1. Nama itu?

950 68 72
                                    

Assalamualaikum sahabatku semua.
Selamat datang di cerita baruku, ya.

Disarankan baca Seindah Surga Yang Dirindukan terlebih dahulu, agar nggak kebingungan nantinya.

Happy Reading

*****

Kaos oblong berwarna cokelat muda dengan celana panjang bahan warna hitam melekat sempurna pada tubuhnya. Satu tangannya masuk ke dalam saku celana. Tangan yang lain memegang ponsel seperti sedang menelpon seseorang. Langkahnya semakin cepat memasuki pusat perbelanjaan.

"Kamu di mana, Dik? Abang dah masuk mal yang kamu sebut tadi," ujarnya di telepon.

"____"

"Tunggu di sana, jangan ke mana-mana lagi!" Dia segera menutup panggilan dan mengarahkan pandangan pada seluruh kursi yang ada di restoran cepat saji seperti infokan si penelepon.

Ketika inderanya bertemu dengan sosok yang di cari, dia segera berjalan mendekat. Mimik muka segera berubah, rasa khawatir itu menjadi kemarahan. Adiknya harus diberi sedikit pelajaran agar tak mengabaikan  larangan yang telah ditetapkan keluarga. Lelaki yang memiliki tahi lalat di ujung mata sebelah kiri itu mulai menyentuh bahu saudara perempuannya.

"Assalamualaikum," ucap seseorang yang berada di samping adiknya.

"Waalaikumsalam. Kenapa bisa bareng Via? Kamu enggak kerja?" tanya lelaki tadi yang biasa dipanggil Ilyas dengan tegas.

Lelaki itu memang Edra Ilyas Pratama, putra dari mendiang Zafran dan juga Hazimah. Ibunya, Aliyah menelepon berkali-kali agar mencari Olivia yang tak kunjung pulang setelah bimbingan pada dosen. Satu per satu sahabat adiknya sudah dia tanya, tetapi tak ada yang tahu di mana keberadaan gadis berusia 22 tahun itu.

"Santai tanyanya, Bang. Emang nggak lihat, sekarang jam berapa?" suruh gadis yang lebih tua dari Olivia. Ilyas pun menatap jam pada pergelangan sebelah kiri. Masih pukul 12.30, rasanya waktu berjalan begitu lama sejak dia mencari Olivia.

"Selesai makannya kita pulang, Dik. Ibu dah bingung nyariin," perintahnya, tetapi Olivia malah meringis.

"Elah, Bang. Main bentar aja masak nggak boleh, sih." Olivia memajukan bibir tanda protes pada saudara tertuanya.

"Lagian Via mainnya sama aku aja, Bang. Tante Aliyah nggak bakalan marah," jelas Afrida pada Ilyas.

"Masalahnya, Via enggak pamit sama Ibu. Itu yang buat beliau khawatir. Lagian kalau kalian mau keluar bareng, kasih kabar sama salah satu keluarga 'kan bisa. Abang paling enggak suka lihat Ibu khawatir seperti tadi." Jika sudah mengeluarkan ceramah, dijamin Ilyas tidak akan berhenti menasehati.

"Stop!" jawab Olivia, "Adik nggak sengaja ketemu Kak Afrida, Bang," alibinya kemudian.

"Temenku lagi ultah, Bang dan kita ditraktir." Afrida menegaskan.

Suara lembut seorang perempuan yang memanggil Afrida membuat Ilyas menoleh. Netra keduanya bertemu. Detik berikutnya, mereka membuang pandangan masing-masing. Detak jantung Ilyas mulai berjalan tidak normal, pandangan pertama mereka begitu berkesan.

"Oya, Za. Kenalin ini bodyguard tersayangnya Via, Abang yang paling garang di antara saudara kami," kelekar Afrida yang diikuti anggukan Olivia. Ilyas membulatkan mata.

"Assalamualaikum, Bang. Saya Aliyah Nafeeza, temen Afrida di kantor," sapanya lembut, tanpa uluran tangan untuk menjabat. Ilyas diam mematung, raganya mengembara ke dunia lain. Olivia menggoyangkan tangan kanan di depan wajah abangnya, masih tak ada reaksi. Entah apa yang sedang dipikirkan Ilyas.

Selubung RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang