Bagian 1

58 30 26
                                    

.
.
.

🍀🍀🍀

Keyakinan merupakan suatu pengetahuan di dalam hati, jauh tak terjangkau oleh bukti.

(Kahlil Gibran, Pujangga)

🍀🍀🍀

Terlihat seorang perempuan sedang berdiri di gerbang sekolah bersama teman-teman lainnya yang juga menunggu jemputan datang. Satu per satu teman-temannya sudah pulang. Kini, tinggallah ia seorang diri.

"Bang Atha, ke mana sih?" gerutunya sambil terus melihat ke arah kanan dan kirinya berharap laki-laki yang disebut Atha olehnya datang.

Sudah hampir 15 menit ia berdiri seorang diri di sana. Namun, laki-laki bernama Atha masih belum menampakkan diri.

"Neng Alia, belum pulang?" tanya satpam sekolah yang ingin menutup gerbang sekolah tersenyum ramah ke pada perempuan yang sedang berdiri sedari tadi di gerbang yang diyakini bernama Alia.

Alia menggelengkan kepalanya, "Alia belum di jemput Mang."

"Alah, atuh udah sore neng. Ke mana jemputannya?" tanya Mang Ujang-satpam sekolah-berjalan mendekati Alia.

"Alia nggak tahu, Mang," jawabnya dengan nada lirih.

"Neng sudah telepon?" Mang Ujang kembali bertanya membuat Alia menepuk jidatnya pelan.

"Ah, iya. Kenapa Alia nggak telepon Bang Atha dari tadi ya," gumamnya sebentar lalu dengan segera mengambil ponsel dengan softcase berwarna babypink dari saku tasnya.

Jari lentiknya terlihat dengan mengetik di atas layar ponsel genggamnya, menulis nomor Atha. Tidak berlangsung lama, teleponnya sudah tersambung.

Mang Ujang yang melihat Alia mulai menelepon, meminta izin kembali ke posnya. Sebelum itu, ia menutup terlebih dahulu gerbang sekolah setengah.

Panggilan pertama masih tidak diangkat, namun bukan Alia namanya kalau tidak mau berusaha. Ia mencoba menghubungi Atha kembali, sambungan keduanya diterima oleh Atha. Alia mengusap dadanya pelan sembari menghembuskan napas pelan seperti mengambil ancang-ancang.

"Bang, Abang ke mana aja sih? Lia udah nunggu dari tiga puluh menit lalu Bang." Alia berceloteh bagaikan kereta expres.

"Abang lagi di bengkel, Dek. Motornya mogok, kamu pulang naik angkutan umum aja, ya," jelas laki-laki bernama Atha di seberang sana.

"Terus Lia pulang sama siapa dong?"

"Ya, sendiri lah, Lia. Kamu 'kan udah gede pasti bisa pulang sendiri. Naik angkutan umum atau ojek online kan, bisa."

Lia masih diam tidak menjawab perkataan Atha yang terakhir. Ia tidak mungkin langsung meng-iyakan. Takut angkutan umum atau ojek online-nya tidak ada. Setelah, melihat angkutan umum berwarna hijau mulai melaju ke arahnya, ia tersenyum melambaikan tangannya ke depan memberhentikan angkutan umum.

"Lia tutup, ya. Bye, Abang."

Alia berpamitan terlebih dahulu kepada Mang Ujang yang sempat menemaninya berbincang sebentar. Lalu, bergegas menaiki angkutan umum yang cukup sepi.

LabirinmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang