"Diem-diem bae lo pada, gue sumpahin kesambet lo."
"Eh sipit, akhlakless banget lo ye!" ucap Galang.
"Lah emang si sipit pernah ada akhlak?"
"HAHAHAHAHAHA" yang akhirnya disusul dengan tawa inti Rogue.
"Najis, dimana mana gue mulu yang di nistain."
"Siapa suruh punya muka nistaable."
Hanz hanya bisa menghembuskan napasnya kasar, mencoba meredamkan emosi yang kian memuncak.
"Woe sipit, jan ngambek dong. Diem-diem bae, ngopi nyok."
"Anda siapa ya? Sepertinya saya tak pernah melihat anda sebelumnya."
"Aswww! Wong edan pancen bocah iki." katanya sambil menggebrak meja, membuat teman-temannya terlonjak kaget.
"Astagfirullah jantung gue untung ga sampe turun ke lambung." kesal Kadek sambil mengelus dadanya.
"Sa, tumbenan lo diem aja, napa dah?" tanya Gama membuat semua perhatian teralihkan.
"Biasalah.."
Hanz yang sebal pun segera melemparkan kulit kacang dan mengeluarkan beberapa sumpah serapah.
"Sumpah si sipit rese banget. Gue bully juga lo."
"Ga peduli gue anjj, semerdeka lo pada."
"Najis, ambekan lo. Maap dah."
"Nijis, imbikin li. Miip dih. Nyenyenye.. Mangap aja sono, mangap!"
Mengabaikan kegaduhan yang dibuat oleh sahabatnya, Reksa memilih untuk menghampiri Chiko di luar, yang sedang terduduk gusar dengan rokok yang terselip diantara kedua jarinya.
"Lo ga pulang, Ko? Kata nyokap gue, bokap lo baru aja balik dari Swiss." tanyanya sambil menepuk sebelah bahu Chiko.
"Males gue, lo kan tau sendiri tabiat bokap gue, Sa."
"Mau kaya gimanapun dia, dia tetep bokap lo, Ko."
Chiko hanya terdiam, kembali menikmati nikotin yang sudah lama menjadi temannya.
Setelah puas menikmati nikotin itu, Chiko memutuskan beranjak kembali ke mansion keluarga Dawson.
Sementara itu, terlihat sebuah keluarga yang sedang menikmati makan malam dengan tenang. Tak ada satupun diantara mereka yang membuka suaranya. Sampai suara si bungsu memecahkan keheningan di ruangan itu.
"Dad, oleh-oleh yang kemaren Riel minta gak lupa kan?" tanyanya dengan wajah berharap harap cemas.
"Iya, Daddy ga lupa. Abang kamu mana? Kok gak ikut makan malem bareng sama Dad?"
"Abang belum pulang Dad." katanya tanpa menghiraukan tatapan dari sang Bunda untuk menutup mulut.
"Kebiasaan anak itu, kapan dia akan berubah. Membangkang saja bisanya."
"Sudah lah, Mas. Lagian Chiko kan butuh berbaur sama teman-temannya."
"Dengan tidak tahu waktu seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
How Dare You ✔
Non-Fiction[ON GOING] Melihatmu, aku selalu teringat tentang seorang anak yang percaya akan keindahan filosofi dandelion. Filosofi memukau yang dia dapatkan dari ungkapan seorang wanita yang melahirkannya ke dunia. Dandelion tidaklah serapuh yang orang pikirka...