00: LT

112 11 12
                                    

Larsen

"Papi!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papi!!"

Gue sedikit terhenyak mendengar suara teriakan anak gue. Baru juga merem, udah kebangun lagi kan. Masih ngantuk gue tuh, semalem abis gadang gegara nonton bola. Iya, dia mah enak, abis gue buatin susu langsung tidur. Tapi namanya juga bocah kan, yak? Mana bisa dia gadang. Gue yang masih setengah sadar pun berusaha kembali tertidur sepenuhnya lagi, melanjutkan mimpi gue yang lagi duet nyanyi bareng Beyonce. Tapi sepertinya makhluk kecil di sebelah gue gak mau membiarkan itu.

"Papi, ih!"

Dia menggoyang-goyangkan tubuh gue yang masih diam tak bergerak seperti orang mati. Gue gak merespon. Lama-lama kasihan juga anak gue yang ganteng itu. Kalau pagi tenaganya sering abis gara-gara ngebangunin gue yang kayak kebo pingsan ini. Tapi Leon adalah anak yang kuat. Dia pantang menyerah dan tak kenal lelah sama kayak bapaknya. Eh, enggak deng.

"PAPI!! WAKE UP!!" Leon teriak di kuping gue. Suaranya kenceng banget elah kayak terompet tahun baru. Siapa sih yang ngajarin dia teriak-teriak gitu. Masa gue? Akhirnya, karena gak mau ngebiarin anak gue stres gara-gara ngebangunin gue, dengan segenap hati, jiwa, dan raga, gue bangun dari tidur ganteng gue yang gak lebih dari dua jam itu.

"Kenapa, Leon? Ini masih pagi. Balik tidur lagi, sana," ucap gue sambil tetep memejamkan mata gue yang masih berat banget. Ini tumben-tumbenan loh, gue ngantuk berat kayak gini. Biasanya juga kuat melek sampe pagi. Mungkin ini efek karena tim bola jagoan gue kalah kali ya, jadi males gitu menjalani aktivitas hari ini.

"Aku laper, Pi. Buatin makanan. And it's not morning anymore,"

Mendengar suara lesu Leon, gue langsung membuka mata. Kesadaran gue balik sepenuhnya. Leon berdiri disamping kasur king size gue. Matanya menatap gue dengan polos. Tampak sekali diwajahnya bahwa dia memang sedang kelaperan. Jahat banget gue jadi bapak. Anak kelaperan, lah gue malah enak-enak tidur. Tapi biasanya ya, Leon tuh kalau laper pagi-pagi gini, dia bisa bikin sereal sendiri di dapur. Soalnya sereal, susu, sampe mangkok-mangkok khusus Leon, gue taruh di tempat yang mudah dijangkau sama dia. Gue gak tau kenapa pagi ini dia ngrengek minta dibuatin makanan sama gue.

"Serealnya abis, Yon?" tanya gue yang kali ini udah bener-bener sadar. Cuma sambil nguap dikit. Gue gak yakin sih serealnya abis, secara gue selalu punya stok cadangan kalau-kalau terjadi sesuatu dengan sereal utama, dan Leon tahu itu.

Leon menggeleng, "Masih, kok."

Bener kan dugaan gue, "Loh terus? Kok masih laper? Kan bisa buat sereal."

"Gak mau, Pi. Aku bosen makan sereal terus. Aku maunya dimasakin sama Papi,"

Eh bujrug buset, anak gue ....

Dikiranya gue ini jago masak apa. Paling-paling gue bisanya masak aer, goreng tahu-tempe, masak indomie, goreng telor. Masa iya sarapan Leon pagi ini indomie tahu-tempe? Gak elite sama sekali. Terus gimana kalau dia ngadu sama nyokap gue, bisa-bisa gue kena omel dah tuh karena ngebiarin anak yang masih dalam masa pertumbuhan makan indomie. Apalagi buat sarapan. Jelek banget efeknya, ntar. Gue gak akan membiarkan itu terjadi. Leon harus terus tumbuh menjadi anak yang sehat meskipun dia hanya punya gue sebagai walinya.

Single Daddies | 1DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang