Prologue

3 1 0
                                    


"No, thank you", ujar seorang gadis. Ia menggeleng pelan.

"Kenapa? Dia sangat berkualifikasi, lho. Ibarat instagram, udah centang biru. Verified", tanya murabbiyahnya, meyakinkan.

"Nah, not my type," ia masih kukuh dengan pendiriannya.

Murobbiyahnya menggelengkan kepala sembari tersenyum teduh, "Azade, tipe itu nisbi. Kualifikasi itu mutlak".

Ia tetap menggeleng. Ada beberapa alasan ia menolak.

1. Bukan tipenya. Dia sudah menyebutkan hal ini

2. Ia masih ingin melakukan banyak hal sebelum settled

3. Menikah dengan cara ta'aruf bukan her way of life. Dia terpaksa mengumpulkan CV karena penghormatan kepada murobbiyahnya yang setia membimbingnya tanpa pernah menghakimi, seperti yang dilakukan orang lain.

"Ini satu-satunya yang sesuai dengan kualifikasimu, bagaimana?" tanya murobbiyahnya.

Azade mengrenyitkan kening, dia tidak faham. "Bagaimana?"

Laila, murobbiyahnya, menjawab dengan sedikit khawatir, "Kamu pernah bilang kalau target menikahmu adalah di usia 23, tahun ini".

Azade tertawa lepas. Itu adalah perkataannya saat usianya masih 18 tahun! Kehidupannya berubah drastis 5 tahun terakhir. Ia bukan lagi your girl next door  yang mengimpikan pernikahan dengan laki-laki baik di usia muda. Laki-laki baik-baik, tetap. Tapi menikah di usia muda? BIG NO! Ia baru menapaki beberapa tangga menuju kesuksesan dan tujuan hidupnya. Menikah akan, well, menghambat langkahnya.

"I've changed my plan, Laila. Sesimpel itu. Jangan khawatir", kata Azade setelah tawanya reda.

Laila tersenyum, menatap anak bimbingannya dalam, "Oke, kalau itu yang kamu inginkan. Aku tahu alasanmu, kamu ingin mengejar mimpimu, bukan? Tapi sebenarnya, kalau aku boleh berpendapat, all you've got is enough. Orang memiliki masanya, Azade. Dan sekarang, waktunya untukmu memiliki seseorang di sampingmu. Lelaki baik-baik yang akan menemanimu di setiap keadaan, mengingatkanmu di kala kau buat kesalahan, dan melindungimu dari segala ancaman..."

"I've got you", potong Azade.

Laila menghela napas, ia tahu bahwa Azade takkan berubah pikiran. "Tapi aku mendukung apapun keputusanmu. Hanya satu pesanku : apapun mimpimu, kejarlah dengan tujuan kebaikan. Kamu tahu, kan, bagaimana agar kesuksesanmu bisa memberi kebaikan kepada orang banyak?"

Azade mengangguk. Ia hapal di luar kepala, "Jadikan setiap langkahmu berniat kebaikan. Biasakan kebaikan-kebaikan kecil dalam keseharian. Ingat Allah dalam setiap perbuatan".

Laila tersenyum, lalu mengantar Azade menuju pintu. Bimbingan hari ini cukup.






Note :

Di sini, aku mengangkat tema fiksi seputar ta'aruf. Ingat, fiksi. Jadi kalau ada deskripsi yang kurang tepat, mohon maaf. Kalian bisa kasih note dan beri aku masukan =")).

Sedikit preview, jadi kalau mau ta'aruf, kita harus menyerahkan CV gitu ke murobbi/murobbiyah. Terus, mereka bakal milihin berdasarkan tipe/kualifikasi yang kita mau, atau kita boleh request orangnya, gitu.

Murobbi/murobbiyah : pembimbing.

Azade dibaca : azad.


NISBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang