°>9<°

39 9 48
                                    

Eru meletakkan nampan berisikan semangkuk sup, nasi, dan segelas teh ke nakas di sisi kasur Eren. Eren terlihat kosong dan masih kebingungan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Eru.

Eren mengangguk pelan. Meski begitu, wajahnya terlihat tidak meyakinkan. Ia terlihat seperti baru saja dihantam dengan batu besar di otaknya sehingga membuatnya menjadi malfungsi.

"Makanlah dulu, pasti akan terasa lebih baik," kata Eru sambil menyodorkan sepiring nasi ke Eren.

"Apa kau tidak takut padaku?" tanya Eren.

Eren mengaduk-aduk nasinya tanpa semangat. Keningnya berkerut bingung saat melihat nasi itu di piringnya. Melihat hal itu, Eru memindahkan sedikit kuah sup dan isinya ke piring Eren.

"Takut? Kenapa?" tanya Eru geli.

"Aku ini raksasa loh..." lirih Eren.

"Raksasa darimana? Jangan banyak berkhayal," kata Eru.

Eru mengambil sendok yang dipegang Eren lalu menyuapkannya ke mulut Eren secara paksa. Mendapat perlakuan itu, Eren terkejut dan terpaksa menelan makanannya. Dahinya kembali berkerut saat melihat Eru yang begitu tenang.

"Aku ini titan tahu! Kenapa kau tenang sekali?!" pekik Eren kesal.

Tiba-tiba, tangan Eru berhenti bergerak. Senyuman kecil terpasang di wajahnya. Eru memejamkan matanya, mengingat apa yang terjadi padanya lima tahun yang lalu.

"Kau bukan satu-satunya, Eren," kata Eru.

"H-hah? Apa maksudmu? Jangan bercanda!" omel Eren.

Saat Eren membuka mulutnya berniat untuk kembali mengoceh, tapi Eru segera menyumpal mulut Eren dengan sendok yang penuh.

"Begini ya Tuan Muda Jaeger, mau kau ini titan atau bahkan hantu sekali pun, kau tetap saja Eren Jaeger. Lelaki paling banyak mengoceh yang kukenal. Kau tetap temanku. Untuk apa aku takut?" kekeh Eru.

"Tapi aku..."

"Tidak ada lagi tapi-tapian. Makan saja lalu istirahatlah," kata Eru sebelum Eren kembali memikirkan hal-hal aneh lainnya.

"Nenek tua galak," sindir Eren.

"Jangan mencari gara-gara ya," omel Eru.

Keduanya lalu tertawa bersama. Eru tersenyum kecil saat melihat betapa cerianya Eren. Seandainya keceriaan itu bertahan selamanya.

"Ngomong-ngomong, bagaimana denganmu dan Mikasa?" tanya Eru.

"Hah? Memangnya ada apa denganku dan Mikasa?" tanya Eren.

"Apa kau bodoh? Semua orang juga tahu kalau Mikasa itu menyukaimu!" kata Eru.

Saat Eren akan menjawab, Eru mengernyit. Matanya menangkap sekelebat sosok kekasihnya di balik jendela. 

"Tunggu, aku akan segera kembali," kata Eru.

Eru langsung berlari menuju ke bagian belakang gedung kesehatan itu lalu menoleh-noleh mencari sosok yang dilihatnya tadi, tapi ia tak menemukannya sama sekali.

Tok tok tok...

Suara ketukan pada jendela di sisinya membuat Eru menoleh. Jendela itu kemudian ditarik ke dalam hingga terbuka, menjelaskan siapa pelakunya, Eren Jaeger.

"Apa kau mencari seseorang?" tanya Eren.

"Eh... tidak. Aku tidak..." jawab Eru dengan ragu.

Eren mencondongkan badannya melalui jendela kemudian menyipitkan matanya. Mendapati wajah Eren yang terlalu dekat secara tiba-tiba itu langsung membuat pipi Eru memerah. Eru menyatukan alisnya dengan cepat lalu mendorong wajah Eren menjauh.

Dimensions (AOT x Original Character)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang