01. Ide Gila

15.2K 1.3K 117
                                    

Draco merasa kepalanya sangat pening, dia putus asa, hatinya sesak, dan semua terasa sangat memuakkan.  Sialan! Manik emerald dengan warna kebanggan Slytherin itu kembali menghipnotis dirinya dalam sekali pandang, idiot nya Draco tidak bisa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari si rambut sarang burung sang ikon rumah Gryffindor.

Kening Draco berkerut, bajingan! Pemandangan yang memuakkan, si Potter penyelamat dunia sihir sedang bersama kekasih merahnya. 'Wanita sialan berani-beraninya musang betina itu menyentuh Harry!' kesal Draco dalam hatinya, kapan pemandangan memuakkan ini akan berakhir? Draco merasa matanya sudah sangat iritasi melihat si musang merah itu.

Dia hanya seekor ular pengecut, dia bukan seekor singa dengan kebanggaannya. Sebanyak apa pun dia menyukai Harry dia tidak akan pernah mampu mengungkapkannya, lagi pula Draco sangat teramat sadar akan sikap menyebalkan, kekanakan, bajingan, dan egois miliknya yang selalu Harry lihat sejak tujuh tahun terakhir. Oh ular pengecut!

Sejak tahun keempat Draco mulai merasakan getaran aneh saat melihat Harry Potter. Mulai dari matanya, sikap, dan segala sesuatu tentang Harry selalu mengalihkan dunianya. Jantungnya dengan segala hormon adrenalin berpacu kencang saat mata abu kebiruan kebanggaan anak tunggal Malfoy itu menangkap pemandangan di mana Harry dihadapkan dengan seekor naga buas, Hungarian Horntail. Saat itu Draco sangat ingin menyeret Harry dari arena dan mengamankannya di balik selimut dalam dekapan hangatnya. Sejujurnya, Harry memang selalu membuat jantung Draco berpacu kencang dengan segala tingkah sembrono miliknya.

Masa-masa denial sudah berlalu sejak lama, awalnya Draco menyangkal bahwa rasanya pada 'The Boy Who Live' itu hanya ilusi semu dari keinginan Draco yang tidak pernah tercapai untuk menjadi teman Harry. Namun sayang seribu sayang, lima bulan berlalu dan Draco masih tetap mencintai dan mengagumi Harry dari jauh. Percuma sudah segala penyangkalan yang telah Draco lakukan, jantungnya masih selalu berdetak dua kali lebih kencang kala sang pujaan melirik ke arahnya.

Bisa dikatakan bahwa Draco itu adalah seorang dengan segudang obsesi. Satu tahun berlalu setelah kali pertama jantungnya berdegup kencang saat melihat Harry, Draco mulai berpikir bahwa rasanya pada Harry yang tak kunjung hilang adalah obsesi semata. Semakin ditelisik lebih jauh pendapatnya itu semakin menjauhi kebenaran, Draco tidak suka saat melihat Harry terluka, dia tidak suka saat melihat Harry sedih. 'Dasar surat kabar sialan!' Draco kembali teringat dengan peristiwa di tahun kelimanya tentang semua orang yang menganggap Harry adalah seorang pembual terutama Rita Skeeter. Sejak saat itu, wanita dengan mulut tajam sialannya itu menjadi daftar salah satu orang sangat ingin Draco lenyap kan keberadaannya.

Bila ayahnya tahu akan kebenaran perasaannya terhadap Harry, Draco yakin 100% bahwa ayahnya tidak akan segan-segan membunuh Harry dan mengurung Draco di sepanjang hidupnya, Draco menghembuskan nafasnya. Tapi sebentar, ayahnya lolos dari hukuman ciuman Dementor adalah karena Harry, masih ada kesempatan untuk mendapatkan restu, Draco menyeringai. Dasar ular!

OoOoOoOoOo

Tahun ini adalah tahun kedelapan Draco tinggal dan belajar sihir di Hogwarts. Iya, Hogwarts memutuskan untuk mengulangi kelas pasca perang yang melanda Inggris. Para pengajar sadar bahwa siswa tahun pertama hingga ketujuh mendapat banyak gangguan dalam belajar saat itu, lagi pun Hogwarts memerlukan banyak renovasi dalam waktu yang cukup lama untuk kembali berdiri tegak seperti dulu dan memaksa para siswanya untuk berehat sejenak.

Sang malam telah tiba menggantikan sang surya yang selalu bersinar terang di kala siang. Draco menarik nafasnya perlahan, dia tersenyum licik. Malam adalah waktunya untuk membuntuti Harry berkeliling kastil, Draco tahu pasal jubah tembus pandang yang dimiliki Harry, Draco juga tahu kebiasaan-kebiasaan Harry, Harry adalah murid yang dengan mudah melakukan seribu cara untuk mengelabui penjaga sekolah Squib dengan kucing menyebalkan nya.

