16. When You Go Away, I Still See You

638 98 6
                                    

Terdapat rasa gelisah dan tidak nyaman yang menggerogoti Mingi beberapa hari ini. Berulang kali dirinya hendak menghampiri Yunho, meminta maaf dan memberitahu yang sebenarnya bahwa hal ini merupakan kesalahpahaman.

Tapi Mingi tahu ia tidak bisa.

Sejak hari itu, Yunho benar-benar menghilang dari hidup Mingi. Sesekali pria bermarga Song itu mengirim pesan, mengingatkan Yunho agar tidak lupa makan siang dan minum banyak air mineral. Pesan Mingi berakhir hanya dibaca oleh kekasihnya, tapi Mingi cukup lega. Itu artinya Yunho dapat menerima pesannya dengan baik.

Mingi tak bisa bohong bahwa ia merindukan Yunho, ingin sekali bertemu dan memeluk, tapi lagi-lagi Mingi batalkan. Ia tak ingin membuat Yunho semakin kecewa, biarkan mereka seperti ini untuk sementara. Sementara saja.

──✧*:・゚☄.*. ☄⋆ *:・゚✧──

Yunho tak bisa menahan rasa terkejutnya ketika Park Seonghwa datang dengan senyuman sehangat mentari. Pria itu menghampiri Yunho yang tengah menyesap kopinya dari dalam mug.

"Hai, Yunho. Aku tahu ini sangat mendadak tapi aku membuatkanmu bulgogi! Makan siang bersamaku ya?"

Mana tega Yunho menolak? Mengabaikan fakta dirinya sedang bertengkar dengan Mingi perihal lelaki di hadapannya ini.

"Tentu saja."

Menahan hatinya yang mendidih, Yunho berdiri sedikit tertatih, membawa Seonghwa sampai ke taman depan perpustakaan sambil menyembunyikan senyumnya yang pedih.

"Kau tahu, kau tidak perlu repot-repot, Seonghwa."

"No, no, no." Seonghwa menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan kanan, "Aku memang ingin menghabiskan waktu makan siang denganmu."

Bulgogi dihadapan Yunho terlihat begitu menggugah selera, pasti terasa sangat enak dimakan dengan nasi hangat.

"Jangan hanya dipandangi, Yunho. Ayo dimakan."

Satu kata yang dapat Yunho ucapkan ketika bulgogi tersebut melebur di dalam mulutnya adalah, enak.

"Bagaimana rasanya?"

"Enak!" Kedua pipi Yunho menggembung dengan lucu, tak lupa matanya ikut berbinar-binar.

"Aku senang kau menikmatinya, kau tahu, ini adalah menu kesukaan Mingi dulu."

Senyum Yunho luntur dengan binar mata yang meredup begitu saja. "Benarkah?"

Seonghwa menganggukkan kepalanya, "Tapi, itu semua sudah berlalu. Mingi milikmu sekarang."

Mingi bukan milik siapapun. Setidaknya, hal itu yang terlintas di pikiran Yunho. Mingi bukan miliknya, maupun Seonghwa, atau orang lain. Mingi milik dirinya sendiri. Tetapi dengan konteks saat ini, Yunho setuju bahwa Mingi adalah pacarnya, kekasih hatinya.

Miliknya.

"Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan Mingi," Seonghwa menggenggam satu tangan Yunho yang tergeletak di atas meja, "Kalian berhak untuk bahagia."

Aku dan Mingi bertengkar, kami tidak bertegur sapa dan saling menghubungi satu sama lain lagi.

Ingin Yunho meneriakkan isi hatinya yang terdalam, tetapi ia tahu hal itu hanya akan memperumit keadaan.

"Terima kasih." Yunho ikut membalas genggaman tangan Seonghwa, "Terima kasih, Seonghwa."

Meski sulit, Yunho tetap berterimakasih atas niat baik Seonghwa, di tengah hatinya yang gundah gulana sehingga membuat Yunho menderita tak terkira. Tapi Yunho bersikeras bahwa rasa tak nyaman ini hanya sebentar. Hanya sementara.

──✧*:・゚☄.*. ☄⋆ *:・゚✧──

"Kalian tahu? Aku harus beralasan pada bosku kalau kakak perempuanku sakit sehingga aku dapat datang ke sini dengan secepat kilat dan ternyata kalian akan bergosip tentang Penyihir Sayur?!" Yeosang menyerocos dengan lantang sampai beberapa tetes liurnya mendarat di wajah Jongho, membuat pria bermarga Choi itu menghantam paha kiri Yeosang dengan tinjunya.

