0.1 Area lapangan

4 2 0
                                    

Pagi seperti biasa Hendery menuruni anak tangga dengan seragam sekolahnya yang sudah rapi juga tas ransel hitam digantung dibahu kanannya.

Ia mendekati meja makan, mengambil sepotong roti yang sudah disiapkan oleh bundanya. "Bun, aku berangkat ya!" katanya sambil menyuap sepotong roti itu.

"Iya! Hati hati, belajar yang bener." Sedikit berteriak karena masih berkutat didapur.

Mengiyakan itu, Hendery keluar menuju garasi rumahnya untuk mengambil motor kesayangannya. Tepat sebelum ia melajukan motornya, kakak perempuannya keluar.

"Der, kamu gak telat kan?" tanyanya dengan sibuknya memakai sepatu. Itu kak Risa, kakak keduanya yang kini berkuliah.

"hm..masih setengah jam lagi sih, mau nebeng?" sahut Hendery

"Hehe tau aja. Dosennya lagi gak jelas, nebeng boleh ya?"

"Yaudah, cepet." Kemudian Hendery memutuskan untuk mengantarkan kakaknya terlebih dahulu.

Kampus itu tidak jauh dari rumahnya, tapi setengah jam miliknya habis karena padatnya jalanan. Setelah mengantarkan kakaknya, Hendery melajukan motornya ke sekolah dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Hingga ia sampai. Hendery memarkirkan motornya kemudian berlari ke gerbang utama sekolah. Dan..ya. ia telat.

Gerbang itu sudah ditutup dengan beberapa murid yang sama nasibnya dengan Hendery berdiri tegap disamping gerbang. Hendery menghela napas, dengan sadar diri ia bergabung pada barisan itu. Dua belas orang disana berbaris, jangan lupakan pak Haru yang memimpin didepan dengan penggaris andalannya.

"Kenapa pada telat?" tanya pria bertubuh tinggi tegap itu.

"kesiangan, pak"

"Alaram gak nyala, pak."

"Rumah saya jauh. Pak" berbagai alasan terlontar dari mulut siswa-siswa yang berbaris.

"Kamu, kenapa? Kamu yang paling telat." Kini pak Haru menunjuk Hendery yang sedari tadi diam saja.

"Tadi saya antar kakak saya dulu, pak." Katanya.

"Kakakmu tuh Risa, bukan?"

"Iya, pak."

"Oh, gimana kabar Risa?" baik, gini guru itu balik menanyakan kabar kakaknya. Wajar pak Haru mengenal kakaknya, kak Risa alumni sekolah ini dengan peringkat tinggi membuatnya dikenal dengan banyak guru.

"Baik, pak."

"Baguslah. Titip salam untuk kakakmu." Ujar sang guru.

"Biarin saya masuk dulu, pak." Bagus, mungkin ini kesempatan baginya.

"Gak, gak ada. Apa-apaan kamu ini. Udah datangnya paling telat, contohin kakakmu itu harusnya. Gak pernah telat, nilainya bagus bagus. Lah kamu.." salah, dugaan Hendery salah. Yang ada pak Haru mengoceh panjang.

"Udah. Gini aja. Kalian masuk tapi berhenti dilapangan, berdiri disana sampai jam istirahat pertama." Perintahnya membuat sekelompok siswa itu berdecak sebal.

"Sana cepat!" mau tak mau mereka menurut, menuju lapangan dan berdiri disana.

***

Bel istirahat berdering. Membuat semua siswa berlarian berdesakkan menuju kantin layaknya menemukan surga. Tapi tidak dengan dua laki laki yang malah menuju lapangan setelah melihat salah satu temannya berdiri ditengah lapangan.

"Anjir, lo telat?"

"Iye." Singkatnya membuat dua temannya itu tertawa.

"Udah ayo. Laper banget gue." Ia mengambil tasnya kemudian melangkah pergi dari sana diikuti dengan dua sahabatnya itu.

"LIAT NIH SIAPA YANG TELAT!" pekik seorang dibelakang.

Mendengar itu, Hendery yang merasa terpanggil menghentikan langkahnya, membalikkan badannya pada sumber suara tadi. Dilihatnya perempuan dengan rambut sebahu sedang mencengkram kuat kerah gadis lain didepannya.

"Kok merah mukanya? Panas ya?" tanyanya sarkas dengan tangan yang masih mencengrakram kerah gadis itu yang memohon agar melepaskannya.

"Sini, biar makin merah." Ia melepas cengkramannya, muncur selangkah.

PLAK

"Aw.."

Tangan yang ia gunakan untuk mencengkram tadi kini berubah menampar pipi gadis itu membuat gadis itu terjatuh dan meringis kesakitan. Perempuan itu tertawa senang diikuti dengan teman yang berdiri disampingnya.

Melihat itu sontak Hendery terkejut dan ingin mendekati perempuan itu namun dengan segera dicekal oleh dua temannya.

"Der, mau ngapain lo?" Lucas bertanya tapi tidak dibalas membuatnya menoleh melihat pemandangan yang tidak baik itu.

"Der tahan Der, cuekin aja." Katanya merangkul bahu lelaki itu.

"Bentar dulu." Ia menjauhkan diri dari rangkulan lucas dan kembali menoleh pada perempuan itu yang semakin kasar.

"Der, mending kita ke kantin aja. Gak usah urusin mereka." Kini sahabat satunya yang dipanggil YangYang itu ikut menimpal.

"Apanya biarin? Itu keterlaluan mainnya." Menatap bingung kedua temannya itu.

"Udah biasa itu. Cepetlah katanya laper." Baik lucas dan Yangyang menarik Hendery untuk pergi dari lapangan menjauhi area lapangan. Walaupun penasaran, Hendery menuruti temannya itu. Ia menoleh ke belakang sekali lagi memastikan gadis yang terjatuh tadi dan untungnya gadis tadi sudah pergi, hanya tersisa perempuan rambut sebahu tiu dengan wajah garangnya.

Sekilas ia melihat wajah perempuan itu, galak. Itu yang hendery simpulkan dari wajah perempuan itu.

tbc.

Thank you for reading and can you appreciate me with vote, comment also follow my acc if you want to get a notification when im update. Thank you!

Enigma | HENDERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang