***Hari ini dari jam 8 pagi, Rinjani sudah siap dengan kemeja kotak-kotak yang tidak di kancing dilapisi kaos putih dan jeans nya. Rambut pendeknya dibiarkan tergerai dengan poni tipis yang membuatnya terlihat manis.
Sejak dulu, Jani tidak pernah pede memanjangkan poninya. Katanya terlihat dewasa sekali. Dia kurang suka.
Mas Fajar juga kerap melarang. Bahkan pernah saat Jani tidak sempat memotong poninya karena banyak tugas, Fajar dengan iseng memotongnya saat gadis itu tidur pulas di kamar.
Gadis itu sudah sibuk di dapur, memasak sarapan untuk menggantikan Bunda. Hari ini dia pulang ke Rumah. Sesuai janji mau ikut menemani abangnya prewedding ke beberapa tempat.
Sementara Rinjani sedang mengiris daun bawang beserta sayur pakcoi di pantry, Bunda mencari kesibukan mencuci pakaian di mesin cuci.
"Bun, ayah ga kerja?" tanya Jani.
"Sudah pergi, hari ini mahasiswanya mau bimbingan. Sengaja Ayah suruh pagi banget, mau isengin." kata Bunda sambil terkekeh kecil.
"Parah sih Ayah. Ntar timbal baliknya ke aku lagi, jadi susah bimbingan skripsi."
"Hush jangan doa kayak gitu ih kamu."
"Siapa yang berdoa bundaa aku kan cuma ngomong, lagian siapa yang mau doa begitu." Rinjani merengek geregetan.
Setelah menumis bawang putih dan bawang merah serta cabai yang sedikit banyak, Rinjani menoleh pada Bunda sambil memasukkan nasi kedalam wajan.
"Bunda, Jani kemaren berantem."
"Sama siapa? Putri?"
"Arlan."
Bunda seketika diam. Gerakannya memasukkan baju bilasan ke mesin pengering pun ikut terjeda. Pernyataan Jani cukup mengejutkannya.
"Kenapa berantem? Berantem mulu kalian mah kayak orang pacaran."
"Berantemnya sampe pisah, Bun."
Rinjani menambahkan garam kedalam nasi gorengnya. Wajahnya terlihat sendu ketika kembali membahas hal itu.
"Maksudnya?"
"Aku ga temenan lagi sama Arlan."
Gadis itu tersenyum hambar, menggulung lengan kemejanya, "Aku bahkan sampai sekarang lebih ngerasa di tinggal daripada saling meninggalkan." katanya.
Tatapan Bunda menyendu, dia berhenti dengan kegiatannya mencuci baju, berjalan menghampiri sang anak yang di landa patah hati saat ini, "Jani," lirihnya.
Tangan hangat Bunda menepuk bahu Rinjani dengan lembut, "Kalo boleh jujur, Bunda seneng kamu lepas dari Arlan. Kamu punya kebahagiaan lain nak, dan mungkin bukan Arlan yang bisa kasih kamu kebahagiaan itu."
"Bunda tau, kamu pasti ngerasa ada yang hilang dari hari-hari kamu. Tapi, setiap ada yang hilang, pasti akan ada yang datang." kata Bunda dengan senyum terulas kecil, berupaya menenangkan si bungsu yang kini matanya sudah berkaca-kaca.
"Sebenernya Bun, aku ga suka kalo aku udah ngecewain orang lain. Sampai di titik ini pun, aku masih merasa bersalah sama Arlan. Arlan berhenti karna aku udah kecewain dia, Bunda." Rinjani mematikan kompornya. Senyum hambarnya masih dia perlihatkan pada Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selindung
General FictionPerihal memberi dan menerima. Kecewa dan mengecewakan. Bahagia dan membahagiakan. Rinjani selalu mementingkan Arlan lebih dulu, ketimbang perasaannya yang makin hari makin terluka. Hingga pada akhirnya dia menyerah. Dia usai. Karena selama ini d...