"Kalau tidak mau mendengarkan, pulang saja sana." Tanggap Wooyoung dengan tatapan sinis yang dibalas Yeosang sambil mendesis.

"Sudahlah, kita berkumpul di sini untuk mendengarkan cerita Yunho." Hongjoong mengalihkan pandangannya pada Yunho yang kini tengah menyesap teh leci dengan tenang, "Bisa kau ceritakan apa yang terjadi, Yunho?"

Seperti biasa, sesi bergosip hari ini dihadiri oleh formasi lengkap (read : Hongjoong, Yunho, Yeosang, San, Wooyoung, Jongho) di kedai kopi milik San. Awalnya, Yeosang tidak dapat ikut namun Wooyoung terus berkata bahwa ini adalah hal yang mendesak sehingga mau tak mau Yeosang izin pada atasannya. Walaupun sedikit kesal, Yeosang tahu ia tidak dapat melewatkan momen bergosip sedikitpun.

"Beberapa hari yang lalu, aku mengajak Mingi untuk makan siang bersama, namun ia menolak dengan alasan ada pekerjaan yang belum selesai dikantor. Tetapi, kalian tahu? Wooyoung melihat Mingi sedang menghabiskan waktu bersama Seonghwa di kafe."

"Seriously?!" Jongho tak dapat mengontrol rasa terkejutnya, ia menepuk-nepuk paha Yeosang yang langsung ditepis oleh pria bermarga Kang itu.

"Jadi, Mingi berbohong padamu?"

Yunho mengangguk.

"Lalu?"

"Aku bertanya pada Mingi perihal makan siangnya dengan Seonghwa. Sejujurnya, aku tidak masalah ia ingin bertemu Seonghwa atau siapapun, namun aku tidak suka caranya, yaitu berbohong."

"Mingi menjawab apa?"

"Dia hanya berkata 'kau harus percaya padaku', begitu. Bagaimana aku dapat mempercayainya jika ia berbohong seperti itu, benar kan?"

Teman-teman Yunho mengangguk dengan kompak.

"Lalu, bagaimana kau dan Mingi?" Tanya San sambil mendekatkan tubuhnya pada Yunho, ingin mendengar lebih jelas.

"Sesudah Mingi berkata seperti itu, aku bilang padanya bahwa aku tidak ingin bertemu untuk sementara waktu. Dan ia menyanggupi, terbukti sudah berjalan selama empat hari." Yunho menyesap teh lecinya sebelum kembali bercerita, "Percayalah, kalian akan terkejut dengan yang kualami siang ini."

"Apa? Apa?" Lontaran pertanyaan dari Jongho yang tidak sabar membuat bibir Yunho bergetar.

"Aku makan siang bersama Seonghwa hari ini."

"Kau, sedang bertengkar dengan Mingi dan hal itu menyangkut Seonghwa, tetapi hari ini kau menghabiskan waktu makan siang bersamanya. Astaga, Yunho, kau baik-baik saja?" San reflek menyentuh tangan Yunho, membuat Hongjoong dan Wooyoung saling melirik dalam diam.

"Tentu saja." Jawabnya dengan tenang. Yunho bukan pengecut, bagaimanapun juga. Dia kenakan zirah dan maju berperang. Dia tak pernah ragu.

"Kalau aku menjadi Yunho aku pasti sudah tidak kuat." Celetuk Yeosang.

"Kalian tidak perlu khawatir."

"Aku tetap khawatir," Jongho menggenggam sebelah tangan Yunho yang bebas, "Aku khawatir sekali padamu, Yunho. Kau sendiri yang bilang bahwa kau dan Seonghwa sudah berteman baik, namun kau tahu kan dulunya Park Seonghwa itu orang yang seperti apa."

"Terima kasih, Jongho, tapi aku yakin aku bisa melewati ini. Aku akan baik-baik saja, sungguh." Menampilkan senyum terbaiknya, membuat teman-teman Yunho dapat menghela napas lega.

Namun, Yunho bermain cantik. Tak ada yang boleh tahu amarahnya panas membara. Ia menampilkan senyum polos dan membawa diri seolah ia dipuja seluruh dunia, pada kenyataannya ia merana.

──✧*:・゚☄.*. ☄⋆ *:・゚✧──

A/N :

Sabar ya para readers aku kasih konflik mulu di buku ini 😋 doakan saja konfliknya gak lama-lama yeah 😜

-yeosha

PLAYING WITH FIRE ; YunGi ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang