01. Membujuk Kia

746 55 11
                                    

01. Membujuk Kia

Di umurnya yang nyaris berkepala tiga, Laura masih belum juga menunjukkan tanda-tanda bahwa ia tengah menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Sehingga Viona mulai menghawatirkan keadannya Laura. Apa lagi Kia—adiknya Laura yang lebih muda 12 tahun dari wanita itu, sudah mulai menunjukkan ketertarikan dengan lawan jenisnya, alias dengan kakak kelasnya sendiri di sekolah.

Sampai akhirnya, beberapa teman arisannya Viona pun mulai menceletuk. “Wah, Kia sudah semakin besar ya, Jeng? Sudah mengerti tentang cinta-cintaan. Omong-omong, kapan Laura akan memiliki gandengan? Masa dia kalah sih sama adiknya yang masih remaja?”

Jika sudah seperti itu, Viona hanya mampu tertawa dengan raut wajah tidak enak sekaligus mengungkapkan sebuah alasan yang sebenarnya sangat klise, seperti ... Laura sedang sangat fokus mengurusi firma arsitektur milik Damar—suaminya Viona. Karena Damar sudah mulai menua, sementara mereka tidak memiliki satu pun anak laki-laki di dalam keluarga. Bahkan, kalaupun ada, anak itu pasti belum sedewasa Laura. Sehingga hanya wanita itulah satu-satunya orang yang bisa membantu pekerjaan sang ayah.

“Kia, kau mau pergi ke mana?” tanya Viona yang langsung melotot tak percaya begitu melihat penampilan Kia sekarang. Pasalnya, anak keduanya itu sudah terlihat sangat cantik dengan mengenakan baju terusan selutut berlengan 3/4 berwarna kuning pastel yang dipadukan dengan sepatu bertumit rendah, serta sling bag di tubuhnya.

Kia lantas menyengir lebar ke arah ibunya. “Aku mau jalan sama teman, Ma.”

“Temanmu yang mana?”

“Itu lho, Ma. Anu ....” Kia malah menggaruk bagian belakang telinganya. Seharusnya ia tadi meminta izin terlebih dahulu kepada ibunya sebelum menyetujui ajakan jalan dari Evan yang tiba-tiba saja menelepon dirinya, dan mengajaknya menonton film horor berdua.

Viona hanya menaikkan sebelah alisnya, sedangkan Kia tampak semakin terlihat salah tingkah di depan ibunya.

“Pasti Evan lagi, ‘kan?” tebak Viona yang tepat sasaran, dan membuat Kia mengangguk dengan gerakan pelan.

Viona hanya menghela napas panjang. Ini sudah ketiga kalinya si sulung dari keluarga Dinata itu mengajak putri keduanya untuk pergi jalan-jalan. “Tapi, ingat ya, pulangnya jangan terlalu malam. Paling telat, jam delapan, atau ... kau tidak boleh berteman lagi dengan Evan.”

Kia langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum dengan sangat lebar. Lalu menghadiahi ibunya itu dengan sebuah pelukan erat. “Thank you, Mom! You are very kind.”

Selanjutnya, ibu dan anak itu sudah duduk bersebelahan di atas sofa ruang tengah sambil menunggu Evan di sana.

Tak lama kemudian, mereka berdua pun sudah menyambut kedatangannya Evan di pintu utama.

Setelah memberikan sedikit wejangan kepada kedua anak remaja itu agar tidak pulang terlalu malam, karena ini sudah hampir pukul setengah empat sore waktu setempat, akhirnya Viona membiarkan kedua anak itu untuk pergi jalan-jalan. Evan bilang, mereka hanya ingin menonton film horor terbaru yang saat ini sedang tayang di bioskop.

Dan Viona mempercayai hal itu.

Beberapa jam berselang, Viona mendapatkan telepon dari Laura. Ternyata putri sulungnya itu hanya memberikan kabar kalau nanti ia akan lembur, dan pulang agak malam.

Laura (Teaser)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang