Episode 🤟🏻

242 44 4
                                    

“Change hurts. It makes people insecure, confused, and angry. People want things to be the same as they’ve always been, because that makes life easier.” 

[...] 🍓

"Silakan duduk, Hendery?" pinta sang tuan rumah.

Lucas sempat membisikkan nama pria asing itu pada ayahnya tadi, tapi tidak begitu terdengar jelas.

"Ah, terima kasih," jawab Hendery lalu duduk di ruang tamu.

Disana hanya ada Hendery dengan ayah Lucas. Satu-satunya wanita di rumah itu sedang pergi, membeli bahan makanan untuk dimasak malam ini. Persediaan di kulkas sudah habis, niatnya membeli besok namun karena Hendery akan datang, ia harus memasak.

Lucas sendiri masuk ke kamarnya, entah apa yang ia lakukan. Yang ada dipikirannya saat ini, ia sudah menyelesaikan tugas dari sang ayah untuk membawa Hendery ke rumah. Setelahnya, itu bukan urusannya lagi. Walaupun kedatangan Hendery kesini tidak lain adalah karena Lucas membutuhkannya.

"Kau yang memintaku untuk datang kesini, xiansheng?" tanya Hendery tidak yakin.

"Benar. Aku meminta putraku untuk menjemputmu di stasiun tadi. Kukira akan sulit bertemu denganmu lagi, tapi ternyata tidak dan kau ada disini sekarang."

Tidak hanya berbasa-basi, ayah Lucas membicarakan banyak hal pada Hendery sebelum masuk pada tujuan utama. Meminta Hendery menjadi tutor bahasa korea untuk putranya entah mengapa jadi satu hal yang sulit untuk dikatakan. Mengingat kejadian sebelumnya, ayah Lucas takut Hendery tidak akan mampu bertahan dengan anaknya.

"Tutor?"

"Apa kau punya waktu kosong? Kalau kau terlalu sibuk, aku bisa mencari—"

"Aku bisa, bagaimana dengan akhir pekan?" potong Hendery yang sukses melegakan hati kedua orangtua Lucas saat itu juga.

Ibu Lucas sudah pulang dan sedang memasak di dapur. Kalau saja Hendery mengatakan tidak, mungkin ia akan dengan tidak sengaja mengiris jarinya sendiri.

"Akhir pekan, waktu yang sangat baik," balas pria paruh baya yang sedang tersenyum lebar di depan Hendery sekarang.

Sebenarnya, mereka menginginkan tutor dengan jadwal mengajar minimal empat kali dalam satu minggu. Namun sepertinya Hendery tidak bisa. Mengingat pria itu adalah seorang guru, dimana hari-harinya ia pakai untuk mengajar di sekolah.

"Hendery, apa menurutmu belajar di akhir pekan akan efektif? Maksudku, itu waktu istirahatmu dan Lucas sepertinya membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar," sahut ibu Lucas sambil mendudukkan dirinya di samping suaminya.

"Bagaimana dengan masa percobaan?"

"Maksudmu?" tanya kedua orangtua itu heran.

"Dua hari lagi akhir pekan, bagaimana jika di hari itu aku mulai mengajar. Pilihan ada di tangan Lucas, kalau ia merasa cara mengajarku efektif dan menyenangkan maka aku akan menjadi tutornya sampai dia fasih," jelas Hendery.

Sepasang suami istri di depannya saling memandang. Keduanya seperti memikirkan hal yang sama. Hendery, seharusnya mereka bertemu pria ini lebih awal. Ada perasaan yakin dalam diri mereka bahwa Hendery akan menjadi tutor terakhir untuk Lucas.

"Bagaimana?" tanya Hendery.

Pria dengan senyum paling manis itu menunggu jawaban dari orangtua Lucas. Kalau boleh jujur, Hendery sangat menantikan momen ini. Dimana ia bisa mendapat pekerjaan sampingan untuk menambah tabungannya. Gajinya di sekolah lumayan besar, tapi tetap saja keinginannya untuk membeli rumah dan mobil membuat dirinya semakin semangat mencari uang lebih.

"Baiklah," jawab ayah Lucas yakin.

Hendery tidak langsung pulang, dirinya justru semakin asyik mengobrol dengan laki-laki yang sudah terlihat seperti pamannya sendiri. Mereka menunggu sang juru masak menghidangkan makan malam. Tadinya Hendery menolak, tapi dirinya dipaksa untuk makan sebelum pulang.

Lagipula sebenarnya, Hendery rindu masakan rumahan seperti ini. Dari baunya saja, ia bisa langsung membayangkan dapur rumah lamanya di Shanghai.

"Ini sangat enak," ucap Hendery setelah menyendokkan won ton— atau yang lebih dikenal dengan pangsit kuah ke mulutnya.

Ibu Lucas tidak bisa menahan senyumnya setelah masakannya dipuji. Maklum, anaknya sendiri tidak pernah mengatakan kalau masakan ibunya enak. Yang Lucas tahu hanya perlu berterimakasih, tidak perlu sampai memuji.

Lucas sendiri menatap Hendery yang duduk di depannya dengan pandangan penuh arti. Mengapa orang asing ini bisa dengan cepat menaklukkan hati kedua orangtuanya. Mereka terlihat nyaman berada di sekitar Hendery bahkan mengizinkannya makan malam bersama di rumah.

Tak lama setelahnya, kedua mata mereka bertemu. Bukan tanpa alasan, Hendery merasa tidak enak jika ditatap seperti itu oleh Lucas. Terintimidasi, itulah yang dirasakan Hendery.

"Ada yang salah denganku, Lucas?"

Lucas hanya diam lalu melanjutkan makannya, tidak mau menatap Hendery lagi sampai mereka selesai makan.

Diluar hujan, tapi Hendery memaksa untuk pulang. Besok pagi ia harus mengajar kelas pagi dan tidak boleh terlambat karena harus memberikan ujian. Jika saja keluarga ini punya mobil, sudah pasti sang ayah memaksa Lucas mengantar Hendery pulang. Sayangnya tidak, lebih tepatnya belum punya.

"Baba," panggil Lucas lalu menjatuhkan diri di sofa.

"Ada apa?"

"Kenapa dia sampai ikut makan malam dengan kita? Kalian juga terlihat akrab," ucapnya.

"Anak mama cemburu?" ledek sang ibu yang sedang mencuci piring di dapur.

"Bukan begitu, aku hanya—"

"Hendery akan datang lagi saat akhir pekan. Bersiaplah," potong sang ayah lalu masuk ke kamarnya.

Belajar lagi, bertemu lagi dengan tutor baru, tapi kali ini laki-laki. Lucas tidak bisa membayangkan cara Hendery mengajar. Namun dilihat dari penampilannya, sepertinya Hendery adalah seorang guru yang membosankan.

Lihat saja, Hendery akan datang dengan kemeja dan celana panjang, memakai kacamata serta rambutnya— pasti akan klimis. Sama sekali tidak  terbayang bagaimana Lucas akan bertahan kali ini.

"Mama, aku lelah belajar. Aku sudah lebih dari empat bulan disini, tapi belum merasa nyaman juga. Tidak ada yang bisa kulakukan disini, aku ingin kembali," rengek Lucas pada ibunya seolah tidak ingat umur.

"Perubahan itu memang berat, tapi mama yakin kau bisa menghadapinya. Belajarlah, jika kau sudah fasih kau pasti bisa mencari pekerjaan disini," jawab ibunya sambil mengelus pucuk kepala Lucas.

"Bagaimana jika aku tidak bisa juga?"

"Berjanjilah pada dirimu untuk bisa, dan satu lagi cobalah menaruh kepercayaan pada Hendery. Mama dan baba yakin dia yang terbaik untukmu," jelas sang ibu membuat Lucas jauh lebih tenang dari hari-hari sebelumnya.

SsaemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang