kantin.
Sesampainya di rumah makan, kita langsung pesan makanan, dan mencari tempat duduk yang adem dekat dengan kipas angin. Baru saja kita duduk, Mayang dengan ekspresi kaget dan segera bangun dari kursi lalu memberikan hormat ke seseorang yang berada di belakangku, aku “siang ton” pun langsung berbalik dan berdiri lalu hormat, ternyata dia adalah anggota perwira baru yang tadi masuk ruangan kami dan bertanya-tanya. Dengan senyumnya yang khas dia langsung hormat dan menyuruh kami untuk duduk lagi, lalu berkata kepada kami, “jangan terlalu formal seperti di kantor, ini jam istirahat, itu membuat saya risih bila di lihat oleh banyak orang sipil”. Akhirnya dia duduk di sebelah bangku kami bersama teman-temannya. Makananpun untuk kami sudah datang, aku dan Mayang segera melahapnya dan aku merasa laki-laki baru itu memperhatikanku terus. Apa aku terlihat memalukan saat makan siang sehingga dia sering menatapku dari jauh. Apa mungkin itu perasaanku saja sehingga aku menjadi terbawa perasaan. Lalu Mayang menjelaskan bahwa dia adalah anggota baru di kesatuan kami, dia pindah dari Medan dan menempatkan dirinya dinas disini, pangkatnya sudah Lettu dan sebentar lagi akan naik pangkat menjadi Kapten namanya Tio Hermandio, kehidupnya sangat mengesankan, aku membaca semuanya kariernya, dan kepintarannya, bahkan dia juga dari seorang anak Jendral juga. Hhhmmm Jendral, aku langsung ingat adik ku Rama yang bercita-cita menjadi Jendral. Aku langsung mengambil handphone dan menelepon keluargaku di desa, keadaan ibu membaik, ayah pun sehat dan adik-adik kupun sama.
Dengan kiriman uangku ke desa ibu pun bisa melakukan perawatan agar hepatitis nya bisa sembuh total, dan Alhamdulillah ibu semakin baik dan aku pun membantu biaya sekolah adik-adik di desa. Suara pintu berbunyi tok..tookk..tok, aku tak tahu siapa dan aku membalikan badanku, ternyata itu pak Tio, anggota perwira baru disini “siang pak”. Aku langsung tersentak dan memberikan hormat dan membiarkan teleponku tak ku tutup, dia memberikan isyarat agar aku menyelesaikan dulu pembicaraanku. Lalu aku pamitan dengan ibuku di telefon “aku tutup dulu bu, salamualaikum”, dan aku menutup teleponnya. Aku pun segera meminta maaf kepada pak Tio “maaf pak, saya menelefon keluarga saya”. Dia tersenyum dan menjawab “tidak apa-apa”, lalu aku segera bertanya “ada keperluan apa bapak datang ke ruangan saya?”, dia menjawab “tolong buat undangan makan malam pada hari Rabu, surat di tujukan untuk para perwira kalangan atas, ini list nya” dia memberikan list tamu undangannya semua isi pejabat dan para perwira menengah ke atas. Jadi aku harus membuatkan surat dengan benar.
Pak Tio orang yang terlihat sangat baik, tapi dia seorang pemimpin yang tegas dan keras, dia belum menikah, memiliki kekasihpun sepertinya dia belum punya, karena dia orang yang cuek kepada wanita walau sebenarnya dia baik. Tiba-tiba suara gelas berisi kopi hitam pecah, pak Tio segera keluar dan bertanya ada apa, ternyata Mayang memecahkan gelas tersebut, pak Tio marah dan mengomel dengan kata-kata pedas kepada Mayang. Mayang berdiri tegap dan berkata kata “siap” Mayang pun segera membereskan pecahan tersebut, akhirnya aku melihat dia itu galak, dan pak Tio pergi meninggalkan ruangan, dan aku segera menghampiri Mayang dan membantunya. Mayang dengan wajah kesal mengkritik omongan pak Tio yang memarahinya dan aku pun tertawa kecil dengan ulah Mayang. Ketika ada yang berkata dengan suara keras di hadapan kami, ternyata pak Tio mendengar pembicaraan dan tawaan kami. Akhirnya kami di beri hukuman untuk lari di bawah sinar terik matahari di lapangan sebanyak 50 putaran. Jika kami menawar lagi akan di tambah 50 putaran. Pak Tio menyaksikan hukuman kita, baru saja 25 putaran dia meneriaki nama kami, Serda Mayang dan Serda Diah untuk di berhentikan dari hukuman dan 25 lagi harus melakukan push up. Karena hukuman itu makanan kita sehari-hari, aku dan Mayang menikmatinya saja dengan senyuman. pak Tio mengkritik lagi dengan ulah kami tadi. Akhirnya kami meminta maaf pada nya.
Malampun tiba aku masih di kantor, Mayang sudah persiapan pulang ke mess sedangkan aku masih banyak pekerjaan, Mayang menyuruhku untuk berhenti dan melanjutkan besok. Aku tidak bisa berhenti, karena pak Tio tidak memberikanku target sampai kapan dan berapa lama surat ini akan di bagikan, karena tidak memiliki kontaknya aku harus mengerjakannya hingga selesai. Akupun tinggal di ruangan sendiri, malam itu malam jumat, ruangan sepi, kantor pun sepi, dengan rasa cepat pasti ada dalam diriku, banyak yang berjaga di setiap ruangan, karena ruangannya banyak dan berjauhan di pastikan sepi. Aku meregangkan badanku sejenak di sofa dan berniat ke toilet, toiletnya lumayan jauh dari ruanganku, akhirnya aku mengambil kunci agar tidak ada orang yang masuk ke dalam ruangan. Beberapa divisi banyak ruangan contohnya di dalam ruangan ku terdapat beberapa lagi ruangan di dalamnya, ruangan Komandan, ruangan kerja, dan ruangan dapur.
Keluar dari toilet dan selesai mencuci wajahku, aku mendengar bisikan orang sedang ngobrol, aku periksa sekeliling tidak ada siapapun. Dikhawatirkan ada orang asing masuk, dan aku siap melawannya dengan ilmu bela diriku yang setiap hari wajib berlatih, lalu aku melihat sekitaran tidak ada siapa-siapa dengan wajah dan fikiran sedikit buyar akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan toilet, dengan tergesa-gesa aku takut bila melihat makhluk halus. Lari sambil menoleh sedikit-sedikit ke belakang aku meninggalkan toilet, ketika di depan aula aku bertabrakan dengan seseorang dan berteriak. Dia pun kaget, dan langsung bertanya apa yang terjadi denganku. Aku melihat seseorang itu ternyata pak Tio, dengan sama-sama wajah kaget. Aku menceritakan kejadiannya kenapa aku bisa sampai berlarian, dan pak Tio penasaran dia pun menghampiri toilet dan terus berjalan sampai ke ujung, ternyata ada beberapa anggota yang sedang mengobrol di samping toilet tersebut. Pak Tio bertanya kepada mereka, apa yang sedang mereka lakukan di tempat itu malam-malam, aku pun merasa lega. Ku kira itu adalah makhluk halus yang akan menggangguku, aku kembali kedalam ruanganku dan mulai lagi mengerjakan tugasku, pak tio mengantarku sampai depan ruangan lalu dia bertanya padaku dengan pekerjaan yang sedang ku kerjakan. Aku jawab tinggal sedikit lagi, dan dia menyuruhku masuk untuk mengerjakannya lalu setelah selesai aku harus segera pulang ke mess. Aku pun masuk kedalam ruangan dan mengerjakan kembali pekerjaanku. Sekarang sudah pukul 11 malam, kantor sudah sangat sepi sekali sesekali aku selalu mendengar perkataan teman-teman kalo di malam hari suka ada penampakan, aku segera bergegas membereskan semua barang-barang ku dan berlari keluar ruanga, melawati beberapa anak tangga dan aku tidak mau menggunakan lift. Sesampainya di mess, aku bergegas merapihkan diriku, dan pergi untuk beristirahat.~Bersambung~
(Akan tayang kembali besok malam ya 💙)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Tak Ada Kata Cinta
RomanceSeorang wanita muda yang berjuang membahagiakan keluarga kecil nya, ayah nya seorang pekerja buruh harian, dan ibu nya sudah sakit-sakitan, dia mengurus ke 2 adik nya yang masih bersekolah. Ia bingung mencari pekerjaan karena keterbatasan ijazah nya...