Train Station

306 64 69
                                    

.
.
.
.
.

Di suatu padang rumput yang subur nan hijau terdengar riuh suara dedaunan yang saling bergesekan, kicauan burung yang saling bersahutan, dan kesunyian belantara hutan yang bak tak ada nyawa.

.
.
.

Dengan rasa keraguan, seorang lelaki bertubuh jangkung berdiri di tengah luasnya Padang rumput itu. Matanya bergerilya ke sekitar, tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Hanya selintas terlihat ada beberapa hewan berlalu-lalang melewati tubuh yang lunglai layaknya jelly.

.
.
.

Bulu kuduknya mulai berdiri, seiring hembusan angin menerpa wajahnya yang pucat. Rambutnya ikut tertempa ke sana-kemari, sangat berantakan dan tidak terawat. Nafasnya sedikit tercekat, tubuhnya ikut terkejut, saat ada sesuatu yang dengan sengaja menepuk bahu kanannya.

.
.
.

"Apa ada yang bisa ku bantu?"   Tanya seorang lelaki yang entah sejak kapan berada di sana. Lelaki tampan dengan penampilan kuno itu menelisik  "Kau terlihat putus asa."

.
.
.

Tubuhnya berbalik, matanya memperhatikan lelaki yang jauh dari penampilan modern itu   "Siapa kau?"  Baliknya bertanya

.
.
.

"Kau tidak perlu tau."   Terangnya menyunggingkan satu sudut bibir    "Namun yang perlu kau tau..... Aku tau apa yang sedang kau cari disini. Dan aku tau semua tentang mu, nak."

.
.
.

"Kau tau apa? Kita bahkan tidak saling mengenal."   Sanggahnya yakin, lalu berniat pergi meninggalkan tempat.

.
.
.

Sebelum hal itu terjadi, lelaki berpakaian kuno itu kembali bersuara   "Haruto Van Oranje. Lelaki berumur 17 tahun yang sedang mencari keberadaan sang kakak dan teman-temannya yang menghilang secara tiba-tiba selama 3 bulan terakhir, di Padang rumput ini."

.
.
.

Tubuh Haruto terasa kaku, langkah kakinya seketika membeku. 'Bagaimana lelaki itu bisa tau?'  batinnya bingung

.
.
.

"Bagaimana? Apa aku benar?"  Lelaki itu kembali menghampiri Haruto,    "Aku bisa mengantarkan mu pergi ke sana, jika kau ingin bertemu dengan kakak dan juga teman-teman mu."   Ucapnya sembari menunjuk bentangan luasnya jingga langit sore

.
.
.

Haruto yang semula terkejut, di buat tertawa seperti orang kehilangan akal    "HAHAHAHAHA"   Jari telunjuknya ikut menunjuk luasnya langit   "Kau bilang apa? Kakak dan teman-teman ku ada di sana? Kau gila? Maksud dari perkataan mu itu kakak dan teman-teman ku sudah mati, begitu?! Iya?!!  HUH?! Kau tau, bahkan aku sangat percaya jika mereka masih hidup!!"   Serunya menggebu

.
.
.

"Bukan itu maksudku."   Katanya santai   "Dan kau benar, kenyataannya mereka memang masih hidup. Tapi mungkin tidak lama lagi, cepat atau lambat mereka akan mati."

.
.
.

"Berhenti berbicara omong kosong. Percuma saja, karena aku tidak akan peduli dengan mu."    Tegasnya berjalan menjauh

.
.
.

Lelaki itu menatap punggung haruto yang mulai menjauh diantara tingginya rerumputan hijau   "KAU BISA DATANG KE STASIUN KERETA GENNERDA PADA PUKUL 4 DINI HARI. NAIKLAH KERETA DENGAN TUJUAN 'DISTRIC 9'. DAN DUDUKLAH DI BANGKU BERNOMER 12. SETELAH ITU KAU AKAN TAU KELANJUTANNYA."

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang