Chapter 6

122 5 1
                                    

-Permintaan Terakhir-

Normal POV

"Naruto-kun, istirahat dulu," seru Hinata.

"Sebentar lagi," jawab Naruto tanpa menghentikan latihannya dengan puluhan clone di sekelilingnya.

Itu kedua kalinya Hinata menyuruh Naruto untuk istirahat. Tapi jawaban yang didapat Hinata sama saja. Mereka berdua sekarang sedang berada di tempat yang sering mereka jadikan tempat latihan. Tempat itu adalah tempat yang Naruto temukan saat mengajak Hinata bolos beberapa bulan lalu. Letaknya tidak jauh dari patung Hokage. Tempatnya memang bagus untuk latihan. Sepi dan jarang sekali ada orang yang lewat kesana. Di sebelah selatannya ada sungai kecil, sementara di sebelah timur ada beberapa pohon besar yang bisa digunakan untuk berteduh dan mengistirahatkan badan setelah berlatih.

Setengah jam kemudian Naruto menghentikan latihannya dan mendekati Hinata yang berada di dekat pohon. Sebenarnya Hinata juga latihan, tapi beristirahat lebih dulu dari Naruto, bahkan dia sudah menghabiskan bekal makanannya dari tadi.

"Kenapa akhir-akhir ini kamu latihan keras sekali Naruto-kun?" tanya Hinata. Naruto kemudian duduk di depan Hinata.

"Oh, itu... Um, agar aku lebih kuat, aku 'kan ingin jadi Hokage suatu hari nanti," jawab Naruto sambil mengepalkan tangannya semangat.

Faktanya adalah Naruto berlatih keras agar saat ujian Chuunin, dia bisa mencegah Orochimaru menggigit Sasuke. Sebenarnya seminggu terakhir ini Naruto mulai khawatir. Ia ragu karena dengan kemampuannya yang sekarang, sangat mustahil mengalahkan Orochimaru. Seberapa keraspun dia latihan, dia tetap tidak bisa mengeluarkan semua kemampuannya dengan maksimal. Pernah dia mencoba mempraktekan rasengan tapi hasilnya nihil, jurus itu tidak keluar sama sekali dari tangannya. Tampaknya dia perlu mengulang belajar rasengan dengan metode bertahap seperti yang Jiraiya ajarkan dulu. Tapi itu tidak membuatnya patah semangat, ia malah semakin keras berlatih.

"Tapi tidak baik kalau kamu berlatih terlalu keras begini," kata Hinata terlihat khawatir.

"Hee? Kamu mengkhawatirkanku ya? Hehe." Naruto tersenyum menggoda Hinata.

"Umm.." Hinata menyembunyikan rona merah di wajahnya, kemudian mengalihkan pembicaraan dengan mengeluarkan bekal dari tasnya. "Aku membawa bekal untukmu. Makanlah."

Bekal yang dibawa Hinata berupa nasi yang dibentuk seperti wajah Naruto dengan lauk dan sayuran di sisi-sisinya.

"Wah, mirip dengan wajahku. Aneh juga, aku seperti memakan diriku sendiri," kata Naruto, tapi akhirnya dia memakannya juga.

Hinata tersenyum dan memandang Naruto, memperhatikan ekspresi wajah Naruto saat memakan bekal buatannya. Ia takut bekal buatannya tidak enak. "Ba-bagaimana Naruto-kun? Apa rasanya... enak?"

"Enak. Kamu pasti akan jadi istri yang baik suatu saat nanti," kata Naruto sambil tersenyum. Entah kenapa dia merasa pernah mengucapkan kalimat itu sebelumnya.

Naruto memang suka sekali menggoda Hinata, mendengar kata-kata Naruto wajah gadis itu langsung merona hebat. "Eh? Istri yang baik?" kata Hinata pelan, ia memainkan jari-jarinya menahan rasa gugupnya. Naruto masih sibuk dengan makanannya, tidak mempedulikan Hinata yang hampir pingsan didepannya.

"Hinata-chan, kamu sudah daftar ujian Chuunin?" tanya Naruto saat selesai makan.

"Iya. Kenapa?"

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang