untuk seseorang yang masih mencari hikmah pertemuan dan kepergian yang menyakitkan ini, kutuliskan bab ini untukmu.
***
🌧️ 04. Jadi, Untuk Apa Kita Bertemu? 🌧️
***
Hujan turun di luar sana, dan kamu membaca pesan-pesan lama.
Pesan-pesan lama antara kamu dan dia.
Kamu merasa geli, tersenyum, tertawa, but most of the time you were crying.
Kamu sangat, sangat, sangat merindukannya.
Kamu rindu chatting sampai tengah malam.
Kamu rindu pesan-pesan manis di pagi hari.
Kamu rindu bertemu dan berbicara apa saja di kafe yang ramai.
Kamu rindu merasa nyaman di sisinya.
Tetapi, takdir berkata lain. Kisah cinta, atau kisah persahabatan, yang kalian rajut harus terhenti, seperti benang-benang yang telah terurai dari sweter pemberiannya.
Dan, di situlah, kamu bertanya-tanya:
Mengapa harus bertemu jika memang pada akhirnya harus berpisah?
Mengapa harus berkenalan jika pada akhirnya kembali menjadi orang asing?
Mengapa harus ada cinta dan persahabatan jika ujungnya begini?
Orang-orang bilang, hal-hal yang menyakitkan dalam hidup akan berubah menjadi pelajaran berharga.
Namun, mengapa harus kamu yang terluka hanya untuk mendapatkan pelajaran ini?
Mengapa tidak lewat cara lain yang lebih lembut dan tak menyakitkan?
Jadi, untuk apa kita bertemu?
Sungguh, begitu banyak pertanyaan dalam kepalamu. Dan, hujan di luar tak kunjung berhenti.
Orang-orang bilang, beberapa pertanyaan tak perlu jawaban.
Tetapi, bolehkah aku menjawab sesuatu tentang ini?
Jika kamu ingin dengar jawabanku, lanjutkan saja membaca ini.
Jika kamu ingin membiarkan ini sebagai pertanyaan yang tak perlu jawaban, sampai jumpa di bab berikutnya.
Dan, jawabanku...
Yang sesungguhnya terjadi adalah...
Kita tidak tahu apa-apa, tetapi berlagak paling tahu.
Kita berharap, tetapi salah menaruh harap.
Kita melanggar garis yang telah ditentukan, lalu menyalahkan takdir yang ada.
Kita mencintai, tetapi salah prioritas dalam mencintai.
Kita memilih cinta atau persahabatan sebagai jalan keluar utama, tetapi tak ada hubungan dengan manusia yang benar-benar jadi jalan keluar utama.
Anak-anak kecil dengan luka di lutut; semua bermula dari bermain lari-larian. Sesuatu yang menyenangkan. Bebas. Memacu adrenalin.
Lalu, mereka terjatuh, terluka, dan menangis. Tetapi, kita tahu mereka punya andil dalam kejadian ini. Mungkin, lari yang terlalu cepat. Mungkin, tak mengindahkan ucapan ibu di rumah. Mungkin, tak memperhatikan batu di depan. Dan, kemungkinan-kemungkinan lain.
Tetapi, siapa yang berlari?
Mereka.
Dan, sekarang, siapa yang terluka?
Kita.
Siapa yang bersalah?
Kita punya andil. Salah menaruh harap. Salah memprioritaskan cinta. Salah menempatkan ekspektasi. Dan, salah-salah lain yang tak tertulis di sini.
Namun, maksudku bukanlah hendak menyalahkan dirimu.
Kamu, sih, begini-begitu, udah aku bilang, kan...
Tidak, tidak.
Maksudku adalah... kamu harus menyadari kalau kamu sedang terluka, dan sebagian luka ini berasal dari dirimu sendiri.
Tidak, tidak apa-apa, kok.
Semua orang melakukan kesalahan. Tetapi, tak semua menyadari mereka salah, itulah mengapa mereka masih terluka sampai hari ini.
Jadi, aku hanya ingin kamu bisa melihat bahwa luka adalah bagian dari kesalahanmu.
Supaya kita bisa lanjut ke proses berikutnya:
Kesembuhan.[]
*
halo, teman-teman pembaca! absen dulu dong, hehe. jadi, emoji apa yang mewakili perasaanmu setelah baca ini? :")
lalu, menurutmu, bab ini tuh gimana? komen aja baris ini.
oh iya, aku juga penasaran... kamu tahu keberadaan buku ini di wattpad dari mana, sih? :)
dan, aku ingin berterima kasih buat kamu yang udah mau beli buku ini, ya. makasih juga yang mau baca di wattpad dan 'membayarnya' dengan vote, komen, dan support. that means a lot to me, thank you so much yaa.
next, aku akan pos bab yang juga sering di-request, dan itu adalah...
🌧️ 05. Apa Kabar yang Tak Pernah Terkirim 🌧️
untuk seseorang yang sedang berusaha keras untuk tidak mengirim dan membalas seutas apa-kabar itu.
Insyaallah, Jumat besok, 20:00 WIB. PENASARAN? :D
Jadwal upload: Jumat & Sabtu, 20:00 WIB
Buku ini sudah tersedia di Gramedia, Shopee, Bukabuku, Grobmart, Tokopedia, well, everywhere! Tapi, jangan beli yang bajakan, ya. Kalau nemu yang harganya di bawah 50ribu, itu fix bajakan.
Sampai jumpa minggu depan!
- Alvi Syahrin, follow me on IG/Tiktok/Twitter: @alvisyhrn
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja
Não FicçãoUntuk seseorang yang sedang tidak baik-baik saja, dan masih berusaha supaya bisa baik-baik saja lagi, kutuliskan buku ini untukmu.