Untitled Story Part 1

257 12 5
                                    

Sekali lagi mematut diri di depan cermin berukuran besar, Devi tersenyum menatap dirinya yang terlihat luar biasa seksi. Lingerie berwarna merah transparan yang hanya menutupi bagian sensitif di tubuhnya dijamin akan membuat jakin pria naik turun. Rambut hitam sebahu digerai, sedikit diberi gelombang agar makin menggoda. Tidak lupa parfum mahal disemprotkan ke leher dan belahan dada.

Sempurna sudah.

Devi Sasmitha, mahasiswi tingkat tiga jurusan ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta, bermodalkan wajah cantik dan tubuh molek sensual, akhirnya berhasil menjerat pria kaya untuk menjadi sugar daddy-nya. Pria yang masih terlihat gagah di usianya yang sudah mendekati 60 tahun, Handoko Prawira. Bukan hanya gagah, Handoko bahkan masih memiliki nafsu yang sangat tinggi, tentu saja istrinya yang sudah paruh baya itu tidak lagi bisa membuatnya bergairah.

Sejak pertama kali melihat Devi saat diperkenalkan sebagai teman kuliah Melly, Handoko sudah sangat terpikat. Tidak peduli Devi seusia dengan putri bungsunya, yang paling penting, nafsu bisa dilampiaskan.

Dan Devi bukan tidak tahu kalau tubuhnya sering diam-diam ditatap penuh nafsu. Berpura-pura menjadi gadis polos dan lugu, Devi pura-pura tak sadar dadanya terlihat dari balik kerah longgar saat dia menunduk mengambil barang yang 'terjatuh', berpura-pura tersipu malu saat tangan Handoko 'tak sengaja' menyenggol dadanya ketika berpapasan.

Beralasan ada barangnya yang tertinggal di kamar Melly saat dia menginap untuk mengerjakan tugas kuliah, Devi dengan lihai memilih waktu di saat rumah dalam keadaan sepi agar memudahkan Handoko melancarkan aksinya.

Sesuai rencana, Handoko yang memang sudah menyerahkan segala urusan perusahaan pada putra sulungnya dan lebih sering menghabiskan waktu di rumah pun memakan umpan Devi. Tubuh molek yang sedang menungging mencari sesuatu di kolong tempat tidur pun disergap dan dilahap.

Janji manis terucap saat melihat Devi meringkuk di sudut kasur, menutupi tubuh telanjang dengan selimut milik Melly, menangis pilu telah dinodai.

Hasilnya, Devi berhasil keluar dari kamar kos sempit di lingkungan kumuh. Mobil dan satu unit apartemen sudah dimiliki. Angka di rekening yang biasanya tidak pernah melewati 7 digit, sekarang sudah membengkak. Apa pun yang Devi inginkan, tinggal katakan, Handoko dengan senang hati membelikan.

Lembu punya susu, sapi punya nama. Istri Handoko yang berjuang bersama dari bawah, Devi tinggal menikmati hasil.

Sekali lagi melempar senyum pada bayangan cantik yang terpantul di cermin, Devi melangkah menuju tempat tidur, menunggu kedatangan Handoko. Tadi Handoko sudah mengirim pesan kalau malam ini dia akan berkunjung.

------

"Ahhh ...."

Remasan lembut di dada membuat Devi terbangun. Tidak tahu sejak kapan, tahu-tahu saja dia sudah tertidur.

"Mas Handoko? Baru datang?"

Alih-alih jawaban, lumatan kasar di bibir yang diterima Devi, disusul sapuan lidah yang langsung menyusup ke dalam mulutnya. Lidah bergerak luar biasa liar dan lincah, membuat Devi mengernyit sesaat karena kesulitan mengimbangi ritme yang tidak biasa.

Baru saja terbangun, kesadaran Devi belum sepenuhnya pulih. Rasa kantuk masih pekat membayangi, Devi hanya memekik pelan saat merasakan kain merah tipis yang nyaris tidak bisa menutupi tubuhnya itu ditarik paksa hingga terdengar suara robekan kain.

"Ahh ... Mas ... ahh ...."

Sepertinya malam ini Handoko luar biasa bergairah, entah obat kuat jenis apa lagi yang dia coba, Devi bisa merasakan kejantanan yang telah menegak sempurna itu telah berada di antara kakinya yang dibuka lebar. Selain ciuman kasar dan remasan di dada, tanpa pemanasan berlebih, tahu-tahu saja batangan tumpul telah menghujam selangkangan Devi.

Mata Devi seketika melebar, terkejut merasakan betapa keras dan besarnya benda yang kini memenuhi kewanitaannya yang bahkan belum siap.

Saat ini baru Devi bisa melihat jelas siapa sosok yang mencumbunya kasar. Sosok besar hitam dengan wajah mengerikan itu menyeringai, memamerkan gigi-gigi runcingnya. Saat menatap sepasang mata merah itu, seluruh tubuh Devi seketika kehilangan tenaga, sama sekali tidak bisa melawan. Ingin berteriak, suara Devi tercekat, hanya suara-suara seperti orang tersedak yang bisa dia keluarkan tiap kali benda besar panas itu menghujam hingga bagian terdalam dirinya.

Anehnya, jelas-jelas ketakutan setengah mati, Devi sama sekali tidak bisa pingsan. Jangankan pingsan, berteriak meminta pertolongan pun tidak bisa dia lakukan. Ingin menangis, air mata seolah mengering. Hanya bisa membuka mata lebar-lebar, menatap sosok yang terus menyiksanya, memperkosanya hingga rasanya rahimnya penuh dengan cairan yang tidak dia inginkan.

Tidak tahu berapa lama siksaan berlangsung, saat sosok hitam besar itu akhirnya pergi, Devi hanya merasakan sakit dan perih yang tiada tara di bagian kewanitaannya. Cairan hangat terus mengalir keluar dari area yang menganga. Entah cairan mani atau darah dari kewanitaan Devi yang robek.

Tubuh molek yang tadi dia kagumi di depan cermin, sekarang tergeletak menyedihkan bagai boneka rusak.

------ 

PELAKOR MUST DIE!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang