Manusia yang berusaha, tetapi Tuhan-lah yang menentukan.
**
Hai! Aku Vega, salam kenal. Aku kelas 11 di SMK Pasti Bisa jurusan Bisnis Manajemen. Di kelas aku memiliki banyak teman yang ramah-ramah, kecuali cowok yang duduk di bangku paling pojok. Candra namanya. Gelap, tertutup, misterius itu karakternya.
Namun dari segala kemisteriusan itu, aku diam-diam mencintainya. Entahlah ... aku pun tidak tahu kenapa bisa menyukai cowok dingin sepertinya. Aku pertama kali bertemu dengannya saat pendaftaran sekolah. Dari awal masuk sekolah dia memang banyak diam bahkan osis pernah memarahinya karena tidak membentuk kelompok permainaan saat mos dulu.
"Pegah! Lo dipanggil kak Langit!!"
Nah kalau yang memanggilku barusan namanya Meta, cewek paling toa di kelasku. Dia satu-satunya yang memanggilku Pegah.
"Namaku Vega bukan pegah!"
"Serah! Udah buru kasihan kak Langit nungguin."
Aku bergegas keluar menemui kak Langit. Cowok berpawakan tinggi seperti atlet bola basket itu menyodorkan kotak bekal. Lagi-lagi dia membawakan bekal buatan mamanya untukku.
"Kak Langit aku kan udah bilang, jangan ngasih aku bekal. Sayang loh kak, tante Hena buatin bekal buat kaka malah dikasih ke orang."
Kak Langit terkekeh, dan jangan lupa kebiasaannya yang suka mengacak rambutku. Susah-susah aku membuat poniku serapi mungkin akhirnya berantakan juga.
"Dikasih ke calon istri juga. Jangan lupa dimakan ya." Senyum kak Langit ceria seperti biasa. Usahanya menaklukan hatiku belum menyerah juga, padahal dia sudah tahu aku mencintai Candra.
"Aku bukan calon istri kaka," ralatku tanpa mandang matanya.
"Akan.... "
"Tapi 'kan kak Langit tahu, aku cintanya sama Candra."
Kak Langit menyunggingkan senyum, tidak tersinggung sedikit pun oleh perkataanku.
"Sebelum janur kuning melengkung, Ve. Ya udah gue pergi dulu ya, bel bentar lagi bunyi."
"Sekalian ini bawa bekalnya," aku kembali menyerahkan kotak bekalnya.
"Apaan sih? Pokoknya buat lo. Jangan lupa dimakan ya."
Sebelum membalas ucapannya, kak Langit berlari pergi. Menghela nafas pelan aku kembali masuk kelas. Siulan, godaan, tidak luput aku dapatkan dari teman-teman.
"Acieee calon bininya Langit dikasih bekal lagi. Uhuy!" Meta paling heboh di antara mereka. Berbeda dengan gerombolan cowok di meja belakang, mereka justru meledek kak Langit karena tidak bisa memberi sesuatu yang lebih baik dari kotak bekal. Mirip anak tk katanya.
"Diam Meta! Bentar lagi masuk."
Mataku sempat bersitatap dengan mata Candra, hanya beberapa detik lalu dia memutuskan pandangan. Hh! Benar-benar cowok tembok. Padahal dibayanganku Candra merampas kotak bekal dan mengatakan, "nggak usah nerima bekal dari langit. Aku cemburu," sayangnya cuma halu.
"Kalau lo nggak mau buat gue aja. Kapan lagi dapat makanan gratis plus yang bawa cogannya SMK Pasti Bisa."
Daripada meladeni Meta aku memilih duduk di bangku sendiri. Mengeluarkan buku mata pelajaran pertama. Sayangnya aku tidak bisa lepas begitu saja, sebab Meta teman sebangku ku itu masih mendesakku agar menyerahkan bekal.
"Sini bekalnya," katanya sedikit memaksa.
Aku mendekap kotak bekal di depan dada, " tante Hena buatin buat aku bukan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belahan Langit
Teen FictionOrang bilang bintang sama bulan selalu bergandengan tangan, nyatanya jarak bintang dengan bulan jauh sekali. Mereka bertemu, tetapi tidak bersatu. "Kita masih temanan kan?" "Tentu saja." Bulan sadar senyuman itu bukan miliknya.