Maaf saja, walaupun hatinya mengukir jelas nama Harry namun kebiasaan buruk Draco dan sikap bajingan nya tidak akan pernah bisa luntur.

Draco berjalan tepat di belakang Harry dengan jarak kurang lebih sepuluh meter, tidak ada siapa pun di koridor saat ini hanya ada mereka berdua dengan disaksikan beribu bintang. Draco dapat melihat pujaannya itu menyingkap jubah ajaibnya yang pertama kali Draco ketahui di tahun keenam. Raut wajah Harry nampak keruh, bibirnya mengerucut, kakinya menendang-nendang tak jelas dengan mulut yang terus saja mengeluarkan umpatan yang Draco anggap sangat lucu dan menggemaskan. Dengan sabar Draco tetap membuntuti Harry dan memperhatikan tingkah laku sang pujaan yang selalu menarik minatnya.

Kini keduanya berada di menara astronomi Hogwarts, sebenarnya Draco sedikit khawatir jika kalau Harry memiliki niat untuk melemparkan dirinya sendiri kebawah.

"Ukhum." Harry berdehem, wajah manis Harry menampilkan seringai kecil. Dari yang dapat Draco lihat, Harry sedang melihat sebuah perkamen lalu berdehem kecil dan kemudian menyeringai, Harry memang membingungkan dan tidak dapat diprediksi.

Malam itu Draco habiskan dengan mengangumi salah satu makhluk ciptaan Tuhan dengan segala kesempurnaannya yang kerap Draco puja. Menikmati raut wajahnya yang menggemaskan, gerak tubuhnya, bahkan bayangannya, semuanya tentang Harry tidak pernah membuat Draco bosan.

OoOoOoOoOo

"

"Blaise?" Draco menyentuh pelan pundak salah satu temannya.

"Apa?" Jangan harapkan sapaan yang hangat, hubungan pertemanan Slytherin adalah paksaan dan merupakan sebuah manipulasi orang tua mereka, wajar saja bila hubungan pertemanan Slytherin terasa dingin.

"Apa yang akan kau lakukan bila kau menyukai orang lain?" Blaise tertawa kecil dan menatap Draco.

"Apakah otakmu itu mulai mengerut karena panasnya api Drake?" Sialan! Draco mengumpat dalam hatinya.

"Aku rasa ya, dan aku pikir kau pun mengalami hal yang sama mengingat dulu kau juga hampir terlahap api bersama diriku." Draco kembali memasang raut arogan khas miliknya, seringai tidak pernah luntur dari bibir indah Draco.

"Ah ya kau benar, tapi aku tidak akan sebodoh itu untuk menanyakan hal yang jawabannya sudah sangat pasti. Aku tentu saja akan mengatakan perasaanku padanya Drake." Blaise menepuk pundak Draco dan berlalu pergi.

Saat ini Draco di hadapan publik dilihat dengan tatapan seolah dia adalah makhluk yang begitu hina, seorang Death Eater di usia dini. Hell! Bahkan Draco tidak sekalipun menginginkan tato ular sialan itu. Banyak orang yang menatapnya secara gamblang dengan pandangan mencemooh, tapi bukan Draco namanya bila dia menggubris segala cemoohan itu. Dia itu kebanggaan Dunia Sihir, seorang Pureblood dengan segala harta dan gelarnya, pewaris dari The Noble and Most Ancient House of Malfoy. Katakan lah bahwa Draco terlalu percaya diri, tapi itu adalah sebuah kebenaran.

Disaat banyak wanita seperti Greengrass bersaudara, Parkinson dan banyak lainnya begitu memuja paras dan hartanya, namun sayang seribu sayang itu tidak berlaku pada Harry. Padahal Draco sangat berharap bahwa Harry lah yang akan memujanya, realita memang tidak selalu seindah ekspektasi.

Dari sekarang Draco mempunyai waktu sekitar tujuh bulan sebelum kelulusan untuk menaklukkan hati Harry. Seribu pengandaian Draco katakan, andai Harry membalasnya, andai ini bukan cinta sepihak, andai Harry cukup peka akan rasa cinta Draco, andai ada cara instan untuk membuat Harry mencintainya. Mata Draco membulat sempurna, tentu saja ada cara instan membuat Harry tiba-tiba menyukainya dan jatuh ke pelukan nya, ramuan cinta, Amortentia.

TBC

Hai guys, kembali lagi bersamaku aku di work Drarry ku yang baru. Ini sedikit gaje dan bahasanya ngelantur banget, pendek pula.

Bisa dibilang ini DP nya, nanti setelah kesibukan ku selesai hehe aku update lagi :)). Ini juga astaga aku kebelet pengen update :)).

Votement yaaa!! Biar aku semangat nulisnya (~ ̄³ ̄)~

Not A Love Potion (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang