Five

592 72 2
                                    

W O R T H

Akemi mengeratkan jaket tipis ketika semilir angin berhembus lebih kencang. Entah sudah berapa lama ia duduk di taman, merenung tentang kejadian tadi siang. Kakak bungsunya tampak tak terpengaruh dengan peristiwa di sekolah, tapi pengumuman yang dipajang di mading sekolah berhasil mengguncangkan Akemi.

Nilai hasil ujian.

Tidak mengejutkan, kakak bungsunya meraih peringkat teratas disusul dengan nama Shikamaru dan Neji. Beberapa temannya seperti Sakura dan Shino juga mengambil posisi atas. Akemi memindai daftar nama beserta posisinya. Bahunya seketika lemas saat ia berhasil menemukan namanya.

Uchiha Akemi. Peringkat sepuluh.

Memang peringkatnya masih termasuk salah satu peringkat terbaik. Untuk sebagian orang mampu berada di posisinya bagaikan mimpi. Hanya saja, Akemi bukan sebagian orang. Ada ekspektasi yang harus dipenuhi, ada harapan yang harus dicapai. Mengemban nama Uchiha, kesenangan yang ia rasakan akan selalu diiringi dengan kepahitan yang mungkin saja orang lain tidak pernah sangka.

Ia menyeruak dari kerumunan siswa yang masih penasaran dengan hasil kerja mereka. Beberapa memekik bahagia, merencanakan selebrasi untuk hasil yang sepadan dengan kerja keras selama beberapa bulan, sisanya mendesah kecewa. Ada yang harus ikut kelas musim panas, ada yang berhasil lolos namun dengan peringatan tegas.

Berbagai suara teredam oleh pergejolakan dalam diri Akemi. Ia mengamati sekeliling, tersenyum pahit ketika tidak menemukan keberadaan kakak bungsunya. Tentu saja dengan kepintarannya, Sasuke tidak perlu khawatir mengenai nilai. Kakaknya sudah percaya diri bahwa ia akan berada di paling atas.

"Oh, Akemi!" Akemi menoleh ke arah sumber suara. Naruto. "Bagaimana nilaimu? Bagus?"

Akemi memaksakan senyum. "Peringkat sepuluh. Bagaimana denganmu?"

Naruto menggeleng. Ekspresinya tampak menyedihkan saat ia mengibaskan tangan. "Kau beruntung sekali. Hebat bisa dapat peringkat sepuluh. Aku harus ikut kelas musim panas dengan Iruka-sensei."

Hebat apanya, batin Akemi kecut. Jika dibandingkan dengan kedua kakaknya yang luar biasa itu, ia tidak ada apa-apanya.

"Kau lihat Sasu-nii?" tanya Akemi.

"Teme? Ia dikelas," Naruto mendengus kecil. "Katanya tidak perlu ikut berkerumun dengan yang lain. Kau pasti akan memberitahu hasilnya. Si teme itu, sikapnya tidak berubah dari dulu."

Akemi terkekeh. Panggilan Naruto untuk kakaknya sudah mendarah daging sejak sekolah dasar. Walau panggilannya memberi kesan menghina, tapi jika diucapkan dengan nada bersahabat siapapun tahu bahwa panggilan itu tidak benar-benar mengejek.

"Kalau begitu aku ke kelas dulu," Akemi melambaikan tangan lalu pergi dengan langkah cepat. Ia tidak ingin berpapasan dengan orang lain yang ingin tahu tentang nilainya lagi.

Di kelas Sasuke duduk sendirian sambil menggenggam ponsel, hampir semua siswa berebut tempat di depan mading untuk melihat pembagian nilai. Kepalanya terangkat saat Akemi masuk. Garis wajah kakak bungsunya sedikit melembut seperti menyadari kegelisahannya.

Saat Akemi memberitahu peringkatnya dan peringkat Sasuke. Kakak bungsunya hanya mengusak kepalanya lembut lalu berkata. "Kerja bagus."

Akemi tidak mengerti apa yang membuat Sasuke berkata bahwa hasil kerjanya yang tidak sesuai itu disebut kerja bagus. Apa kakaknya tidak menyadari tatapan penuh penilaian dari siswa-siswa di sekolah? Akemi bersumpah beberapa di antara mereka berbisik bahwa ia tidak pantas menyandang nama Uchiha saat kedua kakaknya tampak begitu cemerlang sedangkan ia susah payah untuk menyamai langkah mereka.

The Uchiha's FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang