"Misi itu adalah sebagian dari hidup gue."
Prinsip dari seorang Senata yang dianggap tidak wajar oleh sebagian orang. Tapi itu lah dia, spesies langkah yang entah kenapa bisa lahir didunia.
Cantik? sudah pasti, imut? tentu saja, nakal? oh jangan di...
Note : Untuk pembaca sekalian... Bila ada kesamaan tokoh, latar belakang, organisasi, nama, dan sebagainya, itu hanya kebetulan semata. Alur cerita ini dibuat berdasarkan imajinasi sendiri. Jadi tolong bijak lah dalam berkomentar 🙂
Waktu berlalu dengan cepat. Senja yang tadinya terpampang indah, kini hilang ditelan malam. Udara pun terasa begitu dingin.
Di tengah-tengah hutan belantara, terdapat dua orang yang berbeda jenis yang terpaut umur yang jauh tengah duduk didepan api unggun sambil menunggu ikan bakar mereka siap dimakan.
"Jadi bagaimana?" Si pria tua bertanya. Oh, tidak-tidak! Pria itu belum bisa dikatakan tua sebab wajahnya yang terlihat masih sekitar tiga puluh-an.
"Bagaimana apanya?" Tanya gadis yang diperkirakan masih remaja.
Pria itu berdecak.
"Jangan pura-pura tidak tau kamu, daddy meminta kamu pulang untuk menyelesaikan misi dari salah satu sahabat daddy." Pria itu berkata tenang walau dalam hati ia ingin mengutuk putri kecilnya itu.
Gadis itu terkekeh geli.
"Iyaa, Nana tau."
"Terus?"
"Ya terus aja sampe nabrak,"
Lagi-lagi pria itu berdecak. Ia seringkali bertanya pada diri sendiri akhir-akhir ini, Kenapa anaknya semakin beranjak dewasa semakin menyebalkan? Pikirnya.
"Daddy serius,"
"Iyaa Nana serius."
"Tadi disekolah Nana sempat ijin ke toilet dulu pas dikantin. Cuman... Pas Nana mau balik lagi ke kantin, Nana denger suara desahan."
Pria itu ingin angkat bicara namun langsung ditahan oleh omongan gadis itu.
"Bentar dulu! Trus tuh ya, Nana kepo, jadi Nana nyari asal suaranya dimana. Eh ternyata si cewek yang desah itu adalah orang yang pengen sahabat daddy singkirkan."
Pria itu bertepuk tangan hingga membuat suara tepukan itu menggema ditengah hutan.
"Produksi daddy emang gak pernah gagal,"
"Produksi apa?"
"Ya produksi anak. Anak-anak daddy emang gak pernah mengecewakan, walaupun daddy gak maksa kalian buat bikin daddy bangga."
"Iya dong, harus itu."
Mereka pun tertawa, menikmati waktu berdua yang jarang sekali didapatkan.
"Tapi Sena...,"
✥✥✥
"Aduhhh Tania... Aku capek, istrahat yah?"
Tania menghentikan laju larinya lalu menghampiri Sena yang sedang berjongkok dengan wajah cemberut.
"Sen, nanti kita ketahuan guru."
"Ya tapi aku capek, gimana dong???"
"Ikut kita aja kalau gak mau ketahuan!"
Suara laki-laki dari belakang membuat mereka menoleh. Disana ada empat orang laki-laki.
"Sen kita ikut mereka aja yuk!"
"Ta-"
"Udah gak ada tapi-tapian, nanti kalau kita ketauan bolos terus kena hukum trus Anin tau kita bolos pelajaran fisika terus dia omelin kita gimana dong gue gak mau ya kalau sampe gue kena omel Anin karena pasti abis dia ngomel dia telpon mama gue terus ngadu ke mama gue terus mama gue gak ngasih jajan trus gue-"
"Udah ah ayok, aku ngikut aja."
Tania tersenyum lebar, tak sia-sia dia berbicara panjang lebar tanpa jeda, tanpa tanda baca.
Akhirnya mereka berjalan beriringan. Tidak, maksudnya Nathan ddk didepan menuntun jalan sedangkan Tania dan Sena dibelakang.
Tama sesekali melihat ke arah Sena. Tatapan matanya menyiratkan banyak sekali arti namun tak bisa diungkapkan. Lalu dibalas Tatapan meremehkan dari Sena.
Setelah berjalan, akhirnya mereka sampai di rooftop sekolah.
Tania dibuat melongo saat melihat penampakan rooftop sekolahnya. Ia pikir rooftop ini kotor dan berdebu, namun ternyata dugaannya salah.
Rooftop itu diubah menjadi tempat yang layak. Disana terdapat kulkas dengan berbagai macam minuman, baik soda maupun susu kaleng. Juga ada sofa empuk berwarna hitam di tengah.
"Oh my god! Demi apasih," Decak Tania dengan tampan kagumnya.
Alan geleng-geleng kepala, "ckckck! Gak usah kek orang udik napa, Tan? Kek di rumah lo gak ada ginian aja."
Tania melotot, "Heh! Gue bukannya udik yah, gue tu cuman mau mengagumi usaha kalian mengubah rooftop ini." Kesalnya.
Sena masih diam, dia merasa seperti di amati dari jauh. Matanya terus menyoroti sekitar, sampai matanya tertuju pada sosok perempuan berbaju hitam yang tengah berdiri didepan gerbang sambil menatap kearahnya.
Tak ingin terlihat mencurigakan, Sena pun ikut duduk di samping Tania.
Mereka ber-enam sudah duduk diatas sofa yang agak berjauhan dengan santai. Alan dan Alka sedang bermain game, sesekali mereka berteriak heboh.
Tama dan Tania sedang sibuk dengan media sosial mereka, hingga mereka berempat tidak menyadari bahwa ada dua insan yang tengah dilanda Kecanggungan.
"Ekhem.." Sena berdehem pelan.
Nathan menengok sebentar ke arah Sena.
"Makasih," Ucap Sena.
Nathan menaikkan sebelah alisnya, "Ma.. Kasih? Buat apa?" Tanyanya penasaran.
"Buat kemaren, aku gak tau kalau ada orang lagi 'gituan' disana. Kalo gak ada kamu, mungkin aku..."
"It's okay,"
Sena mengangguk kikuk. Astaga! Kenapa dirinya jadi gerogi begini?!!
"A-ah iya"
Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi. Namun, tanpa sepengetahuan Sena, Nathan terus saja melihat Sena dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
"Kyaaa!! Ini siapa Sena?! Tolong jelaskan pada bunda sayang, kamu pacaran?"
Dahi Sena mengerut, pacar? Alhamdulillah dia masih menjomblo untuk saat ini. Ia kemudian melihat handphone Tania. Disana ada sebuah postingan yang menandai Sena.