Lucien terbangun dengan keringat bercucuran, mimpi buruk lagi. Tapi kali ini dia melihat Allen, pria yang sangat ia rindukan. Namun sekarang hanya ada penyesalan setiap kali wajah Al terbayang. Ia ingin kembali ke masa lalu, memperbaiki salah yang melukai banyak perasaan. Tidak nekat membunuh mantan pacarnya, tidak menjadi orang egois yang juga memaksa Al, Lucien seperti kehilangan ingatan dan dia ingin sekali marah karena ini semua terjadi akibat kenakalannya sendiri.
"Oh, Darren. Di mana kau, Pak Tua sialan. Apa yang sudah kau perbuat dengan tubuhku!"
Sinar matahari menyusup masuk di sela jendela berdebu gubuk Hagrid. Tapi suhu masih terasa dingin, mantel kumuh Lucien tidak bisa menangkal dinginnya.
"Hei orang Amerika, mau menghangatkan dirimu?" Hagrid memunculkan kepalanya dari balik pintu, "Bangunlah, mungkin kau bisa membantuku di sini."
Lucien merenggangkan tubuhnya lalu beranjak mengikuti Hagrid, sebentar lagi musim gugur, rumput di halaman gubuk Hagrid mulai menguning. Semalam Lucien melihat gundukan-gundukan besar, ia sangka itu bebatuan. Ternyata labu-labu berukuran besar yang masih berwarna hijau.
"Labu itu masih sangat muda, sebulan lagi, saat perayaan Halloween baru siap dipanen." kata Hagrid saat melihat Lucien memperhatikan kebunnya.
"Wah, ukurannya bisa kujadikan rumah." celetuk Lu.
Dia mengikuti Hagrid memasuki hutan, dia ingin bertanya karena rasanya terlalu kelam di sini. Dia masih ingin melihat megahnya kastil Hogwarts dan murid-murid yang berkeliaran.
"Bagaimana bisa ada sekolah asrama di tengah hutan, benar-benar seperti penjara dan diasingkan dari dunia." Hagrid mengerutkan keningnya mendengar perkataan Lucien.
"Jaga ucapanmu anak muda," Hagrid menghela napasnya, "Tempat ini sakral."
Lucien menahan dirinya agar tidak mendengus kasar mendengar kata sakral yang terdengar berlebihan. Ia mengusap-usap hidungnya untuk menyamarkan hal itu.
"Astaga!" Hagrid terlonjak di sampingnya, Lucien berjalan maju, "Makhluk apa ini? Kuda? Tapi bersayap! Demi kemustahilan di dunia ini!" Lucien menutup mulutnya tidak percaya.
"Kau bisa melihat mereka?" tanya Hagrid.
Lucien berbalik seakan ingin memuntahkan sesuatu, pikirannya berkata kenapa si Half-Giant selalu menganggapnya buta.
"Apa muggle tidak bisa melihat mereka juga? Sudah kuduga mereka koloni makhluk sihir, bentuknya saja mengerikan, sangat kurus, hitam, menjijikan."
"Namanya Thestral," seekor Thestral menggeram di sebelah Hagrid, "Sekali lagi kuperingatkan, jaga ucapanmu. Mereka makhluk baik, tapi tidak akan segan mencabikmu." ancam Hagrid berlebihan.
"O-okay, okay.. Aku hanya kaget saja." Lu menimpali, "Apa tadi namanya? Tes?"
"Thestral, Muggle tidak bisa melihat mereka. Tapi penyihir dan makhluk sihir bisa, dengan syarat mereka pernah melihat kematian." tutur Hagrid kembali berusaha sabar.
Oh tentu saja, pikir Lu. Dia pernah membunuh dan itu adalah saat pertama kali dia melihat manusia meregang nyawa. Tapi dia juga ingat, bahwa dia sudah melihat dirinya mati.
"Aku bukan makhluk sihir." kata Lucien, "Awalnya."
Hagrid menarik napas panjang, "Nanti aku akan membawamu ke St. Mungo." Sebelum Lucien kembali memotongnya, Hagrid segera menyambung, "Aku sudah menanyakan Madam Pomfrey dan katanya dia tidak ingin merawat orang asing yang tidak mengingat dirinya, hanya akan menambah masalah dan sebaiknya kau langsung kubawa ke St. Mungo. Di St. Mungo pelayanan kesehatan akan lebih terjamin dan cepat. Kita akan ke sana nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
[DRARRY//FANFICT] Can I Be Your Husband?
FanfictionKelulusan mengantar mereka ke medan pertempuran yang baru. Perasaannya pada sang terkasih pun sungguh masih utuh, sejauh apapun halang merintang mereka pasti bersatu. Semoga itu bukan janji semu. Perasaannya semakin kacau tatkala seorang lagi datang...